Di ruang dapur, Pansa mencari makanan ringan untuk cemilan. Ia melihat-lihat di lemari bawah, kulkas, hingga di dalam rice cooker, siapa tau ada warung di dalamnya."Oy!" Wanita satunya menepuk pundak Pansa, ia berbisik pelan macam ingin menghasut untuk mencuri isi brangkas dari bank terdekat. "Lagi apa sih, lo?" Tanyanya dengan suara kecil.
"Lagi cari SHM rumah lo." Jawab Pansa ikut berbisik.
"Bukan di situ kali, tapi di- eh serius lo cari apa sih?"
"Gue nyari cemilan, tapi ini kenapa kudu bisik-bisik segala?" Pansa bertanya suara yang kembali normal.
Wanita itu menutup mulut Pansa, meminta untuk diam dan tidak terlalu berisik. "Gatau juga gue, tapi itu istri lo sama istri gue lagi ngomongin sesuatu."
Pansa melepas tangan sahabatnya dari mulutnya, "Ngomongin apa, Nam?" Mau tidak mau ia juga kembali menurunkan volume suaranya. Lalu kembali mencari di lemari atas.
"AWWHHH." Pansa mengusap kepalanya karena kepentok pintu lemari, "Lo ngapain sih, Nam?"
"Gue bantu nyari." Namtan dengan tanpa bersalah ikut mengecek lemari persediaannya. Padahal ia tau persis tidak ada apapun kecuali peralatan piring dan gelas. "Udahlah mending lo ikut gue." Ia menarik Pansa ke halaman rumah belakang.
Halaman itu cukup luas. Cukup untuk meletakkan meja, kursi panjang, ayunan kecil, serta pohon dengan ukuran sedang di sana.
Walaupun mereka tetanggaan di komplek yang besar, tetapi tipe rumah mereka berbeda. Daerah rumah mereka bukan tipe perumahan yang mengharuskan suatu tipe rumah tertentu, jadi bisa saja mereka tersesat di rumah satu sama lain.
Pansa malah fokus melihat ayunan, ia ingin menaikinya. Tetapi Namtan menyuruhnya untuk duduk di kursi panjang yang bersebelahan dengan pohon ketapang.
"Makanan ringannya udah abis sama Acha. Dia kalo beli bilangnya buat tamu, tapi sebenernya dia doang yang makan."
"Yaudah lu cepet beli lagi."
"Iya gue beli nanti sore."
Mereka terdiam.
Dua menit mereka mengamati ayunan bergoyang pelan dan rumput yang terhempas angin, tapi terhenti karena Pansa memukul paha sahabatnya.
"Kenapa pake mukul segala dah?"
"Yeee lo ngapain ngajak gue ke sini? Malah bengong berjamaah."
Namtan teringat, tapi ia berpikir itu bukanlah hal yang penting. Tapi ia berpikir lagi kalau itu penting dan bisa dibicarakan dengan teman paling terdekatnya.
Ketika Namtan masih mode salting tadi, ia sedikit mendengar tentang apa yang para istri menggemaskan itu sedang bicarakan. Ia tidak mau kalah dan memutuskan untuk membicarakan isu yang sama dengan sahabatnya itu.
"Gue ada topik menarik untuk dibahas. Topik yang cocok buat kita yang sudah menikah." Ucap Namtan.
Keduanya menikmati angin sepoy-sepoy yang menghempas muka mereka, membuat rambut mereka terbang dengan dramatis.
"Topik apakah itu, my friend?" Pansa bertanya dengan nada serius.
Namtan mengusap rambutnya ke belakang, menyenderkan badannya ke kursi panjang, tangannya membentang dari ujung ke ujung. Ia menatap Pansa dengan senyuman tipis nan tidak meyakinkan. "Ranjang."
Pansa menaikkan kedua alisnya. Ia berpikir, kemudian mulai memahami isi kepala kosong milik wanita di sebelahnya.
"Emang lo beli di mana? Garansinya berapa tahun?" Ia pun mengikuti gerakan Namtan tadi. Berpikir bahwa ini sudah saatnya membicarakan harga perabotan rumah tangga, betapa banyaknya uang yang dibutuhkan untuk mengisi rumah yang tidak luas-luas amat itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
life with you, happy and sad, smile and tear
FanfictionLika-liku rumah tangga Pansa dan Pattra.