Cemburu {3}

577 79 18
                                    


Adalah hal yang mudah bagi Pansa untuk mengetahui apa saja yang terjadi di sekeliling kehidupan pacarnya itu. Terdengar menyeramkan memang, tetapi memiliki kekasih yang mempunyai circle pertemanan yang beririsan dengannya, membuat informasi yang Pansa butuhkan dengan lancar ia dapatkan.

Bahkan informasi yang tidak seharusnya ia ketahui dari orang lain pun.

Hal itu membuat Pansa berpikir kalau ide tukar-menukar informasi di kalangan pertemanannya adalah sesuatu yang buruk. Seharusnya ia merasa cukup dengan rasa percaya kepada pacarnya itu, tidak perlu sok-sokan melebarkan telinganya.

Tidak lagi Pansa memutuskan untuk sengaja menguping.

Gosip itu awalnya hanya sekedar kabar burung, karena Love sendiri terdengar seperti biasanya, ceria dan bawel, termasuk keluhan di tempat magangnya. Hingga akhirnya di hari yang dimaksud, kabar itu menjadi kenyataan.

Pansa langsung menjadwalkan rencana ke rumah Love. Dirinya tidak bisa lepas dari kekhawatiran, ia percaya pada Love, ia sudah sangat kenal dengan Mamah-Papah Love, tetapi kejadian yang tidak terduga ini membuatnya hampir gila.

Dalam waktu seminggu itu, ia tidak bisa fokus dengan pekerjaannya. Kinerjanya seperti balik lagi ke pelatihan hari pertama, ngang-ngong ngang-ngong.

Antara tidak sabar dan takut setengah mati, ia menunggu hari kepulangannya. Perasaan itu selalu membuat Pansa ingin muntah ketika ia pulang ke asrama.

"Oke," Pansa menatap pantulan dirinya di kaca wastafel. Rambutnya berantakan, kantung matanya hitam, raut wajahnya sayu.

"Aku bakal lakuin langsung, nothing to lose." Pansa menepuk kedua pipinya.

Flashback mode: Off

Pansa sedang bersiap untuk pergi kerja. Ia mengecek keperluannya di tas, berharap tidak ada yang tertinggal. Kemudian menuju ke ruang makan untuk sarapan.

Semuanya normal. Terlalu normal untuk Love.

Sejak tadi malam, di mana Love dengan sungguh-sungguh menceritakan hal penting itu. Atau paling tidak penting bagi Love, entah bagi Pansa.

Tidak sedikitpun, Pansa memperlihatkan kecemburuannua, atau keresahannya tentang Love yang bekerja dengan orang itu, membuat Love merasa...dirinya diabaikan.

Love tidak mengerti perasannya sendiri, bukannya itu adalah hal yang bagus? Pansa memahaminya, ia bersikap dewasa. Lagian kejadian itu sudah lewat, mereka bukan lagi di hubungan yang rapuh, mereka sudah terikat. Hanya Tuhan yang bisa memisahkan mereka.

Tetapi kenapa hal itu justru membuat Love terganggu?

Love berdehem, "Udah kamu bawa semua? Ga ada yang ketinggalan?"

"Udah semua kok." Pansa menggigit roti telurnya. "Kamu sering-sering buat ini dong. Enak." Sarapannya habis tidak bersisa.

Love melihat piring milik Pansa, "Doyan ato laper?"

"Nanti pas aku pulang beli bahan makanan ya, sekalian lewat kok." Pansa berdiri dan meraih tas kerjanya. Mencium kening Love. Ia pamit untuk pergi ke kantornya.

Semua berjalan seperti pasangan menikah pada umumnya.

Bersamaan dengan suara mobil yang melaju, Love berdecak pelan. Iya membanting tubuhnya ke sofa, merasa malas untuk bersiap-siap.

Apa aku coba ngetes dia aja ya? Pikirnya
___

"Lo kenapa sih tumben ngajak gue belanja bareng, berdua, kek kita yang menikah aja." Namtan memperhatikan jalanan di depannya.

life with you, happy and sad, smile and tearTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang