9

157 13 1
                                    

Pagi itu, rumah keluarga Halilintar terasa
lebih sunyi daripada biasanya. Di dalam
kamar, Halilintar terbaring lemah dengan
tubuh penuh luka. Memar-memar di
lengannya, punggungnya, dan kakinya
membuatnya sulit bergerak. Aisyah duduk
di samping tempat tidurnya, wajahnya
penuh dengan kekhawatiran. la menatap
putra sulungnya yang tampak begitu lemah,
dan hatinya terasa remuk melihat
penderitaan yang dialami Halilintar.

"Halilintar... Maafkan Ibu. Ibu seharusnya
melindungimu. Seharusnya ini tidak terjadi
padamu." Ucapnya dengan lemah lembut. Tangan Aisyah mengusap surai legam milik anaknya itu.

Halilintar yang mendengar itu hanya tersenyum lemah "Tidak
apa-apa, lbu. Hali tahu lbu sudah berusaha.
Hali hanya ingin Ayah... bisa bangga
padaku."

Aisyah menahan air mata yang mulai
mengalir, merasa bersalah atas apa yang
terjadi pada putranya. Di sudut ruangan,
adik-adik Halilintar berkumpul,
masing-masing terlihat sedih dan khawatir
melihat kondisi kakak mereka. Taufan maju
mendekat, duduk di samping tempat tidur
Halilintar.

"Kak, maafkan kami juga.
Kami.. kami nggak bisa melakukan apa-apa
untuk menghentikan Ayah."

Solar yang sudah berada disamping Halilintar menggenggam tangan milik kakaknya.
"lya, Kak Hali. Kami hanya bisa mendengarkan
teriakanmu... dan rasanya kami sangat
pengecut karena nggak bisa bantu."

"Kalian nggak perlu minta maaf. Ini bukan salah kalian. Lagipula, Kakak sudah terbiasa dengan perlakuan Ayah." Katanya sambil menarik senyuman manis pada mereka. Dia tidak ingin melihat mereka sangat khwatir pada dirinya.

Blaze menghela napas, menundukkan
kepala "Tapi ini nggak adil, Kak Hali. Ayah
nggak pernah memperlakukan kami seperti
ini. Kami selalu dilindungi dan dibimbing,
sementara Kakak selalu jadi sasaran
kemarahan Ayah."

"Aku benci Ayah... dia nggak punya alasan untuk menyakiti Kakak seperti ini." Kata Thorn sambil terisak. Dirinya yang berhati tisu sangat tidak sanggup melihat penderitaan yang Kakaknya alamai. Karena itu dia selalu menangis.

Aisyah terkejut mendengar kata-kata
Thorn, namun ia tahu perasaan anak-anaknya itu sangat wajar mengingat apa yang mereka saksikan. la memeluk Thorn menenangkannya.

"Thorn, Ayahmu bukan orang yang
jahat. Dia hanya, dia hanya punya kebencian
yang sulit untuk dilepaskan." Ucap Aisyah pada anaknya yang keenam. Dia tidak ingin anak-anaknya menyimpan kebencian pada Ayah mereka sendiri. Dia selalu mendidik mereka dengan kasih sayang.

"Tapi lbu, bagaimana bisa Ayah
begitu tega kepada Kak Hali? Apa
kebencian Ayah lebih penting daripada
keselamatan Kak Hali?" Tanya Gempa.

"Iya, Kak Hali tidak pernah salah apa pun. Kenapa Kak Hali yang harus menanggung
semuanya?" Tambah Ice menyetujui ucapan Kakaknya itu.

Aisyah terdiam, tak tahu harus menjawab
apa. la merasa terjebak di antara keinginannya untuk melindungi anak-anaknya dan kenyataan pahit tentang suaminya. Namun, di dalam hatinya, Aisyah tahu ia harus mengambil langkah untuk menghentikan kekerasan ini, meskipun ia belum tahu bagaimana caranya.

Sementara itu, di ruang kerja di lantai
bawah, Amato duduk sendirian, tenggelam
dalam pikirannya. Meski hatinya merasa
lega telah "menghukum" Halilintar, sebagian dari dirinya merasa ada yang salah. Namun, rasa dendam terus menghantuinya, mengaburkan rasa sayangnya pada anaknya sendiri.

"Kau pantas mendapatkan itu, kau
pantas dihukum atas semua yang telah kau
lakukan." Amato berpaling dari depan kamar menuju ke ruangan kerjanya.

Taufan, yang mendengar suara bisikan ayahnya dari balik pintu, memberanikan diri masuk ke dalam ruang kerja. Dirinya melintasi didepan ruangan kerja Ayahnya menuju ke dapur namun niatnya itu terhenti.

SISA HUJAN LUKA [on going]Tempat di mana cerita hidup. Terokai sekarang