Bab 1

2K 11 0
                                    

Widya Anindya 39 tahun, Ibu dari Rafi dan Anindya Putri

Anindya Putri 21 tahun, Kakak perempuan Rafi

Dea Mustika 41 tahun, Ibu dari Yudi dan Cindy

Cindy Purnamasari 20 tahun, Kakak perempuan Yudi

*Tok tok tok*

"Nak! Bangun nak!!!"

"....."

"Rafi!! Kamu dengar ibu gak!! Bangun!!.."

"RAFI KALAU KAMU GA BANGUN IBU GA BUATIN SARAPAN!!."

"....."

"OK KALAU GITU YAUDAH MASAK SENDIRI YAH SARAPAN MU, IBU MAU KE PASAR!.."

"Huh?, ibu tadi ya??..auk ah mending tidur lagi.."

Perkenalkan namaku Rafi Alfian, teman teman biasa memanggilku Rafi atau ian. Umurku baru 18 tahun sebulan lalu dan masih SMA kelas 3. Perawakanku banyak versinya, ibuku bilang wajahku mirip adul, kakakku bilang wajahku mirip bintang iklan obat kurap, namun hanya almarhum bapak yang bilang wajahku tampan. Menurutku sendiri sih wajahku tidak ganteng dan jelek jelek amat, standar lah rupanya.

Tinggi badanku hanya 165 cm dengan berat 50 kg.

Aku tinggal di desa di daerah jawa barat yang bernama Cibambu, bertetangga dengan desa Cianduk di selatan. Desaku ini terkenal dengan hawa dinginnya karena berada di lereng gunung.

Almarhum bapakku mewariskan kepada kami tanah dan rumah sederhana dengan 3 kamar untuk kami tinggal.

Oiya betul, bapakku sudah tiada tiga tahun lalu karena penyakit dalam yang telat ditangani.

Kami sangat terpukul kehilangan beliau, kini ibu dan kakakku menjadi tulang punggung keluarga kecil kami.

Tak lama setelah bapak meninggal Ibu memutuskan untuk mendirikan warung nasi dan soto di depan rumahku bermodalkan uang warisan bapak.

Walau hasilnya tak seberapa namun cukup untuk keperluan sehari-hari dan sekolah ku.

Ibuku bernama Widya Anindya, Biasa dipanggil Bu Widi/Widya oleh ibu ibu sekitar dan berumur 39 tahun. Berkulit putih sama seperti kakakku. Wajah ibuku sangat cantik tak begitu termakan usia, jika dibilang mempesona tentu saja. Ditambah bentuk badannya yang semok namun tidak kelihatan terlalu berlemak, ditopang kedua kaki jenjangnya. Ibu memiliki tinggi 171 cm dan berat 78 kg. Ibu juga memiliki gunung kembar yang besar dan sempurna, kenapa aku tahu? Karena di rumah ibu kerap memakai pakaian seadanya seperti tank top yang menonjolkan belahan dari buah dadanya yang besar, bahkan kata kakakku jika dirumah tidak ada aku, Ibu tidak segan hanya memakai celana pendek dan bra saja, Gila! Pikirku saat mendengarnya dari kakak waktu itu.

Ibu nikah muda dengan almarhum bapak ketika muda, ya semua orang tahu nikah muda sudah lazim di desa. Bapak yang dahulu bandar cabe terpikat dengan ibuku dan bla bla bla bla bla mereka kawin, kira kira begitu.

Dengan proporsi badan aduhai dan status janda tentu saja ibu jadi sasaran para bapak bapak dan duren di desa ini (duren=duda keren)

Namun ibu menolak semua pinangan pria di desa maupun yang dari luar karena ia tak ingin sosok bapak tiri bagi aku dan kakakku. Pernah ku tanya kenapa ibu tidak ingin menikah lagi dan ibu beralasan takut bapak tiri ku nanti macam macam dengan kakakku, tapi menurutku bukan hanya itu alasannya.

Sebenarnya aku ingin memiliki bapak pengganti namun apa dayaku ketika ibu memilih tidak. Kasih sayang Ibu seorang terasa kurang tanpa kehadiran bapak sebagai pelengkap.

Oh ya tentang kakakku ia bernama Anindya Putri, berumur 21 tahun. Biasa ku panggil Kak Putri walaupun itu nama belakangnya. Wajah kakakku sangat cantik dan anggun, namun yang membuatnya jadi primadona desa adalah kedua kaki jenjangnya yang jika berdiri tegak membuat tinggi badan kakakku jadi 175 cm, badan kakakku juga tidak kalah menggoda namun jika soal badan menurutku ibu lebih menggoda dengan bokong yang lebih besar dan lebar. Aku tidak pernah tahu berat badan kakakku karena ia enggan memberi tahu, yang pasti di bawah berat ibu karena kakak jangkung dan langsing

Dianugerahi kakak dan Ibu yang memiliki tinggi badan diatas rata rata wanita indonesia membuatku kadang minder, kenapa gen tubuh tinggi itu tidak turun pada ku? Tinggi ku segini segini saja walau kata orang orang ini sudah standar.

Tetangga dan kerabat pun sering menertawai ku yang memiliki tinggi paling pendek di banding ibu dan kakak. Mereka kerap memanggilku dengan si bantet walau tinggi mereka tak beda jauh denganku. Memang betul jika kami bertiga disejajarkan aku terlihat bantet, dengan ibu ku beda 6 cm, dengan kakak beda 10 cm!.

Akupun lama lama kenyang dengan omongan mereka karena memang faktanya begitu dan tidak penting ku pikirkan. Malah aku mulai bersyukur memiliki Ibu dan kakak yang cantik dan tinggi dibandingkan ibu ibu temanku yang kebanyakan kucel dan pendek lagikan gendut.

Keseharian ku sehari-hari bisa ditebak dan sangat monoton.

Kira kira seperti ini, Bangun > Sekolah > nongkrong/jajan > pulang > tidur > mandi > makan malam > tidur lagi > di ulangi

Membosankan? tentu saja namun mau gimana lagi aku harus menamatkan sekolahku agar bisa cari kerja dan membantu perekonomian keluarga ku.

Sekarang hari sabtu, hari yang kutunggu-tunggu agar bisa bersantai dirumah menikmati waktu luang terbebas dari tugas sekolah.

Dengan malas malasan akupun turun dari kasur hangatku karena barusan Ibu marah marah ketika membangunkan ku.

"Hufff kenapa sih tiap pagi selalu saja marah ibu..."

"Padahal kan tinggal masuk terus goyangin badan atau apalah yang lain ga perlu marah marah gitu..."

Gerutu ku dengan kesal sambil mencuci wajah.

Dari cermin ku lihat di belakang kakak ku datang membawa sesuatu ke meja dapur

Karena penasaran aku pun langsung mengeringkan wajahku dan pergi menemui kakak di dapur.

"Eh Rafi, kakak kira kamu masih tidur..." Sapa kakak

"Ah mana bisa tidur lagi kak kalau ibu sudah keluar tanduknya gitu..." balasku

"Hihihi makanya kalau malem jangan begadang! Biar bisa bangun pagi.." omel kakak

"Biarin weekkkk.." ejekku sambil melet

"Ahahaha nonton yang ga bener ya pasti di kamar mu.."

"E..ehh mana ada! Fitnah aja kak!.." balasku sedikit gagap

"Ohh iya maafin kakanda ya adikku sayang Rafi Alfian telah menuduh yang tidak tidak pada-mu..

Sesungguhnya Rafi adalah jiwa yang bersih dan sholeh, sehingga mana mungkin adikku yang rajin dan pintar ini menonton yang tidak senonoh.." ucap kakak dengan nada mengejek.

Aku tidak membalas lagi karena bisa bisa pertengkaran kami tidak akan selesai, aku lebih penasaran dengan bawaan yang dibawa kakak.

"Ngomong ngomong ini apa kak?.."

Skandal Keluarga (Cuck_old Inc_est Warning)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang