tw // murder
...
Tidak pernah sedetik pun, Heeseung berpikir untuk bertemu dengan seseorang yang membawa ia pada keselamatan dan siksa disaat bersamaan. Garis takdir terulang saat mereka bertemu setelah ratusan tahun.
“Tolong … Park Jongseong.”
“Kali ini kamu memohon padaku?”
“Ya. Aku mohon. Selamatkan aku.”
Heeseung tertatih dihadapan sang iblis ketika hidupnya diambang kematian. Dia sendiri. Yang harus dipercayainya hanyalah diri sendiri tetapi haruskah ia mempercayai diri sendiri saat ini?
Jongseong menyeringai iblis dengan raut mata merah. Ketika mobil sang pembunuh ingin menghantam mereka.
Dalam sekejap mata, mobil itu berkelok bahkan terpental jauh dari mereka.
Sayangnya, si jagal bau darah yang pernah menancapkan pisau pada Jongseong saat itu, masih memiliki nyawa melayangkan pistol kepada sang kekasih iblis.
Bodoh, Lee Heeseung.
Sang iblis menangis meminta kekasih dalam belenggu neraka yang sudah ia tunggu sekian abad reinkarnasi berakhir tragis.
“Kumohon, berkorban demi dirimu. Bukan diriku. Lee Heeseung.”
Sang iblis meraung dengan yang tak bernyawa dalam dekapannya. Kenapa? Padahal ia punya kekuatan. Kenapa dia tidak bisa mencegah?
Jongseong membubuhkan kecupan pada bibir Heeseung.
Sepertinya Tuhan sedang mendengar, dan ingin mengabulkan raungan sang iblis yang masih belum menerima sang kekasih pergi meninggalkannya di bawah cahaya rembulan. Tersenyum sembari mengasihi dua insan yang tertimpa kemalangan.
“J-jongseong..”
Dengan pemandangan yang mengabur, Heeseung bisa sedikit melihat bahwa Jongseong sedang menangis karenanya. Heeseung membelai pipi Jongseong dengan lemah lembut dengan sisa tengahnya kemudian kembali kehilangan kesadaran.
Entah sudah yang keberapa, seseorang ingin membunuhnya. Keluarga angkat bagai iblis yang menjerat ingin menjadi rantai tertinggi predator dalam perusahaan.
Mereka sudah tiba di rumah. Dengan Heeseung memakai selang infus. Jongseong hanya ingin merawat Heeseung seorang.
“Jongseong..?”
“Ya. Aku di sini. Panggil aku berapa kali pun. Aku akan menjawab.”
“Jongseong..”
“Jongseong.”
“Ya. Istriku.”
Heeseung semakin mengecilkan tubuhnya masuk dalam dekapan Jongseong. Heeseung seringkali mengigau nama seseorang yang membawa ia pada keselamatan.
Tidak ada tempat ternyaman, hangat, dan setenang embusan angin saat Jongseong melangkah untuk datang kepada Heeseung.
...
“Selamat pagi. Siap pergi ke kantor?” Tanya Jongseong.
Mereka masih bergelung dalam selimut, menyatukan dahi dan hidung bangir mereka. Jongseong senang meneliti tahi lalat yang bagai kecupan seseorang yang ia kasihi di masa lalu. Andai saja jika dirinya yang mengecup Heeseung di setiap sudut tahi lalat yang terukir manis. Bagaimana mata rusa itu menatapnya mendamba serta memohon keselamatan dirinya yang sering kali bimbang untuk melangkah. Menjadikan Jongseong sebagai sandaran yang ia damba untuk datang ketika maut menjemput.
KAMU SEDANG MEMBACA
Acquire | hee-centric
Fanfictionsome chapters contain 🔞 ✍️ write when i'm free. don't expect too much one-shot/two shot..etc i hope u enjoy the story :> written in indonesian mix english.