Heksa berjalan mendekati Lizia yang masih tertidur. "Udah cukup tidurnya," dia guncang pelan lengan Lizia. "Saatnya bangun, sekolah." lanjutnya.
Heksa melirik jadwal Lizia yang begitu manis dengan tulisannya cantik seperti orangnya itu.
"Pagi ini upacara, sebelum itu jadwal piket,"
Lizia sontak membuka matanya. Lagi-lagi Heksa berguna. Lizia menepis pemikiran itu dan memilih bergegas untuk bersiap dan berangkat sekolah.
Heksa jelas santai, dia bisa menghilang lalu muncul di sekolah, tepat di samping Lizia. Heksa begitu sibuk mengusir para hantu hingga mereka hanya bisa mengintip Lizia.
Lizia sudah tidak terlalu memikirkan hantu semenjak ada Heksa, semua perhantuan sudah diurus olehnya.
"Pagi, Liz.. Kesiangan ya?" sambut Gea yang tengah menyapu dalam kelas.
Maafkan Lizia yang belum terbiasa piket pagi. Di sekolahnya yang cukup mewah dulu, semua kebersihan sudah diatur OB. Tapi kali ini, dia sekolah di sekolah yang sederhana. Dia harus bekerja sama dengan beberapa siswa sesuai jadwal untuk menyapu dan merapihkan ruang kelas.
"Maaf ya.." cicitnya lembut, begitu pemalu sambil membenarkan kaca matanya.
"Santai aja, bagian sana belum." tunjuk Gea seraya memberikan sapunya. "Eh, Liz.. Pagi ini ada hantu ga?" bisiknya penasaran.
Lizia menatap Heksa yang duduk di samping kursi tempat duduknya. Terlihat asyik menatapnya. Lizia jadi salah tingkah.
"Ada ya?" panik Gea saat melihat Lizia yang berpaling dan gugup itu, tidak berpikir Lizia tengah salah tingkah.
"I-iya.."
"Ihh sereeem! Kayak gimana bentuknya?" Gea terlihat takut tapi sungguh penasaran juga.
Sion muncul, terlihat sama tertarik melihat tingkah keduanya.
"Hantu-hantu?" bisiknya sambil mendekati dua perempun yang saling merapat itu.
"Iya, ada katanya, Yon." bisik Gea.
Lizia melirik lagi Heksa yang terlihat rebahan di meja. "Dia kakak kelas kita yang waktu itu, seragamnya yang dulu," jelasnya pelan.
"Dia jahat ga sih?"
"Bilang aja nakal, sayang.. Kalau mereka berani macam-macam, terutama cowok itu, liat aja!" Heksa kembali mengangkat wajahnya lalu tersenyum genit.
Lizia merona, kembali salah tingkah, membuat Gea dan Sion menautkan alis.
"Wajahnya jelas ga? Penasaran nih, kita minjem buku tahunan sekolah yuk? Kita cari sosoknya ada engga," Sion berseru semangat.
Lizia terkejut senang mendengar ide itu, Heksa pun sama. Kenapa tidak terpikirkan soal itu? Oh iya, otaknya hanya berisi hal m*sum.
"Dia mau ga?" tanya Sion.
Lizia mengangguk senang. Gea dan Sion juga senang.
"Bilangin sama kamu.
Ajak kakak itu ketemuan nanti pulang sekolah di perpustakaan." ujar Gea."Dia denger kok," Lizia melirik Heksa yang mendekat lalu mengecup pipinya. "Usir dulu dia," bisiknya lalu Heksa menghilang dan saat muncul lagi sudah ada di ambang pintu, tengah menghantam makhluk jahat.
"Itu angin kenapa mendadak besar sampai pintu ke banting gitu," panik Sion. "Apa hari secerah ini bakalan hujan?" beonya.
Lizia mengabaikan celotehan Sion, dia menatap Heksa dengan kerennya membuat para hantu seram itu terbirit-birit, ada yang menghilang juga.
Lizia merasakan jantungnya berdebar. Dia merasa dilindungi, selama ini tidak ada yang bisa membuatnya terlindungi bahkan guru spiritualnya sekali pun.
Heksa begitu terengah beradu energi dengan mereka yang tertarik pada Lizia. Keposesifan Heksa membuat Lizia tidak muak sama sekali.