Ciuman pertama mereka memang dimulai dengan kondisi nadi diguyur alkohol dan ketika hari berganti hal itu hanya meninggalkan perasaan menggelitik di perut. Jadi Joss berjanji pada diri sendiri jika ia harus bercinta dengan Gawin dalam kondisi sadar tanpa pengaruh minuman keras setetes pun karena ia ingin mengingat setiap detik kejadian itu dalam memorinya.
'Lu mau mau nginap di kondo gue gak habis latihan?'
Pertanyaan itu diajukan dengan makna ganda yang telah dipahami oleh kedua belah pihak. Mereka tahu, cepat atau lambat kalau hubungan ini akan mengarah pada hal-hal yang lebih tidak senonoh daripada sekadar ciuman panas belaka. Namun Joss maupun Gawin terlalu nyaman mengulur waktu. Baru akhirnya selang dua minggu sejak ciuman mereka tempo dulu, Joss memulai langkah pertama dengan mengundang Gawin untuk menginap di kondo pribadinya.
Diam sejenak, Gawin tak langsung menjawab pertanyaan itu. Kedua ain sewarna topaz-nya menatap lurus pada Joss untuk menemukan hal-hal lain yang mungkin tak bisa dijabarkan dengan kata-kata. Namun, apa yang ia pikiran dan pria itu pikirkan sepertinya sudah selaras hingga akhirnya Gawin pun menjawab 'Ok, gue numpang mandi tempat lu ya kalau gitu' dengan mudah.
Lantas begitu saja, mereka bercinta tanpa keraguan yang berarti. Joss akhirnya bisa mengingat dengan gamblang momen kali pertama mereka bersanggama. Tak ada sepatah kata pun terucap di bibir selain desah yang saling sahut. Kala itu tak ubahnya sebuah perayaan dalam sunyi yang mereka sendiri tak bisa jelaskan dalam bahasa mana pun. Seolah-olah tubuh Joss dan Gawin tahu bagaimana perasaan mereka harusnya bermanifestasi di setiap gerak tubuh dan leguh.
'Hah... ahh... Jo-Joss... anj—'
Suara Gawin tertelan kembali seiring tubuhnya digempur lautan emosi yang tercurah dari tiap hentakan penis Joss. Napasnya sesak, tertahan di tenggorokan. Ia tak pernah bercinta dengan perasaan gegap-gembita seperti itu sebelumnya. Semua orang yang pernah bercinta dengannya selalu berakhir dengan perasaan kosong tapi bersama Joss, Gawin menemukan dirinya dapat merayakan sesuatu yang tak pernah ia rayakan sebelumnya, yaitu dirinya sendiri.
Joss—terlepas dari segala persona yang ditunjukkan pada khalayak, bersikap cukup rendah hati tatkala mereka bercinta. Ia membiarkan Gawin mengendalikan tempo, cepat atau lambat, ia menyimak dengan saksama bagaimana tubuh laki-laki itu memohon dan menurutinya tanpa mengeluh. Membuat Gawin nyaman dalam dekapannya adalah prioritas utama, Joss pun tak segan berhenti hanya untuk sekadar mencium bibir, pipi, dagu, dan tengkuk laki-laki itu. Bahkan ketika Gawin memintanya untuk bersikap lebih kasar, Joss menolak dengan alasan sederhana.
'Gue gak mau kalau cuman gue doang yang enak.'
Gawin tak tahu harus menanggapi apa, ia terbiasa menerima perlakuan kasar dari orang-orang yang pernah bercinta dengannya karena mereka semua berpikir kalau berhubungan seks dengan laki-laki tak perlu 'bersikap lembut'. Gawin pun menyadari tubuhnya cukup kokoh apabila diajak bersanggama dengan brutal, tapi Joss memilih tidak melakukan itu kali pertama mereka bercinta.
Aneh.
Rasanya aneh dan Gawin tak bisa memungkiri hal itu justru membuatnya bingung akan reaksi tubuh sendiri. Ternyata, ia menyukainya. Gawin suka diperlakukan dengan lembut seperti itu. Ia senang bagaimana cara Joss berciuman dan membuatnya merasa nyaman dengan seluruh sentuhan itu. Gawin tak pernah menyangka kalau ia akan merasa begitu kecil dan rapuh di balik tubuh Joss yang sebenarnya tak jauh lebih tinggi darinya. Rasanya, seperti Gawin bisa berlindung di sana untuk waktu yang lama—sangat lama.
Satu kali sesi sanggama berakhir dan mereka menuntaskan malam itu dengan mandi bersama. Dalam kubikel yang terasa sempit itu Joss maupun Gawin tak banyak bicara tapi mereka tak berhenti membalur sabun pada tubuh satu sama lain. Joss melihat bekas ciumannya sendiri di leher Gawin dan menyentuhnya lembut di bawah tetesan air. Ia tak bisa bilang kalau ini sesuatu yang romantis untuk dilakukan tapi tanpa bicara Joss lantas memeluk Gawin dan menghidu dalam-dalam wangi sabut yang menyerbak di kulit basah itu.
Gawin membiarkan Joss memeluknya dan mereka hening untuk sejenak. Lagi-lagi, tak ada sepatah kata pun yang terucap, masing-masing dari mereka sudah tahu tanpa harus saling memberitahu kalau dengan bercinta tak akan mengubah status quo hubungan mereka menjadi lebih serius. Kendati pun demikian, perasaan nyaman itu tak dapat dimungkiri dan masing-masing dari mereka menyadari kalau meski tak harus memulai sesuatu di antara mereka, hubungan ini barang tentu terlampau enggan untuk diakhiri.
'Gak papa kalau lu mau tidur sama gue lagi, gue juga mau tidur sama lu.'
Suara Gawin memecah sunyi di antara suara air yang mengucur. Joss yang tahu kalau ia tak punya hak atas keputusan apa pun hanya bisa tersenyum getir di belakang kepala laki-laki itu seraya mengangguk—mengiyakan situasi pelik yang sepertinya lebih baik daripada melepaskan Gawin seutuhnya.
'Ok.'
KAMU SEDANG MEMBACA
[Joss x Gawin] Our Alternative Reality
Fanfic"Joss..." "Hm?" "Lu masih mau nunggu gue gak?" Gawin menarik napas dalam-dalam, mencoba mengendalikan emosi yang meluap-luap. Ia menyandarkan kepalanya pada dada Joss dan mendengar dengan saksama bagaimana jantung pria itu berdegup dengan nyaring...