"Rahang lu masih sakit?"
Jam digital di atas nakas menunjukkan pukul tiga pagi. Joss melihat Gawin masih menyentuh pipinya sesekali sepanjang malam ini dan menyadari kalau laki-laki itu belum sepenuhnya luput dari rasa sakit pasca pertandingan tadi sore. Ia melangkah mendekati Gawin yang sedang duduk di pelipir kasurnya, lalu menyentuh wajah laki-laki itu lembut pada bagian yang terlihat sedikit memar. Tanpa make up, luka itu kini terlihat lebih kentara dari sebelumnya.
"Siapa yang nyikut lu tadi?" tanya Joss, entah mengapa dia jadi ingin marah karena ketika kejadian ini pandangannya luput melihat Gawin karena terlalu fokus pada bola.
Gawin menepis tangan Joss di wajahnya, lalu menggelengkan kepala. "Gue gak tahu," jawab Gawin cepat, menyadari kalau Joss bisa melakukan hal tidak baik pada orang yang tanpa sengaja melukainya. "Lagian namanya juga pertandingan, cedera mah biasa."
Joss mendengus kasar, lalu mengusap wajah dengan kedua tangan. "Sorry ya, gara-gara gue cedera, tim kita jadi kalah."
"Apa sih lu, stop deh nyalahin diri sendiri. Ini cuman pertandingan main-main, bukan sesuatu yang harus dikompetisikan," tanggap Gawin cepat, telinganya sudah pengang mendengar Joss meminta maaf berkali-kali di grup chat Shadow Eagle pun pada teman satu timnya. "Lagian lu mending fokus sembuhin kaki lu deh. Gue gebuk lu kalau ngelayap lagi"
"Hahaha..." Joss hanya tertawa, melihat Gawin yang ternyata masih berenergi untuk mengomelinya setelah hari yang panjang. "Gue rela cedera terus kalau lu jadi perhatian kayak gini ke gue."
Gawin membuang muka. "Jangan gila lu ya," sahutnya ketus. "Gue gak mau nangis jelek kayak kemarin lagi."
Senyum Joss merekah, mengingat hari ketika ia menyampaikan kabar buruk itu dan hal pertama yang Gawin lakukan adalah datang ke apartemennya di tengah malam sambil menangis. Joss tidak tahu apakah ini berkah di kala musibah ataukah ada makna lain yang ingin disampaikan semesta untuknya. Namun ia tak peduli dengan kontemplasi pelik seperti itu. Satu-satunya yang ia pahami saat ini adalah Gawin akan selalu jadi orang pertama yang membuat perasaannya lebih baik.
"Kenapa lu senyum-senyum?" tegur Gawin karena sedari tadi Joss hanya diam dan memandangnya. "Mikir jorok lu ya?"
Joss menggeleng dan kembali tertawa. "Lu mau nge-seks malam ini?"
"Gak, gak, gue capek. Gue mau tidur aja." Gawin buru-buru bangkit dan berjalan menuju kamar mandi, tapi belum sempat tangannya menggapai pintu, Joss menariknya lalu memeluknya dari belakang.
"Gawin..." panggil Joss di sisi telinga Gawin dan membuat laki-laki itu mendadak kaku dengan dada berdegup kencang. Ia sontak tertawa halus karena bisa merasakan degup itu pada telapak tangannya. "Sumpah, gue sayang banget sama lu. Makasih ya, hari ini gue seneng banget. Lu mau aja ngeladenin kebulolan gue."
Sunyi sejenak, Gawin tak tahu harus menanggapi Joss bagaimana. Hubungan mereka masih jauh dari kata "pacaran" dan satu-satunya hal yang menghalangi mereka untuk mendapatkan label itu adalah kerelaan hati Gawin untuk menerima cinta Joss. Semua ini barangkali masih di luar akal sehat semua mata yang melihat momen mereka hari ini. Bahkan orang-orang terdekat dalam lingkup pertemanan mereka tahu kalau hubungan tanpa status mereka adalah rahasia umum yang membingungkan. Gawin yakin semua orang diam-diam menyalahkan dirinya dan membodoh-bodohi Joss atas kerumitan ini. Ditambah lagi dengan proyek series mendatang yang semakin membuat Gawin tak bisa jauh dari Joss dengan alasan apa pun.
"Joss..."
"Hm?"
"Lu masih mau nunggu gue gak?"
Gawin menarik napas dalam-dalam, mencoba mengendalikan emosi yang meluap-luap. Ia menyandarkan kepalanya pada dada Joss dan mendengar dengan saksama bagaimana jantung pria itu berdegup dengan nyaring. Gawin tersenyum tipis, tak lagi dapat memungkiri rasa nyaman setiap kali menghabiskan waktu dengan Joss.
"Gue gak tahu kapan gue bakal siap mulai hubungan yang lebih serius sama lu. Tapi kalau lu mau nunggu gue, sebentar aja, gue benar-benar merasa berterima kasih."
Satu-satunya hal yang bisa Joss lakukan saat ini hanyalah sekuat tenaga menahan tangis dengan membenamkan wajah pada bahu Gawin dan sekilas mencium leher laki-laki itu untuk menghidu wangi tubuh yang selalu menghantui malam-malam tanpa tidurnya.
"Gue yang harusnya berterima kasih," sahut Joss dengan suara parau, lantas mengeratkan pelukan pada tubuh Gawin. "Gue tahu memulai hubungan baru gak mudah buat lu tapi gue kadang suka kelepasan dan maksa lu buat cepet-cepet jadian sama gue aja. Jadi, makasih, lu masih ngizinin gue untuk sayang sama lu. Gue bisa nunggu lu sampai kapan pun. You are worth all my time."
Gawin tersenyum tipis, membiarkan degup jantung mereka seirama dalam hening. Pembicaraan ini mendamaikan hati mereka berdua dengan cara yang begitu elusif namun nyata. Lalu begitu saya malam itu berakhir dengan perasaan tentram.
KAMU SEDANG MEMBACA
[Joss x Gawin] Our Alternative Reality
Fanfiction"Joss..." "Hm?" "Lu masih mau nunggu gue gak?" Gawin menarik napas dalam-dalam, mencoba mengendalikan emosi yang meluap-luap. Ia menyandarkan kepalanya pada dada Joss dan mendengar dengan saksama bagaimana jantung pria itu berdegup dengan nyaring...