🍡A N O Z 15 🍡

207 25 1
                                    

"siapa yang tak kenal dengan pangeran suci Michael?"

Nama itu selalu saja dibawa oleh guru sejarah yang di setiap cerita diutarakan langsung di depan para siswa-siswinya.

Entah kenapa ekspresi wajah siswa bermasker hitam itu memucat, dan seperti biasa sweater yang dipakainya dipeluk dengan erat. Hampir beberapa waktu kemudian dia memberanikan diri untuk mengangkat tangan, maksud hati ingin mencoba terlihat lebih baik di hadapan si guru galak.

"Ya, Louhan?" si guru galak menoleh dengan tatapan tajam, matanya menusuk seperti tombak yang membuat si laki-laki enggan berbicara.

Si laki-laki bernama Louhan, dia mengangkat hidungnya yang tertunduk lalu mengatupkan bibir. "S-s-s-saya ... Izin ke ruangan kesehatan ...."

Tentunya hal nafas dari si guru galak terdengar, "Selalu begitu, pergilah!"

"B-baik!" Louhan menjauh, tangannya menggenggam erat sweater yang dia kenakan.

Entah kenapa kesehatannya selalu menurun setiap harinya, tentunya dia tidak mungkin tidak bersyukur karena telah dibiarkan hidup kembali.

Hingga ketika dia berjalan dengan tertatih-tatih di lorong panjang, tatapannya bergulir pada seorang guru yang tengah mencoba melecehkan siswa laki-laki berbadan cungkring. Louhan tak memberanikan diri untuk berjalan lebih jauh, tetapi rasa penasaran yang membuatnya tetap di sana dan malah berdiri melihat adegan yang seharusnya segera dia laporkan.

Entahlah, louhan hanya kurang respect dengan keadaan ini.

Hingga akhirnya louhan melemparkan kacamata bergegang tebal yang dikenakannya, tepat mengenai rambut si guru yang terlihat agak pitak. Jelas sekali kemarahan di wajah si guru mesum itu, seolah louhan telah mengganggunya membunuh musuh bebuyutan.

Luhan langsung berlari ke depan menggenggam tangan anak laki-laki bertubuh cungkring itu dan terus berlari sekuat tenaga meninggalkan si guru mesum dengan tatapan marah, jelas sekali si guru mesum menargetkan Louhan setelah ini.

Luhan berlari dan terus berlari mencari tempat teraman untuk bersembunyi, ketika akhirnya dia memutuskan untuk masuk ke gudang kosong di sudut lorong dia yakin dia akan merasa lebih baik.

Gagang pintu dibuka dengan cepat dan sosok dua anak laki-laki masuk ke dalam ruangan dipenuhi debu itu, oh, astaga! Louhan yakin minggu ini dia akan absen lagi karena sakit.

Penyakit paru-parunya telah sangat memburuk, serpihan debu pun dapat membuatnya kritis karena itu dia selalu mengenakan masker. Luhan berdoa, besok dia masih bisa bernafas normal tanpa masker oksigen.

Dengan nafas terengah-engah Tuhan menatap anak laki-laki cungkring yang tadi dia selamatkan, tatapannya bergulir pada wajah si anak laki-laki yang terlihat sama lelahnya dengan dia. Hanya sejenak dia kembali menggulirkan matanya mengelilingi gudang kosong yang sepertinya sudah berdiri sejak lama dan belum pernah direnovasi, Luhan melihat hilir mudik sosok-sosok menyerupai noni Belanda. Benar, terkadang Luhan dapat melihat para makhluk halus walau hanya beberapa detik.

"Are you okay, bro?" Luhan bertanya dengan nafas yang masih terengah-engah.

"Sepertinya." Balas si pemuda berbadan cungkring.

BRAK!

Sebuah papan kayu jatuh dengan keras membuat si pemuda berbadan cungkring bertanya dengan spontan, "Siapa disana?"

Hening, pemuda berbadan cungkring itu tak mendapat jawaban. Tentunya Luhan yang dapat melihat noni Belanda Tengah bergurau pada mereka hanya dapat mengenal nafas dalam diam, noni Belanda itu dengan sengaja menjatuhkan papan kayu besar yang terlihat bersandar dan takkan jatuh berlawanan dari tempatnya bersandar.

Meski dalam keadaan gelap Luhan masih bisa melihat wajah si pemuda cungkring yang terlihat agak ketakutan seperti melihat sesuatu, Luhan merogoh saku celananya berniat untuk menyalakan lampu senter di telepon genggam karena keadaan cukup gelap.

Tetapi hawa dingin di ruangan itu membuat bulu kuduk Luhan berdiri, luhan mengganggu kembali dalam diam sepertinya di belakang Luhan Tengah ada sesosok noni Belanda yang tengah ingin berinteraksi dengan mereka hingga menampakkan wujudnya yang menyeramkan pada si pemuda cungkring.

Perasaan Luhan setelahnya cukup kacau, pandangannya kabur dan keringat dingin terus bercucuran meski kini dia tak sendirian. Tapi itulah masalahnya, dia tengah tak sendirian. Haruskah dia berbicara pada noni Belanda untuk tidak mengganggu mereka? Tetapi jika begitu si pemuda cungkring akan tahu kelebihannya ini, namun bila dibiarkan noni Belanda ini akan semakin mengancam hingga mungkin mengikuti sampai ke rumah salah satu dari mereka dan mengacaukan segalanya.

Karena tak tahu apa yang harus dilakukannya, Luhan memilih diam. Membungkam mulutnya rapat-rapat dan tersenyum seolah tak ada apapun di belakangnya, "Halo, aku Luhan."

Si pemuda yang menatap noni Belanda itu dengan ketakutan tak dapat merespon apapun, kakinya gemetaran dan keringat dingin bercucuran di pelipisnya. "Bisakah kamu menoleh kebelakang?" Kata si pemuda cungkring dengan takut.

Rasa-rasanya Luhan ingin menyerah. Apakah laki-laki bodoh di depannya tak tahu dia Tengah berpura-pura?

"Tak ada apapun, aku sudah melihatnya!" Kata Luhan sembari tersenyum.

Tapi pemuda di depannya semakin memuncak membuat Luhan menghela nafas kembali dan menolehkan kepalanya ke belakang, Tuhan!

Sebuah tubuh dengan kepala yang terapung-apung mengelilingi leher tubuh itu dapat Luhan lihat, seram sekali! Luhan berakting seolah dia mengedarkan pandangannya walau sebenarnya matanya sulit terlepas dari sesosok hantu perempuan itu.

Jika Luhan salah berbicara hingga panggilan terlontar dari mulut Luhan maka noni Belanda yang terlihat marah dan pendendam itu akan terus-menerus datang ke dalam hidup mereka berdua hingga mereka menjadi rampung.

"K-kau lihat?"

"Tidak ada apapun!" Luhan segera membalas, dia menarik tangan si laki-laki cungkring lalu segera membuka knot pintu dan keluar dari sana.

Syukurnya si hantu noni Belanda itu tak ikut pergi, wajahnya yang terapung-apung dan terlihat marah hanya diam di tempat. Sepertinya terjadi sebuah kontrak antara sinonim dan gudang itu atau mungkin gudang itu tempat si noni Belanda mati.

"Kamu terlihat seperti melihat hantu." Ucap Luhan sembari menarik pemuda cungkring itu ke ruang kesehatan. Sial, dada Luhan sakit sekali. Luhan segera menarik si pemuda cungkring ke ruang kesehatan dan selama perjalanan Luhan merasa agak gelisah. Dan tidak ada balasan yang keluar dari mulut si pemuda.

Berkali-kali Luhan menatap jendela lorong berharap noni Belanda itu tak mengikuti mereka berdua, mungkin karena tatapan mata tuhan yang bergerak-gerak dari depan ke belakang membuat si pemuda cungkring ikut menoleh ke arah jendela.

Dan si pemuda cungkring melihat wajah lain di sana, wajah seorang perempuan dengan kepala terpenggal dan sorot mata yang sangat teramat mengerikan dengan darah di sekitar wajahnya.

"Astaga!!"

Luhan berjingkrak kaget ketika si pemuda berteriak tepat di dekat telinganya, "Ada apa?"

"Di-di-di jendela!" Si pemuda menunjuk-nunjuk jendela dengan jari bergetar.

Luhan segera menoleh ke arah jendela dan yang dia tetap hanyalah lapangan luas yang terlihat dari lantai dua tempat Mereka berdiri, tak ada sesuatu yang begitu menakutkan.

Apakah noni Belanda itu benar-benar tak mengikuti mereka?

Jika dia mengikuti kenapa Luhan tidak melihat apapun?

Luhan mencengkram erat tangan pemuda itu lalu menariknya menuju ruang kesehatan yang tinggal beberapa langkah, "sepertinya Kamu terlalu takut dengan si guru mesum hingga berhalusinasi tentangnya!"

Pemuda cungkring itu tak membalas, dia hanya mengangguk dan memeluk Luhan dari belakang sembari menyembunyikan kepalanya di antara leher dan pundak Luhan.

Luhan merasa sering melihat pemuda cungkring ini, dia merasa sering disentuh oleh pemuda cungkring ini. Tapi kapan?

[TRANSMIGRASI] Invisible Twins || Crt ke 6 [HIATUS]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang