Part -3

8 1 0
                                    

Lantai tempat di mana ruangan Azrael berada memang lengang, tidak ada yang lebih hening dari sini di antara setiap lantai di antara Tiankar yang menjulang langit. Ruangan kecil tepat di sebelah, yakni meja Hamdan bahkan lebih lengang lagi.

Dua jam yang lalu, baik atasan dan bawahan itu melenggang menuju lift dan menuju ruang rapat. Venna jadi penasaran bagaimana cara kerja seorang Azrael. Apakah akan meledak-ledak seperti air terjun atau justru setenang air danau? Ini sudah seminggu dirinya menjadi pengawal. Namun, bosnya itu tidak banyak berpesan dan memberi tugas selain hanya mengawal tepat di depan pintu ruangan saja.

Azrael dan segala anomalinya.

Sejujurnya, Venna merasa tidak sesuai dengan job desc beserta rincian upah yang akan masuk ke rekeningnya setiap bulan. Bukankah, Azrael terlihat sangat murah hati? Padahal sepanjang lorong selama satu minggu mengawali keseharian pria itu di kantor dia selalu menemukan pojok gosip di lobi, di kantin, di lift, dan di manapun.

Kumpulan para karyawan perempuan yang menggosip dan menggoreng berita demi berita mengenai sang bos. Venna menyadari bahwa seorang Azrael Bumantara Tiankar tidak pernah luput dari setiap pandang. Seolah sekecil apapun langkah dan napas yang ia embuskan mungkin akan dihitung sebagai gosip baru.

Mereka berkata bahwa Azrael memiliki orientasi seksual menyimpang bahwa bosnya tidak tertarik dengan buah dada melainkan buah zakar. Mereka berkata bahwa Azrael memiliki perasaan terlarang dengan sekretarisnya, Hamdan maksudnya? Gila. Venna menggeleng tak habis pikir. Apa yang mereka ketahui tentang kehidupan dan kedalaman hati seseorang. Venna rasa bukan kapasitas mereka untuk ada di sana. Manusia memang tidak pernah puas membicarakan orang lain; terlebih mengurai setiap sisi buruknya.

Bosnya, Azrael adalah tipikal pria mandiri dan tidak manja. Selalu terlihat parlente dengan berbagai jenis jas mahalnya yang mungkin harga satu lembarnya dapat membayar bill makanan Venna selama tiga bulan penuh. Itu adalah perbedaan signifikan antara atasan dan bawahan—garis miring babu garis miring sudra.

Ah, orang-orang kaya dengan segala kegemerlapannya ini. Sounds creepy.

Venna baru saja mengembuskan napasnya untuk beberapa kali saat ia melihat bunyi denting lift di lorong berbunyi. Lantas gadis itu menampilkan posisi siap. Ia kemudian memutar tubuhnya. Di kelokan lorong, Azrael dan Hamdan tiba.

Wajah Hamdan kaku seperti kanebo kering dengan setetes bulir keringat yang mampir di atas alisnya. Sedangkan wajah sang bos, Venna memiringkan kepala sedikit, otot wajahnya bergerak sedikit. Aura dan ekspresi Azrael seperti tidak terlihat baik. Menyeramkan seperti ingin memakan orang.

Hamdan kemudian melewatinya memberi sinyal 'nanti gue cerita sama lo, Mbak' kemudian Azrael langsung masuk ke dalam ruangan bersama Hamdan meninggalkan sisa-sisa aroma parfum mahalnya yang menusuk penghidu Venna.

Sekitar lima menit hening saat pintu ditutup. Dinding ruangan yang kedap suara tidak akan bisa didengar oleh orang lain. Venna kemudian berpikir,

Apa grafik penjualan perhiasan bulan ini menurun drastis?

Apa divisi desain mengecewakan dan menghancurkan ekspektasi Azrael?

Atau divisi marketing tidak bekerja sebagaimana mestinya dalam mengatur penjualan dan distribusi pemasaran?

Berbagai macam spekulasi hinggap di kepalanya dan setelah itu bunyi pintu terbuka lalu tertutup kembali. Venna menoleh, Hamdan keluar dengan muka nelangsa. Wajahnya sangat menyedihkan. Bagaimana ini, Hamdan bahkan terlihat sepuluh tahun lebih tua dari Venna bahkan dari Azrael sendiri kalau dia terus menunjukkan wajah tertekan ini. Kasihan.

"Kenapa lo?" Venna yakin pasti ada masalah.

"Panjang ceritanya, Mbak."

"Kaya kereta api?" Venna bertanya dengan nada biasa dan tidak membuat lelucon namun Hamdan semakin masam mendengarnya. Mengapa Venna bercanda padahal tidak lucu sama sekali.

The Oldest Tiankar and His Tomboy BodyguardTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang