Selama sebulan lebih bekerja di Tiankar Company. Venna rasa dia menemukan teman-teman yang bisa diajak bercengkrama di sela-sela jam istirahat. Seperti rutinitas makan siang di kantin. Biasanya, hanya akan ada Hamdan yang menjadi partner makan. Sekarang bertambah menjadi tiga serangkai yang baru. Jadilah kelima anak manusia itu memenuhi satu meja makan yang berada di sudut kantin sejak beberapa menit yang lalu.
"Lama-lama gue bisa possess..." Dinda menghela napas berkali-kali dan setelah menggelengkan kepala tak lupa menepuk surainya. Seolah ingin mengeluarkan sesuatu dari sana.
"Kenapa lagi, Din?" Dewi mengarahkan atensi pada teman kerjanya ini.
"Lo tau kan, Wi. Lingkungan tempat tinggal gue banyak bocilnya tuh. Jadi tiap pagi, tiap siang, tiap sore, tiap malem. Masa nyanyinya gini loh, Innalillahi Aliyah, mata kiri, mata kanan, Michael Jackson liat nanti yah, astaga pusing gue dengernya." Dinda tidak bisa tidak mengeluh mereka terlalu ekstrem bahkan terkadang beberapa anak sengaja membuat konser mini dengan memukul alat-alat sebagai kendang. Bocah-bocah kampung meresahkan.
"Anak-anak gen-Alpha emang makin-makin gue rasa. Kita yang gen-z ini gak bisa nanggung. Padahal udah dicap generasi lembek dan lebay." Tasya ikut membenarkan seraya menyeruput kuah sup menu makan siangnya.
"Mana ngomongnya kata-kata aneh, nonsense. Ada mewing, skibidi, sigma. Itu apaan coba...?" Dinda tak lupa mengunyah sayap ayam goreng dipiringnya.
"Oh iya bener, adek sepupu gue bilang gini. Dia minta gue suruh pilih skibidi atau sigma. I don't get it, dude. Sigma itu setahu gue simbol buat rumus fisika ya anjer." Tasya merespon sesekali menyeruput kuah sup tahu di mangkuknya.
"Skibidi itu artinya jelek, Sigma artinya keren, Sya." Hamdan menyela. Kenapa dia yang milenial ini tahu? Ya karena keponakan yang menjelaskan.
"Gokil banget lo, Mas. bisa tau bahasa nyeleneh." Dewi yang menerima keluhan dari teman-temannya kemudian kini melihat Hamdan menepuk-nepuk lengannya seraya terkekeh.
Hamdan mengangkat bahu dan menunjukkan raut sombongnya. Terlihat lucu memang. Sedangkan Venna hanya menyimak saja sesekali ikut tertawa jika pembahasan yang dilakukan empat rekannya ini mengandung hal-hal jenaka. Venna sedang menyumpit salad sayur di piringnya saat merasakan sebuah benda pada saku jasnya bergetar. Perempuan itu meraih tempat di mana ponselnya berada. Saat ia melihat nama yang tertera di susul dengan pesan teks singkat. Perempuan itu berdiri cepat dengan bunyi kaki kursi yang berderit nyaring. Membuat keempat rekan di satu meja itu sontak menatap ke arah Venna bersamaan.
"Kenapa, Mbak?" tanya mereka pada Venna.
Venna berkedip cepat dia kali lalu menepuk Hamdan. Hamdan yang melihat kode itu seketika mengumpulkan pemahamannya dengan cepat. Ini pasti berhubungan dengan bos. "Dan, urgent."
Hamdan terjaga. Venna meminum airnya seteguk sempat baru selesai menelan sayuran yang ia kunyah. "Pak bos bilang ada penyusup yang masuk ke ruangan dia."
"Jadi gimana, Mbak?"
Venna melihat keempat rekannya satu persatu kemudian berkata lugas, "Kalian jagain makanan gue bentar ya, in ten Minutes gue pasti balik lagi ke sini." Baru selesai keempat manusia itu mengangguk, Venna bahkan sudah menghilang dari pandang.
"Jangan bilang ada perempuan yang nyelonong ke ruangan pak Bos?" Dinda menebak cekatan dan Hamdan mengangguk membenarkan.
"Mau liat ah..." Tasya yang penuh dengan kuriositas itu ingin beranjak dari kursi padahal nasinya masih tersisa banyak.
Hamdan menahan dengan menggeleng dan melarang, "Dengerin pesan Mbak Venna." Dinda dan Dewi pun dengan gesit menarik Tasya kembali ke kursinya.
"Yah, padahal mau liat drama korea," cetus Tasya mendesah lirih. Kemudian gadis itu fokus kembali menghabiskan makan siangnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Oldest Tiankar and His Tomboy Bodyguard
RomanceMenjadi sang pewaris sulung dari Tiankar Group, tidak serta-merta membuat hidup Azrael menjadi tenteram. Ia pikir sang Mama tidak akan sibuk untuk merecoki kehidupannya lagi terlebih urusan asmara. Azrael bukannya tidak suka wanita. Dia normal, nam...