5. Lips

640 58 4
                                    



Anneth berjalan santai memasuki rumah Omanya, setelah mengabari keluarga besarnya tentang pernikahannya yang akan diadakan beberapa minggu lagi, Omanya mengamuk.

Merasa tak dihargai karena tak diberitahu, dan bahkan tak dikenalkan dahulu sebelum merencanakan pernikahan.

Meskipun langkahnya santai, namun dalam hati Anneth sudah sangat deg-degan. Takut tak dapat warisan karena kurang ajar, apalagi jika sampai Omanya membatalkan pernikahannya.

Bagaimanapun juga, Oma adalah orang paling dihormati di keluarga juga sangat dipatuhi. Selain karena memang harta mereka berasal dari Oma, aura dominan dan intimidasi wanita tua itu sangat kuat hingga membuat nyali ciut jika berhadapan dengannya.

Ia bergidik ngeri saat baru dua langkah masuk saja Omanya menatapnya seakan akan ingin membunuhnya saat ini juga.

"Dasar anak kurang ajar! Biadab! Sini kamu!" teriak Oma lantang.

Anneth menelan ludahnya susah payah, melirik Mama yang duduk tenang sambil memalingkan muka, tidak ingin bertanggung jawab padahal dirinya dan Papa lah yang memaksa agar cepat-cepat menikah.

"Ngapain kamu?! Ayo cepat sini!" suara keras itu menyadarkannya, dengan cepat-cepat dia berlari kecil ke arah Omanya.

Melepas sepatu hak tingginya agar tidak terlalu tinggi jika berdiri disamping Oma, karena dia sangat hafal dengan serangan utama sang Oma.

Jewer telinga.

"Aduhh! Aya! Sakit! Sakit!" ringisnya saat telinga kanannya benar-benar dijewer keras.

Untung saja dia sudah melepaskan antingnya sebelum masuk, kalau tidak, mungkin antingnya yang ditarik wanita tua pendek itu.

"Anak kecil kayak kamu mau nikah gak beritahu aku, huh?! Memangnya aku sudah mati?!" omel Oma beralih ke telinga satunya lagi.

Anneth hanya bisa meminta maaf sambil meringis, jika menjawab sudah pasti akan semakin parah.

"Dulu aku yang bersihin popokmu, hey wanita! Sekarang kamu lupa punya aku?!" lanjutnya kini memutar-mutar jewerannya.

"Mama, help!" pinta Anneth dengan mata berkaca-kaca, hampir menangis.

Mama cepat-cepat memalingkan muka, mengambil majalah di atas meja dan pura-pura sibuk membaca.

"Help, halp, help! Ini akibatnya kalo lupa minta restuku! Dasar anak biadab! Susu formula yang dulu kamu minum itu pakai uangku!"

Oma semakin menyiksa telinganya, air mata kesakitan itu tak dapat dia bendung. Dia lebih baik diomeli dengan kata kasar andalan Oma daripada dijewer dengan brutal seperti sekarang.

"Huh!" Oma melepas jewerannya, beralih mencubit pinggang ramping cucunya itu.

"Aw!" ringisnya lagi saat merasakan cubitan pedas itu.

Dengan geramnya mulut wanita tua itu terus mengomel, dengan tangannya yang menyiksa sang cucu sebagai bumbu pelampiasan amarah serta kekecewaannya.

Setelah merasa puas dia mengatur nafasnya, berjalan meninggalkan Anneth yang masih meringis merasakan sisa-sisa penyiksaan yang dia terima.

Oma duduk di sofa single, menyeruput teh dan terdiam lama.

Anneth menghela nafas lega. Ikut duduk di sofa yang sama dengan Mamanya dan mengelus-elus telinga serta pinggang bekas cubitan.

"Ines ya, dari keluarga Hernandez." gumam Oma dengan keras.

Anneth dan Mama sontak melirik, merasa deg-degan jikalau kalimat selanjutnya adalah kalimat yang mereka takutkan.

Doux Amour.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang