7. Tragedy

126 16 2
                                    




Anneth dan Dhalia mengerutkan keningnya bersamaan saat pintu lift terbuka dan orang-orang berkumpul di depan kamar Anneth dan Ines.

"Itu kenapa, Aunt?" bisik Dhalia sibuk memakan ice creamnya.

Anneth yang juga sedang memakan ice cream mengangkat bahunya tak tahu, dengan suapan besar dia menghabiskan esnya.

Terdiam sejenak merasakan otaknya diterpa dingin akibat tindakannya, setelag menetralisir keadaannya dia segera berlari kecil menghampiri kerumunan yang kebanyakan keluarga mereka.

"Ada apa?" tanya Anneth pada salah satu anggota keluarganya.

"Itu saudari sama sepupu calon istri kamu datang trus rusakin gaung pernikahan calon istri kamu." adu orang itu berbisik.

"Hah? Yang bener?" kaget Anneth.

Dia segera menerobos masuk. Benar saja gaung rancangan Ines yang disimpan di kamar mereka sudah terjatuh di lantai dengan noda soda yang kentara dan sobekan luas di area perutnya.

Anneth langsung menatap khawatir Ines yang duduk frustasi di pinggir kasur seraya menunduk meremas rambutnya.

Matanya beralih mencari pelaku, namun tak bisa dia temukan. Mungkin mereka sudah kembali ke kamar mereka yang ada di lantai lain.

"Keluarga macam apa itu?" celetuk salah seorang sepupu.

Anneth menoleh, mengisyaratkan untuk menutup mulut di situasi  sekarang.

Bukannya berhenti, yang lain malah menimpali dengan kata-kata kurang mengenakkan yang sudah pasti menyakitkan bagi Ines.

"Anneth, kamu yakin mau berkeluarga sama orang yang gak harmonis keluarganya?"

"Gimana kalo kamu juga digituin sama mereka nanti?"

Anneth menghela nafasnya, masih mencoba sabar.

"Keluarganya aja sakit mental apalagi dia."

"Pasti dia juga bakal tantrum kayak mereka."

Anneth mengambil payung yang ada didekatnya, memukul satu persatu sepupunya yang berbicara tadi. Dia benar-benar menghajar mereka sampai membuat mereka bubar dengan terbirit-birit.

"Pergi kalian semua! Dasar limbah!" teriaknya marah.

Tersisa Dhalia yang terdiam syok dengan bersender pada tembok kamar sambil menatap bibinya itu ketakutan.

Anneth tak memperdulikan kehadiran gadis itu, dia melempar asal payung ditangannya dan kembali berjalan mendekati Ines yang sudah menangis dengan menutup wajahnya.

Wanita itu berlutut dihadapan Ines, menarik pelan tangannya yang menutup wajahnya lalu mengusap pelan air matanya.

"Hey, maaf telat pulang." sesalnya sembari terus menghapus air mata Ines yang mengalir.

Ines menggeleng pelan, mencoba untuk menghentikan tangisnya meski pada akhirnya air matanya semakin deras mengalir.

Anneth menghela nafas lagi, dia duduk disebelah Ines dan menariknya untuk dipeluk.

"Nangis aja, ada aku." ujarnya penuh kelembutan sembari mengelus lembut kepala Ines.

Tangis Ines semakin pecah. Berbagai emosi berkecamuk di dadanya, memunculkan air mata yang tak bisa dia tahan.

Untuk pertama kalinya, setelah beberapa tahun mencoba kuat, ia kembali menangis. Namun berbeda dengan dulu, kini, ada yang memeluknya. Memberikan kekuatan lewat pelukan hangat dan elusan lembut di kepalanya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Nov 05 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Doux Amour.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang