Seminggu sebelum pernikahan.
Anneth duduk di bangku tunggu bandara negara Denmark. Dia sudah sampai beberapa hari lalu dan sekarang menunggu Ines yang baru menyusul.
Wanita muda itu duduk melamun, sedikit mengantuk karena terlalu sibuk menonton film lesbian agar menambah ilmu perlesbiannya.
Sedangkan urusan pernikahannya Mama yang handle semuanya, Anneth dan Ines hanya diminta datang, ucap janji, pasang cincin, ciuman dan pulang.
Bahkan rencana bulan madu mereka ke Puerto Rico juga sudah diurus oleh Mamanya. Semuanya Mama yang kerjakan.
Tamu mereka hanya keluarga besar dan beberapa sahabat serta kolega bisnis yang mau dan menerima hubungan sesama jenis.
Mama sempat mengusulkan agar pestanya diadakan di kapal pesiarnya saja, tapi Anneth tak bisa seenaknya mengganggu jadwal kapal dan juga tak enak dengan investor.
Meski investor utama, Papa, juga mengusulkan ide yang sama.
Lagipula baginya, dan juga Ines tentunya, pesta di hotel pinggir pantai saja sudah sangat cukup.
Kebetulan juga mereka berdua menyukai pantai, bukan laut.
"Belum datang juga, kak?"
Anneth terkejut bukan main saat tiba-tiba adik bungsunya yang duduk disebelahnya buka suara, mungkin karena saking tenggelamnya dalam lamunannya sampai lupa akan kehadiran entitas tak dikenal itu.
"Mikirin yang enggak-enggak tuh, makanya kaget banget liat aku." cibir Tamara, adik bungsunya.
"Sembarangan! Emang aku kayak orang mesum?" kesal Anneth memalingkan muka.
"Ya siapa tau keseringan nonton film biru lesbian bikin kakak jadi mesum." sindir Tamara tersenyum licik.
Anneth terdiam, pipinya merona karena tertangkap basah oleh adik tengilnya. Dia memang menonton film tak senonoh itu untuk menambah wawasan dalam dunia seks lesbian agar gak malu-maluin di malam pertama.
"Kakak bohong ya?" curiga Tamara.
Anneth meliriknya malas, "Bohong apaan?"
"Bohong kalo kakak itu lesbian." jawab Tamara enteng.
"Orang normal juga kalo nonton dua cewek telanjang lagi mantap-mantap pasti horny, sedangkan kakak? Kayak lagi nonton film thriller." lanjutnya.
Anneth menghela nafas, resah dengan tatapan interogasi adiknya dan pertanyaan sensitif itu di tempat publik.
"Udah diem aja deh, nanti aku beliin tas yang kamu mau." sogokan itu berhasil membungkam mulut Tamara yang memang tergila-gila dengan tas.
"Jangan kasih tau siapa-siapa." Tamara mengangguk mendapatkan peringatan itu.
Tak lama akhirnya pesawat yang mereka tunggu tiba, keduanya bernafas lega. Segera berdiri untuk sekedar merenggangkan otot dan agar Ines bisa melihat mereka.
Anneth jadi deg-degan, rasa rindunya meluap di dada. Setelah beberapa hari hanya bertatap muka lewat layar ponsel, akhirnya hari ini dia bisa memeluk calon istrinya itu.
"Biasa aja senyumnya, kayak orang mesum." sindir Tamara membuat Anneth salah tingkah.
"Apa sih! Mesum mesum terus bahasannya dari tadi." jengkelnya.
"Ya lagian." Tamara manyung, dia tak bisa mengembalikan image wanita polos kakaknya setelah melihatnya menonton itu.
Setelah menunggu lagi beberapa saat, akhinya Ines muncul dengan kopernya dan juga senyum manisnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Doux Amour.
RomantikKisah pasangan lesbian yang tidak ingin menjadi lesbian tapi terpaksa menjadi lesbian.