Matahari sedang melambung tinggi membikin kota Makassar dalam genggaman sang tata surya. Kota ini terasa akrab dengan panasnya cuaca, namun kulit-kulit Rina sudah terbiasa dengan kecupan hangatnya sang mentari. Sangat romantis, kan?
Rina yang berada di menara Pinisi UNM sedang berdiskusi dengan teman-temannya. Tidak lain dan tidak bukan mereka adalah Feny, Rangga ,dll. Topiknya tidak jauh dari seputar dunia perlombaan, yaitu kegiatan yang telah mereka ikuti di Jakarta beberapa minggu yang lalu.
"Ehhh Rin, gimana keadaanmu sekarang, apakah ayahmu juga baik-baik aja?" tanya Feny yang ingin memastikan keadaanya.
"Alhamdulillah! Baik kok. Dan, sejauh ini sudah ada perubahan juga."
"Gimana kalau aku menawarkan pengobatan gratis, Rin. Kebetulan keluargaku yang sedang menjabat Wali Kota punya programnya," tawar Feny dengan serius.
"Gimana yah ... apakah tidak akan merepotkan nantinya?"
"Kamu tenang aja. Kita adalah tim dan kita juga adalah keluarga."
"Terima kasih banyak yah, Fen. Dan, maaf aku sudah sangat merepotkan kamu."
Mereka kemudian saling berpelukan, dan air mata Rina mengalir dengan derasnya. Begitupun dengan Feny yang sangat perihatin dan iba terkait dengan kondisi keluarga Rina.
Rangga dan yang lainnya hanya bisa menahan kesedihan di wajah mereka ketika melihat fenomena semesta yang sedang bekerja. "Semangat yah, Rin! Kamu harus kuat. Kami semua ada di sampingmu," ucap salah satu dari mereka.
Karena mendengarkan kalimat sakti tersebut, Rina malah semakin menumpahkan air matanya. Dan, pelukannya terhadap Feny juga semakin erat.
***
Beberapa hari kemudian, Feny datang ke rumah Rina bersama dengan dokter pribadinya dengan maksud untuk menjemput Ayah Rina untuk dibawa ke rumah sakit. Tawaran tersebut sudah Rina ceritakan kepada kedua orang tuanya, dan mereka juga sangat bersyukur jika pemerintah setempat sangat memperhatikan rakyat kecil.
Setibanya di rumah Rina, ayahnya pun digotong untuk naik ke mobil dengan bantuan tetangganya. Dan, sejurus kemudian setelah semuanya kelar. Akhirnya mereka melaju menuju ke rumah sakit untuk melakukan pengobatan dan terapi di Primaya Hospital Makassar. Kebetulan juga CEO dari rumah sakit tersebut adalah masih adik kandung dari Ayah Feny.
"Rin, kamu tidak usah khawatir, yah! Mengenai pengobatan ayahmu semuanya sudah saya atur. Saya cuman ingin minta tolong agar kamu dan ibumu lebih banyak berdoa."
"Terima kasih banyak, yah! Saya cuman bingung bagaimana caranya membalas kebaikan kamu di kemudian hari."
"Kamu tidak usah memikirkan itu. Lebih baik kamu lebih rajin lagi belajarnya agar kita bisa sama-sama berpartisipasi di lomba selanjutnya."
"Terima kasih banyak yah, Fen! Hatimu bagaikan malaikat."
"Iyya sama-sama. Saya juga sudah menyewa tukang untuk membangun ruko di depan rumahmu. Dan, itu juga merupakan bantuan dari pemerintah agar ibumu nanti bisa bekerja dengan nyaman."
Selanjutnya, Rina tidak bisa berkata-kata lagi terkait dengan semua kebaikan Feny dan keluarganya. Ia hanya mengingat doa-doanya selama ini yang telah dijabah oleh Allah.
Selama dalam perawatan Ayah Rina pun sudah ada perubahan. Kini Pak Abdullah sudah bisa merasakan posisi duduk, di mana pada awalnya hanya bisa terus berbaring. Rina dan ibunya juga sangat setia menemaninya di rumah sakit. Dokter yang merawatnya juga menceritakan jika Ayah Rina mendapatkan keajaiban dan pertolongan dari Allah, sehingga beberapa bulan lagi sudah bisa dipastikan akan sembuh total.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sebuah Novel: RINDU YANG PATAH
FantascienzaReza dan Rina adalah seorang sahabat yang sedang melanjutkan pendidikan master di Kanada dengan bantuan beasiswa pemerintah yaitu LPDP. Namun, langkah mereka tidak semulus muka artis korea setelah mendapatkan beasiswa bergensi tersebut karena mereka...