Pesan dari Masa Lalu

2 0 0
                                    


Saat matahari mulai tenggelam di balik pegunungan, Arga dan Alya kembali menuju Rumah Gading dengan tekad baru. Mereka merasa waktu mereka terbatas—semakin lama mereka menunda, semakin kuat perasaan bahwa sesuatu yang jahat terus mengintai mereka. Sesampainya di rumah itu, mereka bergegas menuju ruang tengah, di mana cermin besar yang dihuni bayangan Melati berdiri dingin, seakan menunggu mereka.Ketika Arga mendekati cermin, suara lembut Melati terdengar kembali. "Kalian kembali... apa kalian telah menemukan jawabannya?" tanya Melati, suaranya menggema dari dalam kaca, seolah menembus dari dunia lain.Arga mengangguk. "Kami bertemu kepala desa, Pak Darto. Dia bilang kamu dikhianati oleh keluargamu sendiri dan itu penyebab semua kutukan ini. Apakah itu benar?"Bayangan Melati tampak menunduk sedih. "Mereka takut padaku. Aku memiliki... kemampuan yang tidak mereka pahami, dan mereka takut itu akan membawa kehancuran bagi keluarga kami. Ketakutan itu yang menghancurkanku. Tapi... aku tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi padaku. Aku hanya tahu, sejak saat itu, aku terperangkap di sini, menyaksikan generasi demi generasi datang dan pergi."Alya menatap cermin itu dengan perasaan simpati. "Apa yang harus kita lakukan untuk membebaskanmu? Kami menemukan pesan di jurnal keluargamu yang mengatakan sesuatu tentang 'yang hilang harus dikembalikan.'"Melati memandang mereka melalui pantulan yang suram. "Aku pun tidak tahu apa yang hilang. Namun, mungkin... benda-benda yang dahulu menjadi bagian dari hidupku, yang menyimpan memoriku. Di rumah ini, di ruang-ruang yang tersembunyi.""Baik," kata Arga tegas. "Kami akan menemukan benda-benda itu. Di mana kami bisa mulai mencarinya?"Melati memberi petunjuk dengan tatapan cermin yang menyiratkan sebuah arah. "Ruang bawah tanah. Banyak rahasia tersembunyi di sana. Namun, hati-hati, karena ruang itu tidak hanya menyimpan memoriku... tetapi juga dendam yang berakar dalam."Mereka berdua mengangguk, berjanji untuk berhati-hati. Dengan membawa senter, Arga dan Alya melangkah menuju pintu kayu tua di sudut ruangan yang mereka yakini sebagai jalan menuju ruang bawah tanah. Pintu itu sulit dibuka, seakan telah bertahun-tahun tak tersentuh, tetapi dengan usaha, mereka berhasil membukanya.Tangga kayu yang mengarah ke bawah terbungkus debu dan bayang-bayang. Suasana semakin mencekam saat mereka turun, setiap langkah terasa seperti membawa mereka semakin dalam ke rahasia kelam yang selama ini tersembunyi.Di ruang bawah tanah, mereka menemukan peti-peti tua dan perabotan yang dilapisi debu tebal. Di salah satu sudut ruangan, mereka menemukan sebuah kotak kayu kecil yang tampak lebih bersih dibandingkan benda lainnya, seolah-olah telah sering dijamah. Di atasnya terdapat ukiran nama "Melati."Alya membuka kotak itu dengan hati-hati, dan di dalamnya mereka menemukan beberapa benda milik Melati: sebuah kalung antik, sehelai pita berwarna merah, dan sebuah buku harian. Saat Arga menyentuh kalung itu, sebuah bayangan melintas dalam benaknya—sekilas ingatan tentang seorang gadis muda yang berlari di taman, tertawa riang sebelum segalanya berubah kelam."Aku rasa ini miliknya," bisik Arga. "Mungkin dengan benda ini, kita bisa membantunya mengingat."Namun, saat mereka hendak kembali ke atas, terdengar bunyi langkah kaki di belakang mereka. Mereka berbalik, tetapi tidak ada siapa pun. Cahaya senter mereka bergetar di udara, menyoroti ruang yang gelap dan kosong. Tiba-tiba, pintu di atas tangga menutup dengan keras, membuat mereka terperangkap di dalam ruang bawah tanah yang sunyi."Kita tidak sendiri di sini..." bisik Alya, suaranya gemetar.Arga menggenggam kalung Melati lebih erat, merasakan dinginnya logam di tangannya. Mereka tahu, ini bukan hanya sekadar pencarian benda masa lalu—ini adalah pertarungan melawan sesuatu yang lebih besar dan jauh lebih menakutkan.

Bayang-Bayang di Balik CerminTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang