Apa itu Tuhan? Apakah Tuhan hanya mengamati dari kejauhan, tanpa peduli dengan makhluk-Nya yang sering kali merasa putus asa menghadapi rintangan hidup?
Di antara miliaran kehidupan yang tersebar di alam semesta, pertanyaan-pertanyaan seperti itu mungkin sering kali terdengar mengisi keheningan malam. Mereka bertanya, merenungkan, mengamati kehidupan yang konon diciptakan oleh Tuhan itu sendiri.
Namun, apakah sebenarnya Tuhan itu ada? Jika memang ada, mengapa Dia tidak hadir di saat makhluk-makhluk ciptaan-Nya mengalami kesulitan?
Pemikiran ilahi tidak dapat dipahami secara rasional. Semua orang tentu menyadari hal itu. Seperti halnya seorang tokoh dalam buku cerita, tokoh tersebut tidak akan mengerti apa yang dipikirkan sang penulis dalam menentukan alur ceritanya.
Meski begitu, keberadaan sang ilahi sering kali menjadi pertanyaan oleh mereka yang merasa putus asa dalam takdirnya. Seolah-olah, takdir itu hanyalah narasi yang tak dapat diubah, dan Tuhan, sebagai penulis, hanya memberkahi tokoh-tokoh yang Dia kehendaki.
Dahulu kala, pertanyaan-pertanyaan itu selalu terlintas dalam benak Eliza. Dia terus mempertanyakan arti dari kehidupan yang sesungguhnya, mencari makna di balik penciptaan alam semesta. Dia juga sering mempertanyakan keberadaan Tuhan yang seolah tidak peduli terhadap makhluk ciptaan-Nya.
Setiap malam tiba, Eliza terus bertanya-tanya pada dirinya sendiri; untuk apa Tuhan menciptajan dunia ini? Apa tujuan kita hidup jika pada akhirnya semua akan berakhir dengan kematian? Mengapa tidak semua makhluk diberi kesempatan untuk mendapatkan takdir yang baik di sepanjang hidupnya?
Bagai sebuah akar pohon, setiap kali Eliza mempertanyakan tentang hidup, pertanyaan-pertanyaan lain akan terus muncul tanpa memberikan satu pun jawaban pasti. Namun, dia pantang menyerah untuk mencari jawabannya. Dia merasa yakin bahwa setiap keberadaan pasti memiliki makna yang indah.
Hingga pada akhirnya, cara pandang Eliza mulai berubah seiring berjalannya waktu. Nasib tragis yang terus menimpa dunianya membuat dia berpikir, bahwa kehidupan tidak memiliki makna sejati. Kebebasan, kebahagiaan, keadilan, cinta dan kasih sayang, semua itu hanya sekadar fatamorgana di tengah kehampaan tak berujung.
Semakin Eliza terjebak dalam dasar jurang keputusasaan, dia semakin meyakini bahwa kehampaan adalah awal dan akhir dari segalanya. Segala bentuk emosi merupakan ilusi untuk mengisi kekosongan sesaat, ataupun perisai yang melindungi kita dari kenyataan yang mungkin sulit kita terima—bahwa kita adalah kehampaan yang berusaha menjadi sesuatu.
Tidak ada yang patut ditangisi, tidak ada yang perlu dicari, segalanya akan berakhir dalam ketidakpastian takdir. Di dalam labirin kehidupan tanpa makna ini, semua makhluk hanya perlu menerima kenyataan bahwa segalanya akan kembali menjadi kehampaan, tanpa jejak yang berarti.
Prinsip seperti itu pernah Eliza pegang teguh tanpa sedikit pun meyakini keberadaan makna. Dia sempat tidak peduli terhadap kehidupan, termasuk nasib tragis yang masih menimpa dunianya tanpa akhir.
Hingga pada suatu ketika, seorang pria misterius datang di hadapan Eliza. Keduanya saling bertukar pikiran, memperdebatkan cara mereka memandang kehidupan.
Setelah Eliza mengungkapkan prinsip hidup yang dia yakini, pria misterius itu justru memberikan pertanyaan lain:
"Nona Tanpa Nama, bagaimana jika ... kehidupan ini hanyalah imajinasi dari sang Pemilik?"
Pertanyaan itu terdengar sangat menggantung di telinga Eliza. Meskipun dia sangat pintar dalam menciptakan ilmu sihir, kinerja otaknya tiba-tiba melambat, tak mampu mencerna kalimat tersebut.
Tanpa memberikan waktu lebih lama untuk Eliza mencerna pertanyaan itu, pria misterius tersebut melanjutkan dengan panjang lebar.
"Eksistensi kita tidak lebih dari sekadar ilusi. Apa yang kita anggap sebagai kenyataan, mungkin hanyalah bayangan dari pantulan mimpi yang tak pernah kita sadari. Kita mungkin tidak pernah benar-benar ada, hidup kita hanya sebatas sandiwara bagi mereka yang membutuhkan hiburan."
KAMU SEDANG MEMBACA
World Destruction II : Symphonia Universum
FantasyApa yang ada di akhir kehidupan? Bagaimana jika makhluk yang mewakili keburukan dan pemimpin kebaikan bersatu, untuk menghadapi Entitas Kosmik? Entitas Kosmik adalah Dimensional Being yang disembah sebagai Dewa, eksistensi yang menembus batas dimens...