0.7 Jawaban

0 0 0
                                    

Bulan purnama menggantung megah di langit malam, udara dingin menyelimuti kulit cantik kedua sosok yang sedang duduk di balkon kastil. Dalam keheningan malam, raut wajah mereka tampak serius, tenggelam dalam perbincangan yang dalam.

Beberapa kali, Lustia mengerutkan dahinya saat mendengar penjelasan yang disampaikan Michael. Tatapannya terpaku pada bola mata sang archangel, seolah berusaha menembus kedalaman pikirannya, untuk mencari secercah kebenaran yang tersembunyi di balik setiap kata.

"Dengan kata lain, tujuan kalian bersekutu dengan kami berasal dari keinginan pribadi, tanpa melibatkan Calestia?" tanya Lustia, dia menarik kesimpulan dari penjelasan Michael.

"Ya~" Michael mengangguk ringan. "Aku bersumpah tidak ada kebohongan dalam setiap kata-kataku. Bahkan, jika kamu ingin mengintip ke dalam ingatanku, kamu tidak akan menemukan apa-apa, selain kejujuran yang sudah aku sampaikan."

Sejenak, Lustia merenung dalam keheningan. Pikirannya bekerja lebih cepat, mencerna setiap kalimat yang disampaikan Michael. Sebagai iblis yang memiliki kebijaksanaan paling tinggi, dia tak ingin melewatkan segala kemungkinan yang bisa saja terjadi.

Memang, sulit untuk menerima kenyataan bahwa sosok musuh di masa lalu, yang menciptakan tragedi kelam di dunia iblis, kini datang menawarkan diri sebagai sekutu. Apalagi, sosok tersebut adalah seorang dewi yang mereka benci, eksistensi yang ingin mereka lenyapkan demi membalaskan dendam.

Namun, setelah mendengar penjelasan yang terdengar begitu serius dan tulus dari Michael, Lustia perlahan mulai mengubah pikirannya, seakan memaksa pikirannya untuk mempertimbangkan apa pun yang awalnya tampak mustahil.

Jika Lustia sudah mulai mempertimbangkan suatu pilihan dengan serius, itu pertanda bahwa suatu konflik yang menanti mereka di depan sana benar-benar rumit atau mungkin di luar kendali mereka, bahkan bagi Eliza sekalipun.

"Ternyata begitu," gumam Lustia sambil menyentuh dagunya, sekilas dia mengingat kembali masa lalu. "Aku pernah merasa ada kejanggalan saat Eliza mampu mengendalikan bulan untuk mengakhiri Ecliptic War. Tidak mungkin fenomena itu terjadi tanpa campur tangan Lunatic."

"Awalnya, kukira itu hanyalah jebakan untuk menjebak Eliza, bahwa suatu hari kekuatan itu akan menuntut bayaran setimpal. Saat itu, aku sempat berpikir Lunatic akan menjadikan Eliza sebagai bidaknya. Namun..." Lustia tersenyum tipis. "Tak kusangka dugaanku tepat—dan ternyata, jauh lebih menarik dari yang kubayangkan."

Senyuman tipis ikut menghiasi wajah Michael, seakan menggambarkan dirinya merasa kagum dengan Lustia yang mampu berpikir sampai sejauh itu. "Hee~ Sesuai dengan rumor yang sering aku dengar di surga, kamu memang sangat cerdas."

Mendengar pujian itu, Lustia memberikan senyumannya pada Michael, senyuman pertama yang dia berikan pada entitas surga. "Khufu~ Aku senang mendengar namaku telah menggema hingga ranah surgawi. Kalau begitu... sebagai rasa terima kasihku atas pujian itu, tolong sampaikan kepada mereka untuk bersiap menghadapi kematian yang sesungguhnya, tak peduli dengan keabadian yang mereka miliki."

Meskipun itu adalah ancaman yang mengerikan, Michael justru tertawa lepas. "Hahaha. Berani sekali kamu berkata seperti itu di hadapan salah satu pemimpin malaikat." Kemudian, Michael menghela napas pendek. "Yah, meski begitu, aku mengerti perasaanmu. Baiklah, akan aku sampaikan setelah aku menentukan jalan hidupku."

Mendengar hal itu, alis mata Lustia seketika terangkat, seakan ada sebuah kalimat yang membuat dia merasa aneh. Namun, sebelum dia sempat mengutarakan keanehannya, Michael lebih dulu bersuara.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: 4 hours ago ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

World Destruction II : Symphonia UniversumTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang