Wangi sandalwood yang maskulin menyeruak masuk ke hidung Hyeyoon sesaat setelah tiba di kamar pria itu. Harumnya terasa mengintimidasi seolah dirinya sedang berada dalam dekapannya. Wooseok duduk di pinggiran kasur membiarkan Hyeyoon berdiri di depannya menatapnya bingung. Dalam posisi ini tinggi mereka menjadi sejajar, membuat Hyeyoon bisa melihat dengan jelas setiap inci wajah pria itu. Kedua tangan Wooseok menggenggam kedua tangan wanita itu dan menatapnya dalam.
"Aku takut tidur sendiri, kasurnya begitu luas jika diisi satu orang. Jadi, kau akan tidur di sini denganku," tutur pria itu. Alih-alih terdengar seperti permohonan, ucapannya lebih mirip paksaan di telinga Hyeyoon.
"A-apa?" Dia terperanjat dan spontan melepas kedua genggaman Wooseok.
"Tidak mungkin. Aku suka sofa Oppa di luar, sangat empuk dan juga luas. Aku di sana saja." Serunya hendak berbalik.
"Kalau begitu aku juga di sofa bersamamu jika kau bersikeras."
"Apa? Oppa gila ya? Oppa sedang sakit!"
"Iya, aku gila dan sakit karena jauh darimu. Sebulan lebih tidak melihat wajahmu dan dua minggu tanpa kabar darimu."
Hyeyoon gelagapan, merasa bersalah atas sikapnya beberapa hari ini. Ia akui sikapnya sangat kejam hingga tak kuasa melihat pria itu lemah sakit di depannya. Maka, tak ada alasan baginya untuk menjauh dan menolak.
"B-baiklah, aku di sini juga," tunjuk Hyeyoon ke kasur king size milik Wooseok dengan sedikit gagap. Ingatannya beberapa bulan lalu saat mereka tidur berdua di kasur yang sama di apartment Hyeyoon, cukup membuatnya percaya dengan pria ini. Dia sosok yang bisa dipercaya.
Wooseok tersenyum penuh kemenangan. Ia ingin menghabiskan waktunya malam ini mengobrol dengan Hyeyoon sembari merangkul sang wanita dalam pelukannya. Berhari-hari tanpa pengisi daya-nya ini berhasil membuatnya tidak memiliki energi. Sehingga dalam sekejap, dia menarik wanita itu berbaring di sampingnya. Wooseok mendekapnya kuat, takut-takut wanita ini berubah pikiran. Bukanlah hal yang sulit untuk membuat Hyeyoon langsung terbaring, tubuh wanita itu begitu kecil dan begitu pas dalam pelukannya. Dia merasa bahagia sejadi-jadinya.
Sementara Hyeyoon, sangat terkejut dengan tindakan Wooseok yang tiba-tiba. Meski perasaannya bergejolak selama dua minggu ini, tak dapat ditutupi, ia sama bahagianya dengan Wooseok. Ia rindu dengan aroma tubuh pria ini. Namun dia juga takut ini akan menjadi sebuah candu yang sulit dilepaskan.
"Maaf soal itu," gumam Hyeyoon pelan, nyaris tak terdengar. Dia merapatkan kepalanya pada dada Wooseok, mencari posisi ternyaman. Ia masih diliputi perasaan bersalah.
"Gwenchana, sanggwan eobseo. Lagipula sekarang kau sudah di sini." Dikecupnya ujung kepala Hyeyoon, wangi peony yang selalu ia rindukan. Dia tak ingin mempermasalahkan hal-hal yang tidak perlu, ia hanya berfokus pada detik sekarang.
"Kenapa Oppa tadi menelpon tapi tidak ada suara saat aku angkat?"
"Entahlah, aku lupa," timpal Wooseok sekenanya. Dia tidak mau membuat Hyeyoon semakin panik. Lagipula itu sudah beberapa jam yang lalu. Tubuhnya sekarang sudah jauh lebih segar.
KAMU SEDANG MEMBACA
How Can I Love The Heartbreak, You Are The One I Love
FanficBadai-badai itu memaksaku untuk menjauh. Jika itu memang benar bisa membuat sinarmu semakin terang, maka aku akan pilih pergi. Jika aku bisa memilih hidup bersamamu lebih lama, maka aku akan pilih selamanya. Percayalah, selamanya hanya ada kau disin...