what's wrong with system?

44 8 9
                                    

Weh, aku lagi dimasamasa UTS nih, jadi kemungkinan bakalan lama updatenya, tapi tetap aku usahain biar para readers yang setia baca ceritaku ngga kelamaan nunggu kelanjutannya
.
.
.

Chapter sebelumnya....

Namun senyum itu luntur seketika saat seseorang menerobos masuk kedalam ruangan itu dengan tergesa-gesa. Dan lebih mengejutkannya lagi kenapa dia bisa bertemu dengan cowok menyebalkan itu?

~🎭🎭🎭~

Aretha melangkah mundur sedikit, kaget melihat Ares, cowok menyebalkan yang tiba-tiba muncul di depan matanya.

"Loh? Ngapain lo di sini?" tanyanya dengan nada setengah heran, setengah sebal, sambil bangkit dari duduknya.

Ares, dengan sikap acuh tak acuh, menatapnya sekilas. "Jenguk kakek gue lah, kocak.... Minggir," terangnya sambil melewati Aretha begitu saja, seperti angin dingin yang menyapu tanpa peduli. Dia langsung menghampiri Lilith dan dengan hati-hati membantu wanita paruh baya itu duduk dengan nyaman.

Aretha mendengus, sedikit jengkel, tapi Lilith hanya tersenyum lembut padanya. "Jangan terlalu dianggap serius, Ares memang seperti itu," ujar Lilith, seolah-olah sudah terbiasa dengan sikap Ares yang seperti batu.

Aretha hanya mengangguk pelan, menyunggingkan senyum tipis, walau dalam hati dia mendebat sikap Ares yang dingin. Batin Aretha mulai sibuk berbincang dengan sistem.

"Mut, dia dan nenek itu keluarganya Pria tua itu?"

"Ya, dan bukan hanya mereka berdua, tapi juga pasangan di sana," jawab sistemnya.

Aretha spontan menoleh ke arah seorang wanita yang terlihat anggun dan elegan, meskipun usianya sudah mendekati 50-an. Wanita itu benar-benar cantik, dengan aura yang mengingatkan Aretha pada Seseorang. Aretha memandang wanita itu penuh takjub, dan wanita tersebut membalasnya dengan tatapan yang lembut dan penuh intens.

Maknya Ares cakep banget sumpah....Mirip Adriana Lima!"

Wanita itu, yang ternyata adalah Lovieta, berjalan mendekat, mengulurkan tangan lembutnya untuk menggenggam tangan Aretha.

"Kau pasti Aretha. Terima kasih sudah membawa ayah ke rumah sakit," ucapnya tulus.

"Tidak masalah, aunty," jawab Aretha dengan sopan.

Damon, suami Lovieta, menyusul istrinya, mendekat lalu merangkul pinggang istrinya dengan posesif. Dengan wajah datar dan tatapan penuh selidik, pemilik wajah yang serupa dengan Ares namun versi lebih matang, bertanya dengan penuh selidik.

"Dari mana kau tahu pak tua itu ada di tempat yang bahkan jarang dilalui orang-orang?"

Aretha menarik napas panjang, berusaha menahan diri. "Maaf, Tuan, sebaiknya Anda menghilangkan kecurigaan dulu. Kalau saya benar-benar ingin melukainya, saya nggak akan susah payah menolongnya. Lebih baik saya meninggalkannya dan membiarkan pria tua itu mati, Tapi apa? Buktinya saya membawanya ke sini, kan?” jawabnya tajam.

"Dam!" Lovieta menatap Damon tajam, sebelum mengalihkan pandangan ke Aretha. "Maaf sudah membuatmu tersinggung, nak. Dia memang seperti itu."

Aretha tersenyum tipis. "Saya mengerti, Aunty. Kebetulan saya tinggal di sekitar tempat di mana saya menemukan pria tua itu."

Ares yang sedari tadi mendengar percakapan mereka, akhirnya menoleh. "Pria tua yang lo sebut itu kakek gue, ya!"

Aretha mendengus. "Ya, terus? Emang udah tua, kan?"

"He has a name."

"Nggak ada yang ngasih tahu namanya. Lagipun kami tidak saling kenal."

Ares mengerutkan alisnya, sedikit terganggu dengan ekspresi polos Aretha, yang anehnya itu terlihat sangat menjengkelkan dimatanya.

TOPENG Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang