Malam ini, tepat pukul 8 malam di rooftop apartemen Jazel. Hm, bukan rooftop biasa, karena ada sebuah club mewah di mana pemuda-pemudi seusianya selalu berkumpul di sana.
Ia bukan tak ada kerjaan, melainkan sedang menunggu seorang pria bernama Axane yang ingin menemuinya di sana.
Dengan pakaian kaos putih polos seadanya, serta celana pendek dan alas kaki sendal hotel, Jazel fokus memainkan handphone miliknya. Menggulirkan tampilan layar ke bawah hanya untuk mengganti video-video lucu yang baru saja lewat di beranda akun Instagram miliknya.
"El?" sapa seseorang, suaranya begitu asing, belum Jazel lihat sosoknya, namun Jazel yakin si pemilik suara ada pria yang begitu tampan.
Pemuda manis berkulit putih dengan rambut agak blonde itu mengadahkan kepalanya. Dua detik ia tak sempat bernafas karena jujur, sosok di depannya saat ini begitu tampan rupawan.
"Hai, Jazel!" sapanya lagi, kali ini si tampan nan jangkung itu mengambil duduk di depan Jazel. "Aku Axane," katanya demikian.
Jazel yang tersadar pun segera mengulurkan tangannya, kemudian tangan mungilnya diraih lembut oleh Axane.
"Tangan kamu dingin banget," ucap Axane, membuat Jazel tersenyum kaki. "Udah makan malem?" tanya Axane.
Jazel menggeleng pelan. "Belom. Tapi aku udah pesen makan, buat kita berdua. Aku gatau kamu sukanya apa, jadi aku cuma pesen Cheesecake sama Americano."
Axane mengangguk, ia tersenyum. "Gapapa," katanya.
"By the way, kenapa kamu mau ketemu aku?" tanya Jazel gugup. Baru kali ini ada followers Onlyfens-nya mengajak Jazel bertemu, dan Jazel setuju. Itu tak lain karena dirinya tidak enak karena Axane sudah transfer hampir setengah milyar.
"Cowok dewasa, setelah nonton video yang bikin tegang, terus ngajak ketemu ... kamu gatau artinya apa?" tanya Axane, senyumnya ia kulum, namun itu membuat Jazel semakin gelisah.
"Maksudnya?" Jazel menggantung ucapannya. Ia takut salah kira, tapi apalagi jika bukan soal Axane ingin mengajaknya bercinta?
"Belom pernah, ya?" tanya Axane.
Duh. Tiba-tiba keringat dingin muncul di pelipis Jazel. Jazel terkekeh pelan, kemudian ia mengangguk jujur. "Iya, aku ga pernah ML sama orang. Takut," ujarnya.
"Hahaha ... tenang aja, aku becanda kok. Aku ngajak ketemu cuma pengen kenal kamu lebih dekat aja. Penasaran, emang ada cowok secantik ini tanpa make up. Ternyata beneran ada," ucap Axane.
Cringe didengarnya. Bukan Axane saja yang pernah mengatakan seperti itu pada Jazel. Banyak orang di sekitarnya pun mengatakan hal serupa. Tapi entah kenapa, saat mendengar penuturan dari Axane, rasanya Jazel agak malu.
Mengingat sebelum ke sini, Axane melihat video milik Jazel terlebih dahulu.
"Permisi!" Seorang pramusaji perempuan menghampiri meja mereka kemudian meletakkan dia piring kecil berisi potongan cheesecake.
"Makasih ya, Kak!" seru Jazel.
Setelah meletakan dua cup Americano, pramusaji tadi pun pergi meninggalkan mereka berdua.
"Kak Axa, suka cheesecake? Menurutku, cheesecake di sini paling enak, alasan aku beli apartemen di sini juga karena cheesecakenya," jelas Jazel yang membuat Axane terkekeh.
"Lucu. Kamu sesuka itu sama cheesecake?"
Jazel mengangguk. "Minumnya Americano biar ga giung."
Axane mengangguk. "Selain karena cheesecake, apa yang bikin kamu suka buat nongkrong di sini?"
Jazel menatap langit malam yang indah, dipenuhi bintang yang katanya pertanda akan turun hujan. "Langitnya, band kafenya, samaaa ... Kak Genta, dia bsrista di kafe ini. Orangnya baik banget, tempat aku curhat."
Alasan mengapa banyak orang yang sering merundung Jazel, karena Jazel tipikal orang yang oversharing. Jadi, tak ada celah tersembunyi tentang kehidupannya. Ia tak memiliki rahasia apapun dalam hidup.
Maka, alasan mengapa Axane begitu mudah menemukan Jazel. Adalah karena selain wajahnya yang terekspos di video, Jazel sendiri menggunakan rekening asli untuk menerima semua uang masuk dari penjualan konten-kontennya.
•••
Hemasina, di dalam kamarnya, ia masih disibukkan dengan berkas-berkas kasus pembunuhan yang terjadi baru-baru ini. Jam sudah menunjukkan 10 malam, namun dirinya belum bisa beristirahat karena Pak Anthony ingin semuanya selesai besok pagi.Beberapa kali Paula menelpon untuk konfirmasi data yang ia terima melalui surel.
Hema sudah menatap layar laptopnya selama tiga jam. Bahkan secangkir kopi di atas mejanya saja sudah lenyap satu jam yang lalu.
Berkas terakhir sudah berada di tangannya. Ia berjalan keluar kamar sembari menenteng berkas tersebut. Tujuannya adalah dapur, roti bakar untuk mengganjal perut sepertinya bukan masalah besar.
Pria itu dengan cekatan mengoleskan selai kacang di atas roti yang sudah berada di atas teflon. Kemudian ia menyalakan kompor induksi.
"Kak, satu lagi!" Tiba-tiba suara seorang pemuda muncul dari belakang.
"Lah, belom tidur?" tanya Hema pada siang adik.
Radif mengangguk. "Lagi nugas, baru selesai zoom sama anak-anak kelas," jawabnya.
Tanpa basa-basi, Hema segera memanggang satu roti lagi untuk sang adik.
"Emang bener pembunuhan kemaren motifnya karena cemburu?" tanya Radif.
Hema menggeleng pelan. "Info darimana itu, orang polisi aja belom ngomong apa-apa ke publik."
"Ya namanya juga gosip, kan."
"Bukan. Ini kasus pembunuh berantai. Makanya kamu jangan mabok!"
"Oke." Radif memutar bola matanya. Tiba-tiba saja sang Kakak melarangnya mabuk. Tapi memang ada benarnya juga.
•••
Di bawah langit malam yang penuh bintang, Jazel dan Axane baru saja bertemu di kafe yang tenang dan elegan. Lampu-lampu kecil yang berpendar di sekitar mereka menciptakan suasana hangat yang sempurna, dan aroma kopi bercampur dengan udara malam menambah kenyamanan.
Sudah sekitar dua jam mereka berbincang, bercanda, dan berbagi cerita. Jazel menatap Axane dengan mata berbinar, merasa senang dan lega bisa menghabiskan malam ini bersama orang yang membuatnya nyaman. Topik obrolan mereka ringan—mulai dari film, musik, hingga rencana-rencana kecil untuk masa depan.
Axane, yang sempat canggung di awal, akhirnya merasa benar-benar rileks. Dalam canda dan tawa mereka, Axane sesekali memperhatikan ekspresi Jazel, terpukau pada bagaimana pria di depannya ini begitu menyenangkan untuk diajak bicara.
Setelah tawa panjang mereda, Jazel diam sejenak. Ia menatap langit malam, lalu kembali menatap Axane, ragu-ragu tapi penuh harapan. "Kamu tahu, kan, aku sangat menikmati malam ini?" tanyanya, suaranya sedikit bergetar.
Axane tersenyum lembut, mengangguk, dan mengakui, "Me too, boleh ga besok aku nemuin kamu lagi?" tanya Axane.
Jazel si murah hati itu mengangguk cepat. "Boleh," katanya tanpa penolakan.
Entah mengapa. Jazel begitu senang bertemu dengan Axane. Selain tampan, Axane adalah sosok yang pembawaannya begitu asik dan cocok dengan Jazel.
Akhirnya, Jazel punya teman mengobrol. Semoga ini bisa bertahan lama, setidaknya beberapa bulan ke depan.
Haloooo. Welkom bwekkk 🤩🙏
KAMU SEDANG MEMBACA
POSSESIVE
Romantizm[FOLLOW DULU!] - INI CERITA HOMO!!! Jazel adalah seorang mahasiswa semester 6 yang saat ini tengah sibuk mengerjakan proposal skripsi. Selain sebagai mahasiswa, dirinya juga aktif menjual konten di Twitter. Tentunya, konten vulgar. Di kalangan penik...