6

392 17 0
                                    

“Udah deh, pa. Cepetan, nanti dira bisa telat ke kampus nya!” Nadira terus membujuk Aron untuk berangkat.

“Kamu naik taxi aja, papa mau cuti dulu,” ucap Aron ketus pada Nadira.

“Lho! Gak bisa gitu, dong!”

“Ma! Ayo dong bujuk papa” Nadira meminta tolong pada Jena yang sama sudah kesal pada Aron. Sebenarnya, Jena masih merasa geli mendengar Nadira menyebut dirinya, mama.

“Cepetan mas, dira udah mau terlambat.” Ujar Jena dengan tangan mengusap kepala Aron yang berada di atas paha nya.

“Gak mau, mas tiba-tiba demam, sayang.”

“Anj, punya laki nyebelin banget.”

 

Dengan berbagai bujukan dan semprotan rohani dari Nadira untuk Aron, pada akhirnya Nadira berangkat ke kampus sendiri.

“Dira berangkat dulu ya, ma.” Pamit Nadira pada Jena di teras depan rumah.

“Dir.”

“Iya.”

“Gue belum terbiasa denger panggilan dari lo kayak gitu, jadi kita kayak biasanya aja, ya?”

“Kenapa?” tanya Nadira bingung.

“Kita kan se umuran, gue gak enak aja di panggil gitu sama lo.”

“Kita itu sekarang bukan sekedar sahabat aja, tapi hubungan kita lebih dari itu. Lo sekarang jadi nyokap gue jen, jadi harus terbiasa, oke?”

Jena tersenyum tipis. “Yaudah, cepetan, nanti kesiangan.”

“Udah kesiangan, kali.” Tukas Nadira.

“Oh, iya. Mama beneran gak mau lanjut dulu kuliah?” lanjut nya bertanya pada Jena.

Jena menganggukkan kepalanya. “Untuk sekarang, enggak dulu, dir. Mungkin nanti di lanjut lagi.” Jelas Jena.

“Gue kenapa sih, padahal sikap dira sama mas Aron baik banget sama gue. Tapi keberadaan gue di antara mereka, kayak orang asing.”

 

Jena masuk ke dalam kamar yang masih terpajang foto pernikahan Aron dan mendiang istri nya begitu jelas. Aron yang melihat Jena memasuki kamar, segera menghampiri nya.

“Kamu kenapa? Kelihatan nya, hari ini kamu beda banget.” Ucap Aron yang melihat raut wajah Jena berbeda dari biasanya.

“Beda apanya? Jena gakpapa, mas.” Jena merespon ucapan Aron dengan membereskan meja rias nya. Tangan Jena terhenti begitu melihat album pernikahan nya di dalam laci yang sedikit terbuka.

Netra Aron bisa melihat nya begitu Jena langsung menutup laci di dekat meja rias. “Kenapa langsung di tutup?” tanya Aron dan menghampiri Jena.

“Gakpapa, takut nya nanti kena debu.”

Sangat jelas, Aron melihat gerak gerik aneh Jena yang sangat berbeda hari ini. Dimana Jena yang setiap hari selalu mengganggu nya? Walaupun mereka baru menjalani rumah tangga satu minggu, tetapi Jena sudah bisa mencairkan suasana di rumah ini. Dan ini kali pertama Aron melihat sikap Jena yang berbeda.

Saat tangan Aron akan menggenggam tangan Jena, dengan sigap Jena langsung menghindar.

“Sayang?”

“Jena mau mandi dulu mas.” Setelah mengatakan itu, Jena segera masuk ke dalam kamar mandi.

Jena menyalakan keran air, tubuh nya terasa lemas. Jena tidak menyalahkan dirinya menerima pernikahan ini, tapi rasanya begitu lelah.

Foto yang masih terpajang di kamar mereka, apa Jena harus cemburu dengan orang yang sudah tiada?

Terjebak Duda [on going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang