Malam itu, Banyuwangi berselimut warna merah dan emas. Lampion-lampion menggantung di sepanjang jalan, menerangi wajah-wajah penuh suka cita. Perayaan Imlek tahun ini terasa istimewa, bukan hanya bagi etnis Tionghoa, tapi juga bagi seluruh warga kota.
Di alun-alun kota, pertunjukan budaya sedang berlangsung. Sekelompok pemuda Jawa Using dengan bangga memainkan angklung, menghasilkan melodi yang memukau. Di antara kerumunan penonton, Lin Mei, gadis Tionghoa berusia 25 tahun, terpaku pada sosok pemain angklung di panggung.
Matanya tertuju pada Adi, pemuda Using yang memainkan angklung dengan penuh semangat. Setiap gerakan tangannya yang lincah membuat jantung Lin Mei berdebar. Ia merasa jatuh cinta berkali-kali setiap kali Adi tersenyum ke arah penonton.
Ketika pertunjukan usai, Lin Mei memberanikan diri menghampiri Adi. "Permainanmu luar biasa," pujinya dengan pipi merona. Adi tersenyum malu-malu, "Terima kasih. Senang rasanya bisa ikut merayakan Imlek bersama kalian."
Tanpa pikir panjang, Lin Mei mengajak Adi ke rumahnya. "Maukah kau bergabung dengan keluargaku untuk makan malam?" Adi, terkejut namun senang, menerima ajakan itu dengan antusias.
Di rumah Lin Mei, suasana hangat menyambut mereka. Aroma lezat masakan Tionghoa memenuhi ruangan. Keluarga Lin Mei menyambut Adi dengan tangan terbuka, menghargai kehadirannya sebagai simbol persatuan budaya di Banyuwangi.
Selama makan malam, Adi dan Lin Mei saling mencuri pandang. Obrolan mengalir dengan lancar, diselingi tawa dan cerita tentang tradisi masing-masing. Tanpa disadari, sebuah ikatan mulai terjalin di antara mereka.
Usai makan malam, Lin Mei mengajak Adi ke lorong samping rumahnya yang luas. Di bawah cahaya lampion, mereka berdiri berhadapan. Jantung keduanya berdegup kencang.
"Terima kasih sudah mau datang," bisik Lin Mei. Adi meraih tangannya lembut, "Terima kasih sudah mengajakku. Ini malam yang indah."
Tanpa kata-kata lagi, mereka mendekat. Bibir mereka bertemu dalam ciuman lembut, menyegel janji tak terucap. Ketika ciuman itu berakhir, keduanya tersenyum malu-malu.
"Maukah kau... pergi berkencan denganku?" tanya Adi dengan gugup. Lin Mei mengangguk bahagia, "Tentu saja. Aku akan menunggunya."
Malam itu, di tengah perayaan Imlek di Banyuwangi, dua hati dari latar belakang berbeda menemukan kecocokan. Kisah Lin Mei dan Adi menjadi simbol indah persatuan budaya, membuktikan bahwa cinta tak mengenal batas etnis atau tradisi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Too Warm To Warn
Krótkie OpowiadaniaSekumpulan cerita pendek dari semua berita, fenomena, pantauan, pandangan dari penulis akan keresahannya di masyarakat. Mulai dari hal remeh, cinta-cintaan, yang biasa ditemui, sampai yang mustahil terpikirkan oleh orang awam. Notes: Tulisan dibantu...