Memories (end)

27 4 2
                                    

Anyeong uri 모아와 피어노트
Gimana kabarnya

.
.
.
.
.

"Tama, lo nggak mau tidur duluan?" tanya Yulia sambil ngelihat Tama yang masih asik duduk di ruang tengah, fokus sama HP-nya.

"Duluan aja, Yul. Gue lagi nunggu jawaban dari Yoga" kata Tama santai, nggak ngedip dari layar.

Yulia sebenernya udah ngantuk, tapi nggak tega ngelihat yang lain. Echa sama Khansa udah tepar duluan, abis nangis tadi di rumah sakit.

Nggak lama, Nara keluar dari dapur bawa nampan isi teh buat mereka. Dia bagi-bagi ke Tama, Satria, Kai, sama Yulia yang juga lagi nunggu di ruang tamu.

Suara ponsel Nara tiba-tiba kedengeran dari arah dapur, bikin semuanya nengok. Nada deringnya keras banget, nyaris bikin Kai kaget sampe gelasnya hampir tumpah.

"Wah, sorry-sorry" kata Nara sambil buru-buru balik ke dapur buat ambil HP-nya.

Yulia sama Satria saling pandang, berharap itu kabar dari Yoga, Sekar, atau Mbak Sarah tentang keadaan Bagas. Nggak lama, Nara balik lagi, mukanya tegang, terus dia lirih bilang, "Yoga."

Langsung, Tama duduk lebih tegak, menahan napas, penuh harap denger kabar soal Bagas.

"Halo, Yog. Gimana?" suara Nara lirih, tapi semua mata tertuju ke dia, nunggu jawaban dari Yoga di seberang.

"...."

Nara diam bentar, wajahnya makin tegang. "Terus orang tua Bagas gimana?"

"...."

Tiba-tiba, Nara terbelalak. "HAH?!"

Satria yang denger langsung kaget. "Kenapa, Ra?"

Nara nelan ludah, suaranya gemeter, "Bagas... dia..."

.
.
.

"Tama" Sekar manggil pelan waktu ngelihat Tama dan yang lain udah sampai di rumah sakit. Matanya udah berkaca-kaca.

"Kak... Bagas, Kak" katanya, suaranya bergetar, hampir nangis.

Tama cuma bisa diem, nggak bisa ngomong apa-apa. Di sudut ruangan, orang tua Bagas udah nggak kuat lagi, air mata mereka deras banget.

Satria pelan-pelan jalan ke arah Yoga yang duduk lemes di lantai. Wajahnya kelihatan kosong pas ngelihat Satria. "Sat... gue gagal, sorry" ucapnya pelan, terus narik Satria ke pelukannya. Satria nggak bisa nggak nangis ngelihat ini, dia ikut nangis sambil meluk Yoga.

Yulia sama Nara cuma bisa diem ngelihat Tama yang udah nangis sejadi jadinya, suasana makin berat. Di antara isak tangis pelan, Khansa pelan-pelan jalan ke arah Echa, narik dia ke dalam pelukan biar tenang.

"Bang Bagas..." Echa udah nggak bisa nahan lagi, air matanya jatuh deras. Khansa cuma bisa ngusap punggung Echa yang udah gemeteran, mulutnya cuma bisa bisikin kata-kata penghiburan yang nggak cukup ngilangin rasa sakit.

Sementara itu, Tama masih berdiri kaku, matanya kosong ngarah ke ruang rawat di ujung koridor. Rasanya nggak percaya semua ini terjadi.

Kai, yang biasanya paling ceria, juga cuma bisa diem. Dia nyender di dinding sambil nutup muka, napasnya berat banget, nahan emosi yang udah numpuk.

"Ini yang lo maksud nggak bakal sempet Gas?" gumam Kai pelan, suaranya hampir hilang.

Semua hening. Gak ada yang bisa ngomong setelah kata-kata Kai. Rasanya setiap detik tuh kayak berat banget, waktu berjalan pelan banget, kayak semua orang masih ngumpulin kekuatan buat nerima kenyataan yang gak nyangka ini.

asramanya udah penuh [tubatu×ssera] [✔️END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang