Happy Reading!
○○○○○○○○○○○○○○○●○○○○○○○○○○○○○○
Jaeyun mengulurkan tangannya menyentuh lengan Sunghoon lalu mengusapnya pelan, ajaibnya tangisan Sunghoon berhenti seketika. Sunghoon menatap polos Jaeyun sambil menyedot ingusnya kuat.
Jaeyun merutuk, barusan ia refleks saja sungguh!
"Sunghoon kalau tidak suka sayurnya tidak usah dimakan, mau tukar dengan daging punyaku?" Jaeyun menatap Sunghoon yang dibalas tatapan super polos membuat Jaeyun kembali merutuk. Untuk apa ia sksd begitu sih?!
"Ikeu mau tukar dengan Hoonie?" Jaeyun terbatuk pelan, Ikeu?
"Tentu." Jaeyun memotong daging miliknya lalu menaruhnya dipiring Sunghoon, sebelum kalian berpikir jorok, ia belum memakan dagingnya sama sekali ngomong-ngomong karena tadi Jaeyun tengah menikmati puding.
"Eh- tidak usah tidak usah!" Nyonya Park panik melihat apa yang dilakukan oleh Jaeyun namun Jaeyun membalasnya dengan tatapan menenangkan membuat nyonya Park terdiam.
Bukannya tidak mampu untuk memesan yang baru, hanya saja jika memesan yang baru akan memakan waktu yang cukup lama. Daripada Sunghoon semakin tantrum lebih baik memakan makanan miliknya saja kan? Lagipula makanannya masih bersih dan utuh.
Setelah memberikan apa yang Sunghoon mau, Jaeyun pamit untuk pergi ke kamar mandi, tiba-tiba ia ingin buang air kecil.
Jaeyun menatap pantulan wajahnya dicermin, setelah menuntaskan hasrat buat airnya ia terdiam didepan wastafel. Pikirannya melayang kemana-mana, terlalu banyak hal yang kepala cantiknya pikirkan membuatnya kehilangan fokus.
Jaeyun tersentak saat mendengar suara dehaman seseorang dibelakangnya, sudah berapa lama ia melamun sampai tidak sadar ada orang lain selain dirinya? Melirik lewat cermin ternyata orang itu adalah Jungwon yang masih memberikan tatapan tajam padanya, sebenarnya apa masalah pemuda bermata kucing itu?
"Kau sudah lihat, kakakku berbeda." Jungwon memulai, Jaeyun mengernyit tak mengerti. Apa yang beda?
"Sikapnya." Lanjutnya seakan membaca pikiran Jaeyun, Jaeyun mengangguk mengerti.
"Lalu?" Jungwon menatap Jaeyun heran, lalu katanya?
"Sim Wonyoung meradang, ia memaki bahkan meludah ketika kakakku kambuh seperti tadi." Jaeyun dapat mendengar terselip nada marah didalamnya, tentu saja Jungwon marah.
"Gadis itu memang sedikit gila." Jaeyun mencuci tangannya, mengibaskannya sebentar lalu mengeringkannya dengan tissue yang tersedia.
"Mengapa responmu begitu santai? Kau tau, Kakakku. Berbeda." Jaeyun bingung, memangnya ia harus merespon seperti apa? Tantrum seperti Wonyoung? Itu bukan gayanya, lagipula ia tak merasa terganggu akan hal itu.
"Ketika di Aussie, aku dan ibuku selalu pergi ke panti asuhan. Kami bermain bersama dengan anak-anak berbagai usia, dan lagi ibuku adalah seorang donatur disebuah rumah sakit jiwa. Aku selalu bertemu dengan orang-orang yang kau bilang berbeda itu, bahkan ada yang lebih parah daripada kakakmu. Mereka sama dengan kita, tak ada yang berbeda. Sama-sama manusia." Jelasnya panjang, Jaeyun membalik tubuhnya menghadap Jungwon lalu menatap pemuda itu sambil tersenyum.
"Lalu mengapa kamu daritadi hanya terdiam? Kamu pasti tengah merencanakan sesuatu untuk mencelakai kakakku kan?" Jungwon menatap penuh selidik, mata kucingnya mengeluarkan kerlingan curiga membuat Jaeyun mendengus geli.
"Untuk apa aku memikirkan hal itu? Kurang kerjaan sekali."
"Aku memikirkan tentang statusku." Lanjut Jaeyun, ia menggulirkan pandangannya menunduk menatap sepatunya.
"Kamu tau, mungkin janji yang diucapkan oleh kakek kalian adalah sesuatu yang sakral sampai kalian tidak bisa membatalkan perjodohan ini tapi aku...–"
"— meskipun aku anak kandung Jaeho tapi aku bukan berasal dari hubungan yang resmi." lanjutnya lirih, itu yang daritadi ia pikirkan.
Jungwon tertegun, "Tapi —"
"Apalagi aku seorang laki-laki Jungwon. Bagaimana jika aku membuat keluarga kalian malu? Kalau keluarga Jaeho, aku tidak peduli."
Jungwon menggaruk tengkuknya canggung, "Kalau itu yang kamu maksud, kamu tidak perlu khawatir. Aku juga berkencan dengan seorang lelaki." Jaeyun mengerjap.
"Ibu bukan orang yang menekan anaknya, apalagi tentang perasaan. Ibu tidak pernah memaksa anaknya, orientasi seksual anaknya bukan tanggung jawab ibu dan ayah." Lanjut Jungwon,
"Ketika Wonyoung mengamuk, tadinya ibu tidak ingin melanjutkan perjodohan ini. Namun tiba-tiba ayahmu menghubungi ayahku dan menjelaskan tentangmu." Jungwon kembali berucap, mata kucingnya menatap Jaeyun dalam.
"Jujur saja, aku benar-benar tidak terima jika perjodohan ini dilanjutkan mengingat sikap putri keluarga Sim. Aku bahkan mendengar ibu bersumpah jika sikapmu seperti Wonyoung maka perjodohan ini tidak akan pernah terjadi sekalipun ini melanggar janji kakek."
Jaeyun mengangguk mengerti, tentu saja keluarga Park pasti merasa tersinggung dan terhina karena sikap Wonyoung.
"Kamu yakin mau melanjutkan perjodohan ini? Aku bertanya seperti ini karena mungkin saja dikemudian hari kamu muak dengan sikap kakakku, kamu tau— jika sedang kambuh, kakak akan lebih parah dari yang tadi." Jelas Jungwon.
"Kakakku seperti itu karena dicampakan oleh mantan kekasihnya, aku tidak ingin ia mengalami hal yang sama." Lanjut Jungwon lirih, Jaeyun tertegun menatap Jungwon lantas ia mendekat dan menepuk pundak pemuda bermata kucing itu membuat Jungwon menatap Jaeyun dibalas senyuman lembut oleh Jaeyun.
"Terimakasih sudah mengkhawatirkan hal itu, kamu tenang saja. Kakak kamu akan baik-baik saja." Setelah mengatakan itu Jaeyun pergi meninggalkan Jungwon yang mematung.
'Little space ya?' Gumam Jaeyun sekembalinya dari kamar mandi sambil menatap kearah Sunghoon yang sibuk memakan dagingnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Fate, My True Love.
RomanceMenceritakan perjalanan tentang si manis Sim Jaeyun dan si tampan Park Sunghoon. Jaeyun yang dijodohkan dengan Sunghoon yang memiliki keterbelakangan mental akibat kecelakaan yang menimpanya, juga rahasia dibalik alasan mengapa Sunghoon menjadi sepe...