Di sebuah rumah sedang terjadi keributan antara Sean dan Chika karena Sean ingin memiliki anak tapi Chika tak kunjung hamil juga.
"Sean, gak semua hal bisa kita paksain!" teriak Chika dengan mata berkaca sambil melangkah mundur, menjauhi suaminya yang sedang emosi.
"Kita udah nikah 3 tahun Chika, 3 TAHUN! Dan kamu masih belum bisa kasih aku keturunan!" bentak Sean sambil menggebrak meja, membuat vas bunga di atasnya bergetar.
"Kamu pikir aku gak mau punya anak?! Aku juga pengen Sean, tapi mungkin belum waktunya..." Chika mencoba menjelaskan dengan suara bergetar.
"Gak waktunya? KAPAN?! Kamu sibuk terus sama kerjaan kamu. Pulang malem terus. Kita jarang 'berhubungan' karena kamu selalu bilang capek!"
"Tapi kan--"
"Gak ada tapi-tapian! Aku udah muak. Mungkin kamu emang gak pantes jadi ibu dari anak-anakku."
Kalimat terakhir Sean menghujam tepat ke hati Chika. Air mata yang ditahannya akhirnya tumpah. Tubuhnya bergetar hebat menahan isak tangis.
"Kamu... kamu tega ngomong gitu ke aku?" suara Chika nyaris tak terdengar.
Sean terdiam, menyadari kata-katanya sudah keterlaluan. Tapi egonya terlalu tinggi untuk minta maaf.
"Maaf Sean, aku... aku butuh waktu sendiri," Chika berbalik, mengambil tas dan kunci mobilnya.
"Mau kemana kamu?!"
"Ke rumah mama. Jangan hubungi aku dulu..."
Pintu dibanting meninggalkan Sean yang masih terbakar amarah. Di mobilnya, Chika menangis sejadi-jadinya. Satu rahasia besar yang tak pernah ia beritahu Sean: dia sudah berkali-kali keguguran diam-diam. Dia terlalu takut mengecewakan suaminya...
Sean membanting tubuhnya ke sofa, kepalanya berdenyut karena amarah yang masih tersisa. Tangannya meraih botol whiskey dari lemari dan meneguknya langsung. Pikirannya kacau, bercampur antara rasa bersalah dan frustasi.
"Sial!" umpatnya sambil membuka ponsel, scrolling kontak hingga berhenti di nama "Indah - Secretary".
Jemarinya mengetik pesan dengan gemetar: "Masih di kantor?"
Tak butuh waktu lama untuk mendapat balasan. "Iya Boss, lembur nyelesain report..."
Sean menyeringai. Indah, sekretaris barunya yang baru 25 tahun. Selama ini dia selalu menahan diri, tapi malam ini... persetan dengan semuanya.
"Tunggu aku 15 menit."
Setengah jam kemudian, Sean sudah berada di ruangannya. Indah berdiri gugup di hadapannya dengan rok span hitam yang ketat.
"Boss... yakin gak apa-apa?" tanya indah ragu saat Sean mengunci pintu.
"Kemari..." Sean menarik pinggang ramping Indah. Aroma parfumnya memabukkan. "Aku butuh pelampiasan malam ini..."
"Tapi... Mrs. Chika..."
"Ssshh... jangan sebut nama itu," Sean mendorong tubuh Indah ke meja. Tangannya mulai menjelajah...
"Aahh... Boss..." desah Indah saat Sean mulai mencium lehernya dengan kasar. Malam itu, ruang kerja Sean jadi saksi pengkhianatan pertamanya pada Chika...
"Aaahhhh Boss... pelan-pelan..." desah Indah ketika tangan Sean meremas dadanya dengan kasar melalui blus tipisnya. Tanpa basa-basi, Sean merobek kancing blus itu hingga terlepas, memperlihatkan bra hitam berenda yang menggoda.
"Shit... kamu sengaja pake bra seksi gini ke kantor?" Sean menggeram rendah, menciumi leher Indah sambil meremas payudaranya yang montok. "Dasar nakal..."