7☑️

48 6 0
                                    

Setelah pembahasan mengenai tanggal pernikahan selesai, perhatian beralih ke isu penting lainnya—mahar. Aron, ayah Ronan, memandang Ronan dengan ekspresi serius dan membisikkan sesuatu ke telinga anak-anak. “Tanyakan kepada Salsa, apa yang dia inginkan sebagai mahar. Ini juga penting untuk  kita,” ujarnya pelan.

Ronan mengangguk, mencoba memahami maksud ayahnya. Dia tahu bahwa mahar adalah bagian penting dalam pernikahan. Meskipun hatinya masih bergejolak, dia tidak bisa mengabaikan permintaan ayahnya.

Setelah beberapa saat, Ronan kembali menatap Salsa, yang sedang duduk di sebelahnya dengan ekspresi tenang. “Salsa,” panggilannya, mencoba untuk terdengar santai meskipun dalam hati ada rasa kesalll. “Apa yang kamu inginkan sebagai mahar?”

Salsa terdiam sejenak, memikirkan jawaban yang tepat. Dia tidak ingin meminta sesuatu yang berlebihan, tetapi dia juga ingin menunjukkan bahwa mahar adalah simbol dari komitmen dan penghargaan. “salsa hanya ingin seperangkat alat sholat,” jawabnya akhirnya, dengan suara lembut.

Ronan sedikit terkejut, tetapi dia segera mengangguk. “Hanya itu?” tanyanya, memastikan bahwa dia mendengarnya dengan benar. Salsa tersenyum, matanya berbinar. “Ya, itu sudah cukup bagi saya. Saya rasa yang terpenting adalah niat kita,” balasnya dengan tegas.

Sikap Salsa yang sederhana membuat Ronan merasa terkesan. Dia mulai melihat sisi lain dari calon istrinya—seorang wanita yang tidak menginginkan hal-hal mewah, tetapi lebih memilih esensi dari komitmen itu sendiri. Meskipun masih ada keraguan, dia merasa sedikit lega dengan pilihan Salsa.

“Baiklah, itu akan kami siapkan,” kata Ronan, berusaha tersenyum meskipun hatinya masih penuh pertanyaan. Dia tahu bahwa mahar itu adalah simbol pernikahan mereka dan sesuatu yang harus dihormati.

Aron yang mendengar jawaban Salsa terlihat puas. “Bagus, itu keputusan yang bijak. Menyederhanakan hal-hal yang penting akan memberikan makna lebih pada pernikahan kalian,” ujarnya sambil mengangguk bangga.

Ronan dan Salsa melanjutkan diskusi tentang pernikahan, meskipun ketegangan masih terasa. Salsa berharap bahwa dengan sikapnya yang tenang, mereka bisa melalui semua ini bersama, meskipun Ronan masih merasa terjebak dalam ekspektasi yang membebaninya.

Selama pertemuan itu, Salsa berusaha menyatakan optimis, berharap bahwa dibalik semua kesulitan ini, ada jalan menuju kebahagiaan yang bisa mereka ciptakan bersama. Di sisi lain, Ronan merasa semakin terbebani oleh perasaan yang campur aduk—antara tanggung jawab, harapan, dan keinginan untuk menjalani hidupnya sendiri.

Ketika pertemuan berakhir, keduanya pulang ke rumah masing-masing dengan pikiran yang penuh. Masing-masing berharap bahwa mereka bisa menemukan cara untuk menjalin cinta di tengah semua tuntutan yang ada, meskipun jalan yang harus dilalui tampak masih panjang dan berliku.

Setelah pertemuan keluarga yang penuh tekanan, Salsa merasa perlu untuk berbagi perasaannya dengan seseorang yang bisa mengerti. Dia memutuskan untuk bertemu Nabilla, sahabatnya sejak SMP yang selalu menjadi pendengar setia dan tempatnya berbagi cerita. Kini, menjelang hari pernikahannya yang tinggal seminggu lagi, Salsa merasa campur aduk antara rasa bahagia dan cemas.

Di sebuah kafe kecil tempat mereka sering menghabiskan waktu bersama, Salsa dan Nabilla duduk berhadapan dengan segelas kopi di depan mereka. Suasana kafe yang nyaman membuat Salsa merasa sedikit lebih tenang.

“Nab, aku punya kabar penting,” kata Salsa, mencoba terdengar ceria meskipun jantung berdebar.

Nabilla menatap dengan antusias. “Apa itu? Kabar baik kan caaa?” tanyanya, tidak sabar.

Salsa menghela nafas, lalu berkata, “Aku mau menikah, Nabilla.”

Apa yang diharapkan sebagai momen bahagia langsung disambut dengan teriakan kejut dari Nabilla. “Hah?! Kamu mau menikah? Serius?” teriaknya, matanya memelotot lebar.

Salsa mengangguk, merasakan campuran antara rasa senang dan gugup. “Iya, seminggu lagi,” jawabnya, mencoba menenangkan sahabatnya.

“sama siapa kamu menikah? Aku ngga percaya ini! Kamu bercanda, kan?” tanya Nabilla, wajahnya menunjukkan keraguan. Dia sangat mengenal Salsa dan tidak pernah mendengar tentang rencana pernikahan ini sebelumnya.

Salsa mengeluarkan ponselnya, membuka galeri foto, dan menunjukkan gambar Ronan. “Ini dia,” katanya, menampilkan foto Ronan yang terlihat keren dan karismatik.

Nabilla mengambil ponsel Salsa, memeriksa foto itu dengan seksama. “Wow, dia tampan! Tapi kenapa kamu nggak pernah cerita tentang dia sebelumnya?” tanyanya, masih tidak percaya.

“Karena aku tidak yakin, Nab. Aku baru mengenalnya dengan baik. Perjodohan ini datang begitu tiba-tiba,” jawab Salsa, suaranya lembut. “Ayahnya memaksakan pernikahan ini, dan aku hanya ingin menuruti keinginan orang tua.”

Nabilla terlihat lebih serius sekarang. “Tapi apakah kamu benar-benar siap? Apakah kamu mencintainya?” tanya Nabilla, ingin memastikan sahabatnya tidak terburu-buru mengambil keputusan.

Salsa memikirkan, mempertimbangkan pertanyaan itu. “Aku tidak tahu. Rasanya sulit untuk mencintai seseorang yang tidak benar-benar aku kenal. Tapi aku ingin memberikan kesempatan,” ucapnya jujur.

“Ya ampun, caaa. Ini adalah langkah besar! Kamu harus benar-benar memikirkan semuanya. Jangan sampai kamu menyesal di kemudian hari,” saran Nabilla, terlihat khawatir.

“Aku tahu, dan aku berjanji akan mencoba sebaik mungkin. Namun, saat ini, aku merasa terjebak antara keinginan untuk bahagia dan memenuhi harapan keluarga,” jawab Salsa, jujur tentang perasaannya.

Nabilla meraih tangan Salsa, memberi dukungan. “caaa, aku akan selalu ada di sampingmu. Apa pun yang terjadi, kita akan melaluinya bersama. Kamu tidak sendirian,” katanya, berusaha meyakinkan sahabatnya.

Salsa merasa sedikit lega mendengar dukungan dari Nabilla. “Terima kasih, Nabilla. Aku tahu kamu selalu mendukungku. aku harap ini akan baik-baik saja,” ucapnya, merasa harapan di hati sedikit meningkat.

Mereka melanjutkan pembicaraan, Salsa menceritakan lebih banyak tentang Ronan dan bagaimana pertemuan mereka terjadi. Sementara itu, Nabilla berusaha memberikan nasihat terbaik, sahabatnya merasa siap menghadapi pernikahan yang akan datang.

Dengan waktu yang semakin dekat, Salsa berharap bisa menemukan kebahagiaan di tengah semua keputusan yang harus diambil, dan dukungan Nabilla menjadi cahaya dalam perjalanannya.

beRSampingan selamanya Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang