4 ☑️

78 13 0
                                    

Keesokan harinya, Ronan merasa tidak nyaman dengan situasi yang mengikatnya. Keputusan untuk menikah tidak pernah ada dalam pikiran, dan semangat yang diharapkannya tidak datang. Dalam pikirannya, satu-satunya jalan keluar adalah dengan meminta Salsa untuk membatalkan perjodohan.

Setelah mempertimbangkan dengan matang, Ronan pergi ke kafe tempat Salsa bekerja. Suasana kafe yang biasanya ceria terasa berat. Begitu dia masuk, suara dering bel pintu menarik perhatian Salsa. Saat dia melihat Ronan, jantungnya berdebar kencang. Ronan terlihat serius dan tegas, tidak seperti saat pertemuan mereka sebelumnya.

Salsa berusaha  profesional, meskipun hatinya bergejolak. “Selamat datang, mas ronan. Ada yang bisa saya bantu?” tanyanya sambil mengatur serbet di meja.

“Bisa kita bicara sebentar?” Ronan mengangguk, matanya fokus pada Salsa. Tanpa menunggu jawaban, dia menarik kursi dan duduk di depan Salsa.

Salsa merasa tidak enak, tapi dia duduk di sebelahnya. “ b-boleh Apa yang ingin kita  bicarakan?” tanyanya, berusaha untuk tetap tenang.

Ronan mengeluarkan amplop dari tasnya dan meletakkannya di atas meja. “saya ingin kamu  mengajukan perbatalan perjodohan ini,” katanya, suaranya datar. “Ini untuk memudahkan kita berdua.”

Salsa terkejut, mengungkapkan itu seolah-olah itu adalah barang asing. “maaf sebelum nya mas,t- tapi untuk apa ini? Kenapa mas memberikan uang?” tanyanya, menolak untuk menyentuh amplop itu.

“Cuma uang untuk membantu kamu. saya tahu kamu bekerja keras di sini. Ini bukan berarti saya memenuhimu, tapi lebih ke cara untuk menyelesaikan masalah ini dengan cepat,” jawab Ronan, berusaha meyakinkan.

Salsa merasa marah. “Saya tidak mau menerima uang ini, dan saya juga tidak mau mengajukan permohonan perbatalan. Ini bukan hanya tentangku, mas Ronan. Ini tentang orang tua saya. Saya tidak ingin mengecewakan mereka,” tegasnya, sepertinya mulai meninggi.

Ronan tampak kecewa. “Tapi kamu tidak bahagia, kan? Kita berdua tahu ini tidak akan berhasil. Lebih baik jika kita menghentikan semuanya sebelum terlambat,” katanya dengan nada mendesak.

“Saya menghargai keinginan mas  untuk membatalkan ini, tetapi saya sudah berkomitmen untuk menghormati keputusan orang tua saya. Mereka menginginkan ini, dan saya ingin memberi mereka kesempatan,” jawab Salsa, dengan nada tenang meskipun hati bergetar.

Ronan menatap, matanya mencerminkan kebingungan dan kekecewaan. “Jadi, kamu lebih memilih untuk mengorbankan kebahagiaanmu demi mereka? Apa kamu tidak merasa terjebak?” tanyanya, menuntut jawaban.

Salsa menghela napas, berusaha menenangkan diri. “Kebahagiaan saya juga penting, tetapi bagi saya, keluarga adalah segalanya. Saya ingin melihat mereka bahagia, dan jika ini yang mereka inginkan, saya akan mencoba,” jawabnya, menyiratkan tekad yang kuat.

Mendengar jawaban itu, Ronan merasa putus asa. Dia tidak bisa memaksakan keputusan ini. Dia bangkit dari kursinya, menyadari bahwa dia tidak akan bisa mengubah pikiran Salsa. “Jika kamu sudah memutuskan, saya tidak bisa melakukan apa-apa lagi. Tapi ingat, jangan berharap saya akan mudah menerima ini,” katanya, meninggalkan kafe dengan perasaan campur aduk.

Salsa berdiri di tempatnya, mengambil amplop yang masih tergeletak di atas meja. Dia tahu bahwa keputusan ini akan berdampak besar bagi hidupnya, tetapi dia tidak bisa mengabaikan harapan dan impian orang tuanya. Sementara itu, Ronan meninggalkan kafe, merasakan beban yang lebih berat di pundaknya, dengan keputusan yang tersisa di antara mereka, menunggu untuk menghadap ke depan.

beRSampingan selamanya Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang