8☑️

44 5 0
                                    

Keesokan harinya, Salsa menerima telepon dari bunda Ronan. Suaranya ceria di seberang sana. "Halo, Salsa! Ini bunda Ronan. gimana kabar kamu?" tanya bunda Ronan dengan nada ramah.

"Baik, tante. Ada yang bisa salsa bantu?" jawab Salsa, merasa sedikit canggung.

bunda Ronan melanjutkan, "Kami ingin mengatur waktu untuk fiting baju pengantin. Apa kamu bisa datang bersama Ronan hari ini?"

Salsa berpikir sejenak. "boleh tan. Salsa akan datang," jawabnya, berusaha menunjukkan sikap positif meskipun di dalam hati ada rasa cemas.

Setelah menutup telepon, Salsa mulai merencanakan hari itu. Ia tahu pas baju adalah langkah penting menjelang pernikahan mereka. Dia berharap semua berjalan lancar.

Sebelum berangkat, Ronan meminta nomor telepon Salsa melalui Bundanya. Ia menjelaskan bahwa akan lebih mudah baginya untuk langsung menelepon Salsa ketika tiba nanti untuk menjemputnya. Permintaan ini membuat Salsa agak terkejut, mengingat sikap Ronan yang selama ini terkesan dingin dan menjaga jarak. Namun, tanpa banyak pikir, ia menyetujui permintaan itu.

Tak lama setelah menerima nomor Salsa, Ronan mengirimkan pesan singkat, "saya akan membawa teman saya nama nya Paul, kamu bisa membawa teman juga kalau mau. saya tidak mau hanya berdua saja."

Salsa tersenyum kecil membaca pesan itu. Terlihat jelas bahwa Ronan enggan menghabiskan waktu hanya berdua dengannya, namun sikapnya tetap sopan dan formal. Dengan cepat, Salsa menjawab, "oke, aku akan mengajak Nabilla. Sampai nanti."

Ronan hanya membalas singkat, "Oke."

Setelah mengatur semuanya, Salsa segera menghubungi Nabilla. "Nabilla, aku butuh bantuanmu. Ronan ingin kita berdua menemani dia dan temannya untuk memasang baju pernikahan," ujarnya.

Nabilla langsung menyetujuinya. "tentu saja! Ini akan jadi pengalaman seru! Kita harus memastikan semuanya berjalan lancar," jawabnya antusias.

Siang harinya, Ronan tiba di depan rumah Salsa tepat waktu, dengan Paul di kursi penumpang. Nabilla yang mendampingi Salsa tampak semangat, menyapa Paul dan Ronan dengan senyum lebar. Sepanjang perjalanan, Paul dan Nabilla saling bercanda, membuat suasana jadi lebih santai. Ronan sesekali tertawa ikut kecil mendengar lelucon Paul dan Nabilla, sementara Salsa hanya tersenyum, merasa lega bahwa kehadiran teman-teman mereka mencairkan suasana yang semula kaku.

Ketika tiba di butik untuk fiting, mereka mulai mencoba pakaian yang telah disiapkan oleh desainer. Salsa merasa sedikit gugup saat mencoba gaun itu, sementara Ronan tampak tenang dalam suasana jasnya. Di sela-sela fiting, sesekali terlihat mereka bertemu di cermin, namun mereka dengan cepat mengalihkan pandangannya. Nabilla dan Paul terus memberikan komentar, membuat suasana semakin santai dan penuh tawa.

Sakit itu terasa berlalu dengan cepat, dan di penghujung hari, Salsa merasa sedikit lebih nyaman dengan kehadiran Ronan, meski ia masih merasakan ada jarak di antara mereka.

Setelah selesai sesi fiting baju, suasana terasa lebih santai. Paul, yang terlihat sangat antusias, merekomendasikan, "Bagaimana kalau kita pergi makan di restoran? gue udah lapar!"

Salsa dan Nabilla saling berpandangan. Mereka sebenarnya sangat ingin makan, tapi Ronan terlihat tidak terlalu tertarik. "Nngga usah lah, gue antar mereka aja. Ntar aja kalau lo mau makan, kita aja cari makan berdua," kata Ronan dengan tegas, berusaha menyarankan untuk pergi berdua saja.

Paul mengedipkan matanya ke Ronan, memberikan sinyal yang jelas. "Ayolah, Ron! Kita sudah selesai di sini, ini kesempatan bagus. Kita bisa ngobrol lebih banyak," Paul mencoba membujuk dengan nada menyenangkan.

Ronan mengerutkan kening, melihat wajah sahabatnya yang penuh harap. Dia menyadari bahwa Paul ingin menggunakan kesempatan ini untuk lebih dekat dengan Nabilla. Ronan merasa sedikit tertekan, tetapi juga tahu bahwa Paul tidak akan berhenti mendesaknya.

"oke, oke. Tapi benar hanya untuk makan aja ya? Setelah itu kita langsung pulang," jawab Ronan akhirnya, mengalah.

Nabilla dan Salsa terlihat senang mendengar keputusan itu. "Hore! Ayo kita berangkat!" seru Nabilla dengan ceria, sementara Salsa hanya bisa tersenyum.

Mereka pun berangkat menuju restoran terdekat, suasana di dalam mobil terasa lebih ceria meskipun Ronan masih terlihat sedikit cuek. Setibanya di restoran, mereka memilih meja di pojok yang cukup nyaman untuk bersantai.

Saat mereka duduk, Paul langsung mengambil alih percakapan. "Jadi, Salsa, apa yang paling lo suka dari baju pengantin yang lo coba tadi?" tanyanya, berusaha mengalihkan perhatian dari Ronan.

Salsa menjawab dengan lembut, "Aku sangat suka dengan gaun berwarna putih dengan aksen bordir. Rasanya elegan, aku merasa sangat nyaman saat memakainya kak."

"Wow, pasti kamu akan jadi pengantin yang cantik," puji Paul, senyum lebar terpancar di wajahnya. Dia berusaha menarik perhatian Salsa, seolah ingin menunjukkan ketertarikan.

Ronan mengamati interaksi ini dengan sedikit rasa cemburu. Meskipun dia tahu bahwa mereka hanya berteman, dia tidak bisa menghindari rasa cemas melihat Paul yang terus berusaha mendekati Nabilla dan Salsa.

"Jadi, Nabilla, apa rencanamu setelah lulus kuliah?" tanya Paul, beralih ke Nabilla, seolah ingin menyelamatkan Ronan dari gangguan.

Nabilla menjawab dengan semangat, "aku ingin bekerja di bidang desain grafis. Mungkin akan dimulai dengan magang sebelum menemukan pekerjaan tetap."

"Bagus! Aku yakin kamu akan sukses," balas Paul dengan nada percaya diri. Ronan merasa sedikit kesal dengan sifat Paul yang begitu mendominasi percakapan.

Sementara itu, Salsa merasa terhibur dengan suasana dan interaksi yang terjadi. Dia mengamati Ronan yang terlihat sedikit tidak nyaman, tetapi dia juga merasakan ketegangan yang ada di antara mereka.

"Jadi, kak Ronan, apa rencanamu setelah menikah?" tanya Nabilla tiba-tiba, mengalihkan perhatian ke Ronan.

Ronan terkejut dengan pertanyaan itu. "Uh, ya, kita lihat saja nanti," jawabnya, tidak tahu harus berkata apa. Dia merasa bingung dengan perasaannya sendiri.

Salsa menatap Ronan, berharap bisa mengenalnya lebih lanjut di luar perjodohan ini. Namun, dia juga merasakan ada sesuatu yang menghalangi kedekatan di antara mereka.

Dengan berbagai perasaan yang campur aduk, mereka menikmati makan siang bersama. Salsa berharap bahwa kesempatan ini bisa menjadi awal yang baik bagi hubungan mereka, meskipun jalan yang jarak tempuh mereka masih panjang penuh rintangan.

Paul dan Nabilla terus bercanda, sementara Salsa berusaha menemukan cara untuk berkomunikasi dengan lebih baik.

beRSampingan selamanya Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang