20 : Hak?

17 4 0
                                    

Hai, angah kembali lagi. Maaf lama menghilang karna sibuk banget di real life:)
Happy reading guys

***

Di kamar, Nara sedang sibuk berkutat dengan buku-bukunya yang ada di atas meja. Gadis itu nampak serius mengerjakan tugas susulan yang diberikan oleh guru saat sang empu masih berada di rumah sakit. Lagi serius, seseorang mengetuk pintu kamarnya yang membuat Nara berdecak.

"Masuk," sahutnya tetap fokus.

Muncullah sosok Mahen dengan piyama hitam yang terpasang sedikit over size di tubuhnya. Cowo dengan rambut acak-acakan itu melipatkan tangannya ke dada saat melihat Nara yang masih belum tidur. Padahal gadis itu baru saja keluar dari rumah sakit. Seharusnya ia berisitirahat agar nanti pas masuk sekolah kondisinya jadi jauh lebih baik. Ngeyel.

"Ngapain?"

"Bikin tugas susulan biar nggak numpuk pas ujian kelulusan nanti," jawab Nara tanpa mengalihkan pandangannya dari buku-buku yang memenuhi meja belajarnya. Tanpa menoleh pada sang pembicara pun, dia sudah tahu siapa yang bertanya padanya.

"Gue suruh istirahat, baru keluar dari rumah sakit, kan? Tidur." cowo itu melangkah kakinya, menuju ke arah Nara sambil memasukkan tangan ke dalam saku celana.

"Nggak bisa. Tugasnya numpuk." Nara masih ngeyel, dia hanya tidak mau saat akan melaksanakan ujian kelulusan otaknya harus pusing memikirkan antara tugas yang menumpuk atau belajar untuk ujian nantinya.

Mahen memejamkan mata, sifat yang tidak ia sukai dari Nara. Sifat tidak penurut dan tidak memikirkan diri sendiri. Tapi kali ini Mahen maklum, pasti Nara punya alasan tersendiri untuk melakukan itu. Kali ini dia akan mengalah dan tidak akan memperpanjangkan masalah.

Mahen membungkukkan sedikit tubuhnya, memperhatikan apa yang sedang dikerjakan gadis itu. Alhasil wajahnya berada dekat dengan wajah Nara yang masih tidak menyadarinya. "Susah?"

"Ehh-" Nara terkejut dan sontak menoleh ke samping saat merasa suara berat itu berada sangat dekat dengan telinganya. Tapi gerakan refleks dari gadis itu malah membuat keduanya mengalami momen tidak terduga. Nara merasakan pipi mulus Mahen yang saat ini melekat pada bibirnya. Di sisi lain jantung Mahen berdetak dua kali lebih cepat. Memancing adrenalin untuk terus memompa dan membawa dirinya ke suatu rasa yang sulit untuk dijelaskan.

"Bibir gue! Lo ngapain tiba-tiba muncul kayak jelangkung, ha?!"

"Salah gue?" tanya Mahen yang sudah berubah posisi karna didorong oleh Nara. Bukan hanya Nara, sebenarnya cowo itu juga malu. Tapi ia mengatur ekspresinya agar kelihatan biasa saja.

"Ya iyalah! Pake nanya! Ini bibir aja belum pernah nyium pipi Xaviar, masa udah keduluan sama lo sih, ah!" Nara merengut sambil mengusap bibirnya kasar.

"Xaviar?" ekspresi Mahen mendadak datar. Cowo itu langsung menatap Nara dengan tatapan yang sulit diartikan.

"Iya, yang sekarang udah jadi pacar gue. Baru aja dia nembak gue lewat telepon. Anjay banget nggak sih? Bangun koma langsung jadi pacar dari cowo ganteng kayak dia? Wajib pamer ke satu sekolahan ini, mah." Nara memeluk handphonenya dengan penuh perasaan. Seolah-olah yang ia peluk adalah Xaviar-cowo yang sekarang menjadi pacarnya.

Lewat telepon? Serius nggak se-gentle itu?

Mendengar itu Mahen mendadak tidak suka. Ekspresinya benar-benar datar dan dingin. Xaviar, ketua PKS yang digilai oleh para ciwi-ciwi di sekolah mereka, juga cowo yang sering datang saat Nara koma. Mahen yang saat itu sudah resmi menjadi suami Nara tentu saja langsung mengusirnya setiap cowo itu datang.

Tanpa ba-bi-bu, tangannya langsung merampas handphone yang berada di tangan Nara. Perlu melakukan sesuatu.

"Eh apa-apaan! Balikin nggak!" dikarnakan tinggi badan Nara yang berada jauh di bawah Mahen, gadis itu hanya bisa loncat-loncat, berusaha untuk merebut handphonenya yang sedang diotak-atik oleh Mahen.

COUSIN'S WEDDING | NI-KI ENHYPEN Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang