Arthur dan Genta masuk ke dalam kelas yang berada di lantai 5. Kelas Strategi dan pemahamannya. Di sana ada sekitar 18 mahasiswa yang sudah duduk di kursi besi, ada lapisan logam mulia di atas mejanya. Benar-benar menakjubkan.
Lebih takjub lagi saat Genta duduk di kursi yang menyatu dengan meja itu. Meja yang terbuat dari logam ternyata didesain khusus dengan teknologi super modern. Ada layar sentuh transparan di tengah-tengahnya. Sama seperti laptop, hanya saja bentuk yang ini canggih, tidak ada keyboard fisik.
Pantas saja Genta merasa aneh saat Arthur tidak membawa tas atau buku. Ternyata kampus Aldebaran membuat teknologi yang memudahkan para mahasiswanya. Selama di tubuh Rafayel, Genta tidak bisa masuk ke kampus ini karena Rafayel yang selalu mendapat tugas di luar kampus dari petinggi kampus Aldebaran.
"Apa semuanya sudah hadir?" Ivan, dosen muda berkacamata hitam itu berdiri di depan kelas yang luasnya 7 × 7 meter. Garis wajahnya tegas, matanya tajam mengintimidasi.
Genta menatap di kejauhan. Pemuda itu mendapat tempat duduk paling belakang. Ternyata rata-rata dosen di sini terhitung muda, usianya sekitar 25 tahun.
"Baik, saya akan memulai pembelajaran hari ini." Ivan mengetuk papan tulis yang seketika menyala. Pria itu menekan tombol di penutup pulpen, yang membuat papan tulis langsung diisi oleh angka-angka dan huruf.
"Strategi kita sekarang adalah membuat sinyal menggunakan kode morse. Kalian pasti sudah memahami kode morse di lantai bawah, kan?"
Semua kompak mengangguk.
"Sampai sekarang, negara kita mengandalkan kode morse untuk mengirim sinyal saat menjadi mata-mata." Ivan terdiam sejenak, membenarkan letak kacamatanya. "Sebelum terjun ke lapangan, kalian harus bisa menerjemahkan kode morse yang aku berikan."
Ivan mengetukkan ujung pulpen ke papan tulis. Tulisan tadi bergeser ke samping dan menghilang, digantikan dengan kode morse yang panjang.
- ·- ·-· --· · - -··· · ·-· ·- -·· ·- ·--- ·- ··- ····
-·· ·- ·-· ·· ·--- ·- -· --· -·- ·- ··- ·- -·"Oke, sekarang fokus dengan layar sentuh di meja kalian. Aku sudah mengirim link-nya, dan terjemahkan di sana. Bagi yang selesai akan muncul namanya di papan tulis ini."
Semua melenguh tertahan. Mereka menunduk, kemudian mulai fokus mengetuk layar sentuh di meja itu. Genta terdiam, kembali mengingat pelajarannya saat berada di tubuh Rafayel. Tidak butuh waktu lama dia langsung tahu terjemahan kode morse itu.
Namun sepertinya dia kalah cepat. Nama Arthur sudah muncul di papan tulis. Genta melirik Arthur yang terlihat meregang otot tangannya ke atas, terlihat santai. Lalu tak lama kemudian, muncul lah nama Genta di papan tulis.
Terjemahannya itu adalah Target berada jauh dari jangkauan. Mudah diisi karena Genta sudah hafal kode morse.
Ivan menatap nama asing itu. Alisnya mengerut, lantas menggulirkan pandangan ke segala arah. Tatapannya berhenti di bangku samping Arthur. Genta terlihat duduk menyandar dengan kaki yang disilangkan, menatap ke arah jendela dengan tatapan datar.
"Siapa yang bernama Genta?" Ivan bertanya lantang, memastikan tebakannya benar atau salah. Dan benar saja, Genta langsung menoleh ke arahnya dengan tangan yang terangkat. "Mahasiswa baru?"
"Yeah," jawab Genta, mengangguk pelan.
Ivan mengangguk menanggapi. "Datang dari mana?"
"Indonesia."
"Impresif. Aku tidak perlu mengajari kode morse kepadamu lagi, kan?"
Genta tertawa renyah. "Tidak perlu, pak. Aku sudah menguasai sandi kimia juga."
KAMU SEDANG MEMBACA
Paradigma (Season 2)
Action❝Sono il migliore, amico❞ - (Kelanjutan cerita Error)