Dalam suatu ruangan, ada satu meja panjang dan 13 kursi berjejer rapi yang saling berhadap-hadapan. Kursi itu diisi oleh para petinggi kampus Aldebaran.
Di ujung meja persegi panjang, ada kursi tunggal, khusus untuk pemilik kampus.
“Kita benar-benar terdesak.” Salah satu petinggi kampus Aldebaran menyuarakan pendapatnya. “Apa masih belum ada kemajuan tentang Rafayel?”
“Hei, Frans. Ini sudah satu tahun dan kita masih belum menemukan jejaknya,” rekannya yang lain menyahut.
Frans mengernyit kesal. “Bukankah ini tugasmu? Apa sebenarnya kau tidak sekuat itu makanya sampai sekarang belum menemukan Rafayel?”
“Wah... Apa katamu, sialan?!” Hart berseru kesal, dia berdiri dari kursinya, menatap Frans tajam. “Orang-orang di ruangan ini juga tahu betapa berbakat nya si Rafayel itu! Bahkan sebenarnya dia melampaui dosen tingkat dua dan satu, tetapi pemilik kampus memasukkan pemuda itu ke tingkat tiga, dan hanya dia satu-satunya dosen tingkat tiga itu!”
Frans mendengus jengkel. “Ya ya ya, aku tahu. Makanya keberadaan dia menjadi ancaman sekarang setelah dia mengetahui rahasia kita.”
“Karena itu jangan menyalahkanku kalau sampai sekarang tidak menemukannya!”
Keributan terjadi di meja rapat itu. Sedangkan pemilik kampus diam, memandangi alat di tangannya. Alat itu adalah teknologi yang diberikan dosen Lin kepadanya. Alat yang dibuat oleh mahasiswa baru.
Cukup menarik melihat logam mulia itu dibuat menjadi kamera pengintai. Bahkan dosen Lin menjelaskan kalau kamera itu on time, selalu hidup, dan juga ada perangkat untuk menyimpan file rekaman tanpa batas. Kamera pengintai yang sempurna.
“Karl!”
Merasa di panggil, pemilik kampus akhirnya mendongak, menatap Kailo dan Leonard yang memandangnya dengan tatapan meminta bantuan.
“Apa kau tidak punya pendapat tentang Rafayel?” tanya Leonard, menghela napas lelah melihat pertengkaran di setiap rapat.
Karl mengedikkan bahu acuh. Dia masih setia meneliti kamera pengintai itu. Kemudian beralih menatap benda lempeng transparan yang menjadi perangkat penyimpanan file rekaman tanpa batas.
Saat menyentuh benda lempeng itu, jari Karl bergerak menekan folder terbaru. Pria itu terkesiap melihat sudah banyak video yang terekam. Dengan jari gemetar, Karl menekan salah satu video yang masih berlangsung.
Karl tertegun. Ini benar-benar menakjubkan. Sekarang dia bisa melihat semua orang di ruangan lantai 12 di dalam benda lempeng transparan itu. Suara pertengkaran Frans dan Hart juga terdengar.
“... Siapa mahasiswa baru itu?”
Pertanyaan Karl membuat suara yang saling bersahut-sahutan berhenti. Semua orang menatap ke arah Karl yang tersenyum lebar, seakan baru saja mendapatkan permata yang berharga.
“Dia Sagara Rajaswana,” jawab Leonard. Dia memberitahukan informasi tentang Sagara yang dia dapat dari dosen Lin. “Datang dari Indonesia bersama ketiga temannya.”
“Teman?” Karl menopang pipi, menatap Leonard dengan senyum penuh misteri. “Ceritakan juga tentang temannya.”
Leonard menelan ludah kasar. Dia membuka tablet, dan memperlihatkan informasi tentang Sagara, Genta, Resta dan Samuel.
“Samuel mahasiswa di sini yang mengambil cuti satu tahun, dan kembali membawa ketiga temannya yang berniat kuliah di sini. Sagara Rajaswana, dari data pribadinya dia dikatakan sebagai bodyguard Faresta Dewantara, salah satu dari rombongan itu.”
Karl menutup mulutnya, menyembunyikan senyum miring di balik telapak tangannya. “Lanjutkan.”
“Faresta Dewantara dan Genta Adelardo Dewantara. Saudara kembar dari keluarga Dewantara. Dari laporan dosen Ivan, Genta memiliki pengetahuan yang luas tentang mata-mata. Sedangkan Resta... Masih belum memperlihatkan tanda bahwa dia berbakat.”
KAMU SEDANG MEMBACA
Paradigma (Season 2)
Action❝Sono il migliore, amico❞ - (Kelanjutan cerita Error)