3 >> PARADIGMA <<

299 66 2
                                    

Tepat saat Genta, Arthur dan Samuel beranjak pergi ke kursi yang ada di kantin, sosok Resta dan Sagara terlihat di pintu kantin. Dua orang itu terlihat berdebat— dan sepertinya hanya Resta yang terus berkoar-koar, sedangkan Sagara menanggapi dengan wajah lempeng.

Dua orang itu melihat keberadaan Genta. Segera Resta berlari ke sana. Namun, hampir saja dia menabrak orang kalau saja Sagara tidak menarik kerah belakang bajunya.

“Khekkk! L-lepaskan! Kau membuat leherku tercekik!”

“Masih untung aku menahanmu, kalau tidak kau akan jatuh menabrak orang itu.” Sagara menurut, melepaskan tarikannya pada kerah belakang baju Resta. “Aku tidak bisa membayangkan orang-orang yang tinggi itu berakhir menginjakmu karena tidak melihatmu. Dasar pendek.”

Holy shit!

“Sependek-pendeknya aku, lebih pendek Genta, tahu!” ketus Resta, duduk di depan Genta. Tepat saat itu sendok melayang di kepalanya. Pelakunya adalah Genta. “Aw! Kalian berniat membunuhku, ya?”

Genta mendengus jengah. “Cerewet. Aku diam saja malah namaku kau bawa-bawa. Terima saja fakta kalau kau juga sama pendeknya seperti aku.”

“Dih, masih tinggian aku 3 senti dibanding dirimu,” cibir Resta yang dihadiahi tatapan maut dari Genta.

Arthur yang melihatnya tertawa. “Lihatlah, sesama pendek malah saling menyalahkan.”

“Diam kau, tiang!”

Arthur terperangah saat Genta dan Resta kompak melototi dirinya. Dan lagi, apa katanya tadi? Tiang? Kampret!

“Mereka akan terus berdebat tanpa selesai,” sahut Sagara yang masih berdiri. Pemuda itu berbalik badan. “Biar aku saja yang memesan makanan.”

Arthur dan Samuel mengangguk. “Kami akan menjaga mereka berdua. Takutnya malah jadi perang,” canda Arthur disertai tawa yang renyah.

Di sisi lain, Genta menghela napas lelah. Dia sendiri juga bingung, kenapa dia tidak mau kalah ya, dari kembarannya yang kolot ini? Mungkin menyebalkan melihat senyum kemenangan di wajah Resta.

“Kalau kau kesal, jangan malah melampiaskannya padaku.” Genta memalingkan wajah ke arah lain.

Resta yang tersadar langsung mengatupkan bibirnya. Seketika pemuda itu langsung tahu kesalahannya. Entah mengapa saat bersama Genta, dia tidak bisa mengontrol dirinya dan malah bertindak kekanakan. Padahal Resta tahu Genta pasti tidak menyukai hal-hal merepotkan seperti itu.

“Maaf...” Resta menunduk ciut.

Mendengar suara yang amat pelan itu, Genta terpaksa menoleh kembali ke arah Resta. Satu hal yang dia tahu dari Resta, anak itu tidak akan segan meminta maaf jika merasa dirinya salah. Hal itu yang membuat Genta akhirnya luluh.

“Aku maafkan.”

Resta tersenyum tipis, wajahnya kembali ceria. Arthur yang melihat itu melongo. Semudah itu baikan? Seriously?

“Kau akan terbiasa,” bisik Samuel, seakan tidak terpengaruh dengan keajaiban di depan mereka.

Arthur tersenyum antusias. “Ini semakin seru. Bisakah aku masuk ke dalam rombongan kalian?!”

Ucapan itu sukses membuat si kembar menatap Arthur dengan berbagai tatapan. Genta yang langsung menolak dari tatapannya, sedangkan Resta yang malah berseru antusias menerima Arthur secara sukarela.

“Tentu! Selamat bergabung, kawan!”

Genta hendak protes, namun protesannya ia telan bulat-bulat saat makanan datang. Sagara juga sudah kembali dari memesan makanan, ikut duduk di samping kanan Genta. Kini, pemuda itu diapit oleh Samuel dan Sagara, sedangkan di depannya ada Arthur dan Resta.

Paradigma (Season 2) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang