4 >> PARADIGMA <<

287 65 6
                                    

“Bagaimana kau tahu namaku?”

Genta tersenyum miring. “Dan bagaimana kau menyelinap masuk ke asramaku?”

Tatapan datar dari Rafayel seakan menghunus punggungnya. Genta masih setia menatap sosok berbaju hitam itu dari cermin, enggan membalikkan badan. 

“Kau tidak perlu tahu.” Rafayel berjalan mendekat. “Dan jawab pertanyaanku. Bagaimana kau bisa tahu namaku?”

Genta bisa merasakan aroma tubuh yang tidak asing. Aroma mint khas Rafayel. Pemuda itu berdiri tepat di belakangnya, menatap matanya lewat cermin dengan tajam.

“Bagaimana aku tidak tahu?” Genta memiringkan kepalanya, menatap pantulan diri Rafayel di cermin itu. Bibirnya mengulas senyum tipis. “Mata biru cemerlang yang siap menjadi mata pisau untuk membunuh semua orang. Khas dari satu-satunya dosen tingkat tiga.”

Rafayel menunduk, memegang pundak Genta dari belakang. Ia menyeringai. “Sudah aku duga itu kau. Orang yang menghuni ragaku beberapa bulan lalu.”

Deg.

Kali ini Genta membalikkan tubuhnya menghadap Rafayel. “Kau—”

“Aku tidak bodoh.” Rafayel menumpu kedua tangannya pada wastafel, menunduk, menyejajarkan matanya dengan mata Genta. Mengungkung tubuh Genta di antara kedua tangannya. “Saat aku bangun, aku tidak mengingat apa yang terjadi. Aku sendirian di gunung bersalju dengan pohon yang menimpa tubuhku. Awalnya aku tidak sadar, tetapi aku ingat satu penyakit yang aku baca di buku. DID.”

Rafayel tersenyum di balik maskernya. “Dan itu kau, jiwa yang menjadi kepribadian lain diriku beberapa bulan lalu. Tapi sekarang sepertinya tidak lagi. Kau sudah menemukan tubuhmu.”

Genta membalas tatapan Rafayel dengan tenang. “Kalau itu aku, memang apa yang akan kau lakukan?”

“Yang akan aku lakukan?” Rafayel menggenggam lengan Genta erat. “Tentu saja menagihmu untuk menjelaskan apa saja yang kau perbuat pada tubuhku. Dan apa saja yang diperintahkan oleh orang sialan itu padamu!”

Genta meringis saat cengkeraman itu semakin kuat. “Apa itu penting bagimu?”

“Tentu saja! Memangnya apa alasanku datang ke asramamu diam-diam begini sampai menyusup ke toilet? Karena hanya kau satu-satunya jawabanku!” Mata Rafayel menyorot tajam. “Karena kau mengambil alih tubuhku waktu itu, rencanaku jadi berantakan. Dan aku harus bersembunyi sebelum orang-orang kampus menyadari keberadaanku.”

Genta mengernyit bingung. Apa maksud dari ucapan Rafayel?

“Kenapa kau harus bersembunyi?”

“Karena aku mengetahui sesuatu yang tidak seharusnya aku ketahui.” Rafayel menghela napas gusar. Pemuda itu menegapkan tubuh kembali, menatap Genta dingin. “Dan itu juga alasan mengapa mereka memberikan tugas padamu ke gunung bersalju itu. Karena mereka ingin membunuh Rafayel yang mengetahui rahasia kampus Aldebaran.”

Deg.

“Dengar, aku tidak punya waktu.” Rafayel kembali mendekatkan wajahnya ke depan wajah Genta. “Aku mengamati orang yang bernama Sagara itu. Dia berhasil menciptakan teknologi yang canggih. Aku mengikuti kalian sampai ke asrama Sagara malam tadi. Aku mendengar semua penjelasan anak itu. Dia genius. Aku membutuhkan informasi darinya. Informasi yang dia dapat dari lantai atas.”

Genta terkesiap. “Kau—”

“Aku tidak punya waktu untuk menjelaskan bagaimana aku menyusup. Sekarang, kau harus membujuk anak bernama Sagara itu untuk—”

“Genta?”

Suara Resta dari luar toilet menghentikan ucapan Rafayel. Kedua orang itu saling tatap, sebelum menatap pintu kamar mandi yang tidak terkunci. Entah kenapa Genta ikutan panik kalau seandainya Resta menyelonong masuk dan menemukan Rafayel.

Paradigma (Season 2) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang