Alunan dan kekhawatiran sepertinya menjadi teman baik sepanjang hari ini. Ini sudah pukul sepuluh malam, tapi sudah kelima kali cewek itu mengintip Arka di kamarnya sejak makan malam terakhir. Demam sudah turun, hanya saja cowok itu terus-menerus tidur. Makan juga tidak terlalu bernafsu. Jadi, cewek itu sengaja membuka pintu kamar Arka agar dia leluasa memastikan kondisi cowok itu kapan saja dia mau.
Dia ... keliatan baik-baik aja, batin Alunan.
Setelah hatinya puas memastikan Arka baik-baik saja, Alunan kembali duduk di karpet ruang tamu. Laptopnya sudah terbuka. Saatnya dia bekerja sebagai penulis platform yang seharian ini belum memperbarui ceritanya.
Tanpa sadar senyum Alunan tersungging tipis saat mengetik sebuah adegan. Sebagai seorang penulis, cara dia mengungkapkan isi hati dan pikirannya adalah melalui kata-kata yang diurai menjadi sebuah cerita. Bukan itu saja, menulis juga membantunya untuk menyimpan kenangan seseorang atau momen bersama seseorang yang hanya menjadi rahasia penulis. Sekarang dia merekam Arka dalam tulisannya.
"I feel like I'm home. Makasih."
Seketika jari-jari Alunan berhenti di atas keyboard. Kemudian, dia menepuk kedua pipinya yang memanas. Seharusnya dia tidak tersipu saat mengingat kata-kata Arka yang sedang sakit. Namun, dia juga kesulitan mengabaikan momen itu dari kepalanya.
"Arka, Arka." Alunan mendesah napas panjang. Perlahan dia membaringkan kepalanya di sofa, lalu menatap langit-langit ruang tamu yang masih dia nyalakan lampunya dengan terang.
"Kenapa sih kamu harus bikin aku kayak gini?" Alunan menyentuh dadanya yang terus berdebar tak keruan. Pikirannya tidak fokus dan terus berisikan Arka dan kenangan mereka. Lama-lama cewek itu tidak bisa lagi mengenali dirinya sendiri.
***
Usapan lembut di puncak kepala membuat Alunan terjaga. Matanya mengerjap pelan. Untuk sesaat dia memperhatikan depannya, kepala sofa yang menjulang tinggi. Kemudian, pelan-pelan dia membalikkan badannya.
Seketika napas Alunan tertahan. Matanya terkunci dengan mata gelap yang tampak begitu teduh. Sebuah senyuman menyapanya diikuti usapan lembut lagi di kepalanya. Hal itu memaksa cewek itu ikut tersenyum.
"Arka," panggil Alunan lirih. Cewek itu tersentak. Sadar akan momen terlalu intim menjadikannya buru-buru duduk.
"Ka ... kamu udah bisa turun dari tempat tidur?" tanya Alunan agak gagap. Matanya mendadak jadi tidak fokus. Dia juga bergerak ke sana-kemari seolah-olah sedang melipat selimut padahal yang sejak tadi dia lakukan hanyalah melipat-buka selimut dengan asal-asalan.
Arka mengangguk. Tiba-tiba saja tangannya sudah mengusap puncak kepala Alunan sekali lagi.
"Aku udah jauh lebih baik dari sebelumnya, makasih ya, Alunan," ucap Arka ikut berbisik.
Tahu-tahu saja cowok itu berdiri, lalu menarik selimut yang Alunan acak-acak itu. Sambil melipat selimut, Arka bertanya, "Kamu kenapa tidur di sofa?"
Alunan meringis. Kepalanya mendongak. Sejak dulu Arka selalu lebih tinggi, tetapi ketika dia duduk dan cowok itu malah berdiri, Alunan merasa seperti minion saja.
"Ya ... nggak apa-apa," jawab Alunan sekenanya. Dia tidak mungkin berkata bahwa dia tidak bisa tidur di kamarnya sendiri karena terlalu mengkhawatirkan Arka. Tidak mungkin juga mengatakan kalau dia selalu mondar-mandir memeriksa cowok itu setiap satu jam sekali.
"Penipu," ucap Arka. Cowok itu berlutut kembali di sisi sofa. Tangannya seolah tak bisa berhenti mengusap kepala Alunan sejak tadi. "Kamu kira aku nggak tahu kamu selalu cek aku ke kamar setiap satu jam sekali?"
Alunan meringis.
Arka mendesah napas panjang. "Lun, sekali lagi makasih. Jujur ini kali pertama aku ... dipeduliin. Kamu tahu benar gimana kondisi rumahku yang nggak pernah ada orang itu. Sekarang aku jadi ngerasain gimana rasanya rumah saat sama kamu."
KAMU SEDANG MEMBACA
My Quarantine Boyfriend (Novelet)
عاطفيةGimana jadinya lo dan sahabat lo tiba-tiba harus karantina berdua aja? Di tengah-tengah mewabahnya virus covid-19, tiba-tiba saja Arka datang ke apartemen Alunan. Bukan hanya membawakan bahan makanan yang cewek itu butuhkan, tetapi juga virus. Mau...