12. Parade Kampus 0.2

1.1K 118 14
                                    

Aroma roti panggang menguar dari dapur kediaman keluarga Anna. Dentingan sendok yang beradu dengan cangkir kopi terdengar tegas dan teratur, berpadu dengan suara musik instrumental yang mengalun dari teras belakang—tempat di mana Ascela sedang melakukan rutinitas pilatesnya di atas matras biru muda.

"An, rotinya jangan terlalu gosong. Kamu jangan terlalu lama manggangnya," Almira berkata dengan nada menilai sambil memasuki dapur. Masih mengenakan polo shirt dan rok golf pendeknya, wanita paruh baya itu tampak tegap dengan rambut yang tersisir rapi seusai bermain golf pagi ini.

Anna menoleh sambil mengoles selai stroberi ke roti panggangnya. "Anna baru buat tiga, Ma. Mau dibuatin sekalian?"

"Ya udah, tapi ingat timer-nya. Jangan sampe gosong kayak kemarin," Almira menjawab sambil meletakkan tas golfnya dengan rapi di sudut ruangan. "Oh iya, tadi Mama ketemu temen lama Mama waktu SMA di lapangan golf. Masih inget Tante Ariadne? Yang dulu sering main ke rumah waktu kalian SD?"

"Yang rambutnya pendek itu kan, Ma?" Ascela menyahut dari teras, melongokkan kepalanya ke dalam dapur.

"Scel, lap dulu keringet kamu sebelum masuk dapur. Udah berapa kali coba Mama bilang soal kebersihan," tegur Almira, matanya menatap tajam. "Iya, itu Adne. Anaknya satu kampus sama Anna. Lupa Mama namanya, tapi katanya di jurusan Teknik."

Anna meletakkan piring berisi roti panggang di hadapan ibunya dengan hati-hati. "Oh ... Anna kurang kenal anak-anak teknik. Kampus kan gede banget Ma." Bohong jika ia tidak mengenal sama sekali anak anak teknik, Anna jelas mengetahui beberapa pentolan dari fakultas itu.

"Bukan masalah besar-kecilnya kampus, An. Harusnya kamu lebih aktif di organisasi kampus, biar network kamu luas," Almira menyesap kopinya dengan anggun. "Adne tanya soal kuliah kamu. 'Gimana Anna kuliahnya? Kedokteran kan ya?'"

"Terus Mama bilang apa?" tanya Anna, berusaha duduk dengan postur yang lebih tegak saat bergabung di meja makan.

"Mama jelasin kamu sudah mulai praktik di lab. Tapi Mama bilang kamu perlu lebih serius lagi. Nilai anatomi kamu semester lalu masih bisa ditingkatin soalnya."

"Ma, tapi kan nilai Anna udah di atas rata-rata lho IP semester kemarinnya aja 3,98," Ascela mencoba membela.

"Di atas rata-rata ga cukup di kedokteran Scel," Almira memotong tegas. "Dan kamu, udah berapa lama kamu pilates? Gerakan kamu masih belum presisi mama liat dari sini."

Keheningan sejenak menyelimuti ruangan, hanya terdengar suara dentingan sendok yang beradu dengan cangkir, Almira mengaduk kopi miliknya.

"Adne ngundang kita makan siang minggu depan," Almira melanjutkan, sambil membuka agenda di ponselnya. "Mama harap kalian bisa atur jadwal dengan baik. Anna, Ascela atur jadwal belajar dan kuliah kalian, pastiin segala urusan kalian semuanya beres, supaya kita semua bisa dateng."

"Oke, Ma," jawab kedua anaknya hampir bersamaan.

Sinar matahari pagi menembus jendela dapur, menciptakan bayangan yang tegas di atas meja makan.

Tiba-tiba, dering telepon menginterupsi. Almira menjawab dengan tegas. "Ya, halo?"

"Ce Mira? Maaf ganggu ya, aku mau ingetin soal acara ulang tahunnya Xiera nanti malem ya Ce. Jangan engga dateng lho. Xiera udah kangen banget sama Cici Anna dan Cece Scela."

Almira mengangguk sementara mendengarkan. "Iya, pasti. Kita usahain dateng Na."

Setelah menutup telepon, Almira beralih ke kedua anaknya. "An, Scel, kalian inget kan kalo ada acara ulang tahunnya Xiera nanti malem. Kalian harus dateng ya. Xiera katanya kangen banget sama kalian, udah lama juga kan enggak ketemu."

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Nov 24, 2024 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

𝐅𝐞𝐦𝐚 𝐌𝐖'𝟗𝟕Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang