a/n📍
firstly, aku mau minta maaf because for long long long time I didn't update in this work i guess after two years? jujur aja, regarding the vote, I told this story will be update as soon as possible If the story has 200 votes, right? but unfortunately, baru sekarang aku bisa update huhu.anywayyyy thank you so much to everyone who voted and still wait this story, I really really appreciate it. i recommend you guys to read the previous chapter before continue this part supaya gak lupa dan bisa recall memory lagi yahh.
best regards,
fluttersyy_happy reading💕
Bersama beberapa teman Fema lainnya, Miko kini telah berkumpul di salah satu meja kantin mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Bisnis. Kali ini, banyak dari anggota Fema tidak dapat bergabung karena kesibukan masing-masing. Hanya Junita, Risa, dan Jeha yang hari ini memiliki waktu luang untuk sekadar bersantai. Biasanya, ketika mereka berkumpul seperti ini, pembicaraan tidak jauh dari keluhan tentang tugas atau topik acak yang sesekali muncul secara tiba-tiba.
"Muka lo lecek amat, kenapa dah?" tanya Miko pada Yoga yang baru saja datang dan mengambil tempat duduk di sebelahnya. "Nih minum es biar seger," lalu pemuda itu menyodorkan segelas es teh miliknya kepada Yoga.
Jika kebanyakan orang akan menolak karena sungkan, Yoga, yang memang dikenal tak punya rasa malu, langsung saja menyambar minuman itu dan menyesapnya hingga tersisa setengah. "Buset aus banget lu?" komentar Miko, sambil mendelik tak suka.
Yoga meletakkan gelasnya kembali sambil mengusap mulut. "Lagi butuh yang manis-manis tem aus banget," jawabnya santai, seolah apa yang baru saja dilakukannya hal biasa. Junita menggeleng pelan, menahan senyum. "Kadang gue heran, lo kayaknya emang gak ada rasa malu sama sekali, ya Ga?"
Yoga hanya mengangkat bahu dengan ekspresi cuek, sementara Risa tertawa kecil di sebelahnya. "Seenggaknya si bocah ini dia jujur soal kebutuhan, ye gak Yog," Risa menambahkan, mencoba memberi pembelaan.
"Jujur gak gitu caranya, Ris," balas Miko, membuat semua yang ada di meja ikut tertawa.
"Capek Mik, pak dirga keknya mo bikin gue mati muda dah," keluh Yoga begitu matanya terasa segar lagi setelah meneguk minuman tadi. Ia menyandarkan tubuhnya ke kursi, wajahnya lelah namun penuh keluhan.
"Emang disuruh ngapain aja sama dia?" tanya Risa penasaran, menoleh ke arah Yoga.
"Banyak, njing, lo bayangin aja," balas Yoga, mulai menumpahkan uneg-unegnya. "Dia udah kasih gue tugas bikin makalah, terus kemarin disuruh ngerjain tugas praktek, eh laporannya harus ditulis tangan pula dan kudu dikumpul sore ini! Lo bayangin, gue baru tidur pagi tadi, makanya muka gue kucel begini. Parah, kan?"
Wajah Yoga penuh kesal, membuat Junita, Jeha dan Risa yang mendengar cerita panjang lebarnya malah tertawa.
"Kurang ajar ye emang lu pada!" seru Yoga, kesal karena bukan dukungan yang ia terima, melainkan tawa. "Salah sendiri, Yog. Lo kan yang minta tugas tambahan buat perbaikan nilai," sahut Jeha, membela diri sambil menyenggol Yoga.
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐅𝐞𝐦𝐚 𝐌𝐖'𝟗𝟕
Teen Fiction[rosie ft. 97] What happens if colleger hits are put together in one squad? genre : young adult [AU] | since may mature . harsh word . non baku 97line「」© 2021 fluttersyy_ [SLOW UPDATE]