Bagian Kelima

17 15 0
                                    

Cahaya yang menyinari ruangan itu semakin terang, seolah menembus kegelapan yang mengungkung mereka. Namun, saat cahaya itu menghilang, yang muncul bukanlah sosok yang mereka harapkan. Sebaliknya, wajah yang terbalut dalam bayang-bayang muncul di hadapan mereka.

"Hari ini adalah hari terakhir bagi kalian," kata sosok itu dengan suara rendah dan berat. "Tidak ada yang bisa menghindar dari takdir ini."

Semuanya terpaku di tempat. Wonyoung, yang berdiri paling depan, menatap sosok itu dengan ketakutan yang mendalam. "Siapa kau?" tanyanya, suaranya serak, berusaha untuk tetap tenang meskipun hatinya berdegup kencang.

Sosok itu mengangkat tangannya, dan dengan gerakan lambat, dia mencabut topeng yang menutupi wajahnya. Ketika topeng itu jatuh, mata mereka langsung tertuju pada wajah yang sangat familiar—wajah yang mereka temui setiap hari, tetapi sekarang tampak sangat berbeda. Sosok itu adalah seorang siswa dari sekolah mereka, seorang yang mereka kenal, namun sudah lama menghilang.

"Siapa yang kau kira?" tanya Gyuvin dengan cemas, melangkah mundur sedikit. "Kau... bukan siapa-siapa lagi!"

Sosok itu tertawa pelan, dan suaranya seperti desisan angin malam yang membawa kegelapan. "Aku adalah yang terlupakan, yang terhapus dari sejarah. Dan kini aku kembali untuk mengingatkan kalian bahwa tidak ada yang bisa mengubah takdir."

Berkelompok, mereka semua berbalik, berusaha mencari cara untuk melarikan diri. Namun, suara yang memerintah mereka sebelumnya kini berubah menjadi gemuruh yang mencekam. Semakin mereka mencoba menjauh, semakin dekat sosok itu mengikuti, seperti bayangan yang terus menempel pada mereka.

Tiba-tiba, suara teriakan keras terdengar di luar ruang bawah tanah. Semua terdiam, saling berpandangan. Sepertinya suara itu datang dari luar ruangan, di bagian sekolah yang lebih atas.

"Apakah kalian mendengarnya?" tanya Rei, suara ketakutan terbisik di antara mereka.

Sosok itu menghentikan langkahnya sejenak, lalu berkata dengan tenang, "Semua ini adalah bagian dari permainan. Kalian akan segera memahami apa yang terjadi."

Saat itulah, mereka mendengar suara langkah kaki cepat yang semakin dekat, bukan dari sosok misterius itu, tetapi dari sosok lain—seseorang yang berlari menuju mereka.

Seorang pria muncul dari balik pintu yang terbuka, wajahnya terburu-buru dan panik. "Kalian... kalian harus pergi sekarang!" kata pria itu, suara terbata-bata. "Sekolah ini... tidak seperti yang kalian pikirkan."

Hanni dan teman-temannya menatap pria itu dengan cemas. "Apa yang terjadi? Siapa kau?" tanya Hanni, mencoba memahami situasi yang semakin membingungkan.

Pria itu menghela napas panjang, dan matanya tampak penuh rasa takut. "Namaku Choi Yeonjun. Aku... Aku adalah bagian dari organisasi yang telah lama berusaha mengungkapkan kebenaran tentang sekolah ini. Kalian tidak tahu betapa bahayanya apa yang sedang kalian hadapi. Semua ini—pembunuhan, simbol-simbol itu—adalah bagian dari sesuatu yang lebih besar. Sebuah ritual yang telah dimulai lama sebelum kita lahir."

Wonyoung menatapnya bingung. "Ritual apa? Kenapa kita terlibat di dalamnya?"

"Karena kalian sudah membuka pintu," jawab Yeonjun dengan cepat. "Pintu yang seharusnya tetap tertutup. Itu adalah pintu menuju dunia lain—dunia yang dipenuhi dengan kekuatan gelap yang tidak seharusnya kita ganggu."

Sosok misterius itu kembali maju, langkahnya penuh ancaman. "Kalian pikir kalian bisa melarikan diri? Tidak ada yang bisa menghentikan apa yang sudah dimulai."

"Tunggu!" teriak Yeonjun, melangkah maju dan mengangkat tangannya. "Aku tahu caranya. Kalian tidak harus mati dalam permainan ini."

Tetapi saat Yeonjun hendak melangkah lebih dekat, simbol yang terukir di dinding tiba-tiba mulai memancarkan cahaya merah yang semakin terang, menelan semuanya dalam kilauan yang mencekam. Yeonjun terhenti, dan wajahnya menunjukkan ketakutan yang mendalam. "Kalian harus cepat! Sekarang!"

Hanni, Wonyoung, dan teman-temannya mulai berlari, meloloskan diri dari ruang bawah tanah yang kini tampak seperti sebuah labirin yang tidak pernah mereka lihat sebelumnya. Setiap langkah mereka terasa lebih berat, seakan-akan tanah di bawah kaki mereka menyedot energi hidup mereka.

Di luar ruang bawah tanah, mereka melihat Yeonjun yang tertinggal, berjuang melawan kekuatan yang mulai menyeretnya ke dalam kegelapan. "Pergi! Jangan menoleh ke belakang!" teriak Yeonjun.

Dengan napas terengah-engah, mereka berlari menembus lorong yang semakin gelap, menuju ke tempat yang lebih terang. Mereka tahu mereka harus keluar dari sekolah ini, tapi mereka juga tahu bahwa tidak ada jalan yang aman lagi.

Semua yang mereka lakukan kini terasa seperti sebuah pelarian dari takdir yang sudah digariskan.

Setelah beberapa saat berlari, mereka akhirnya tiba di aula utama sekolah. Namun, suasana di sana tidak lebih baik. Semua lampu mati, dan hanya ada suara bisikan yang datang dari segala arah, membuat mereka merasa seperti terjebak dalam perangkap yang lebih besar.

"Sekolah ini... Mengerikan," kata Gyuvin dengan suara gemetar, matanya melihat ke setiap sudut aula yang kosong.

"Apa yang kita lakukan sekarang?" tanya Bahiyyih, suara paniknya semakin nyata.

"Terus mencari jawaban," kata Taesan dengan tegas, meskipun hatinya sendiri dipenuhi rasa takut yang mendalam. "Kita harus menemukan cara untuk menghentikan ini, apapun yang terjadi."

Namun, saat mereka berdiri di tengah aula yang sunyi, mereka mendengar suara gemerisik lagi—tapi kali ini, suara itu datang dari belakang mereka. Mereka berbalik, hanya untuk menemukan bayangan besar yang menutupi pintu keluar.

Apakah mereka akan berhasil keluar dari sekolah ini? Atau mereka akan menjadi bagian dari misteri yang lebih besar yang mengerikan?

B E R S A M B U N G

[✓] Whispers of the Forgotten • 04L ft. YeonjunTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang