Wajah Yang Berbeda

19 5 0
                                    

~Nyam~

Bang Chan, seorang CEO muda yang sukses, sedang mencoba melarikan diri dari rutinitasnya yang padat. Pada suatu malam yang tenang, tanpa tujuan jelas, ia berjalan di sekitar distrik seni di kotanya, tempat banyak orang berkumpul untuk menikmati musik jalanan, pameran seni, atau sekadar mencari inspirasi.

Di sudut temaram di balik dinding penuh graffiti, Chan melihat seorang pemuda yang sedang mencoret dinding dengan gerakan cepat dan berani. Rambut pirangnya terurai, wajahnya penuh konsentrasi. Ada sesuatu dalam seni pemuda itu yang membuat Chan tak bisa mengalihkan pandangan.

Pemuda itu adalah Hyunjin. Dia sedang menggambar karakter yang penuh emosi di dinding, menumpahkan isi hatinya yang selama ini tak pernah ia ungkapkan. Di tengah kesunyian malam, ia tak menyadari kehadiran Chan yang memandangnya dari kejauhan. Namun, ketika ia selesai dan mundur untuk melihat hasilnya, matanya menangkap sosok pria yang tampak mencolok dalam pakaian rapi.

Hyunjin mendekat dengan waspada, tatapannya tajam. "Kenapa ngeliatin gue?" tanyanya dengan nada yang jelas menunjukkan bahwa ia tidak ingin diganggu.

Chan tersenyum, merasa terhibur dengan respons dingin Hyunjin. "Maaf, aku cuma… terkesan. Gambarmu keren."

Hyunjin mendengus, merasa Chan hanya orang kaya yang mencari hiburan. "Bos kaya kayak lu nggak paham sama seni kayak gini. Jadi, mending pergi."

"Bagaimana kalau aku paham?" Chan menantangnya dengan senyum tenang. "Aku cuma ingin tahu... apa yang ingin kamu ungkapkan lewat gambar ini?"

Hyunjin terdiam sejenak, terkejut mendengar pertanyaan itu. Tidak ada yang pernah benar-benar peduli dengan apa yang ia coba sampaikan dalam gambarnya. Tapi, dia tak ingin terlihat lemah di depan orang asing. "Lu nggak perlu tahu. Ini cuma graffiti. Hanya coretan biasa."

Namun, rasa penasaran Chan tak terbendung. Sejak pertemuan itu, Chan merasa ada yang menarik dalam diri Hyunjin. Ia mulai mencari tahu tentang pemuda itu, bertanya pada orang-orang di sekitar distrik seni hingga akhirnya mengetahui nama dan reputasi Hyunjin sebagai anak jalanan yang sering terlibat masalah.

Beberapa hari kemudian, mereka bertemu lagi, kali ini di taman kota. Hyunjin sedang duduk di bangku taman, mendengarkan musik lewat earphone. Chan mendekat, duduk di sampingnya tanpa diundang.

"Apa lagi?" tanya Hyunjin dengan malas, tanpa mengangkat pandangan.

Chan tersenyum ramah, "Aku hanya ingin mengenalmu lebih baik. Kalau kamu tak keberatan, tentu saja."

Hyunjin menghela napas panjang. "Kenapa? Hidup gue bukan cerita menarik buat orang kayak lu. Gue cuma orang biasa yang nggak punya apa-apa."

"Tapi kamu berbeda," jawab Chan dengan jujur. "Dan menurutku itu menarik."

Meski Hyunjin terus berusaha menghindar dan menutup diri, Chan tetap ada, memberinya ruang namun tanpa menghakimi. Seiring waktu, mereka sering bertemu di tempat-tempat umum. Mereka mulai berbicara lebih santai, terkadang saling bertukar pendapat tentang musik, seni, dan hidup. Chan bahkan tak segan-segan berbagi cerita tentang tekanan hidup sebagai seorang CEO.

Suatu sore, Chan mengajak Hyunjin untuk minum kopi di kafe kecil di pinggir kota. Hyunjin tampak ragu, tetapi akhirnya setuju.

"Gue masih nggak ngerti kenapa lo penasaran sama hidup gue," ujar Hyunjin sambil mengaduk kopinya.

Chan menatapnya dengan lembut. "Karena kamu hidup dengan cara yang berbeda. Aku ingin tahu seperti apa rasanya hidup tanpa banyak aturan dan ekspektasi."

Hyunjin tertawa kecil. "Lu nggak mau tahu. Nggak semudah yang lu bayangkan, Chan. Kadang... gue bahkan nggak tahu apa tujuan gue."

"Aku pun sering merasakan hal yang sama," jawab Chan, nada suaranya tulus. "Meskipun kelihatannya aku punya segalanya, kadang rasanya hampa. Mungkin karena itulah aku merasa tertarik padamu, Hyunjin. Kamu membuatku berpikir ulang tentang hidupku sendiri."

~Chanjin Things~Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang