Café ini kecil, bahkan terlampau kecil dengan hanya menyediakan satu kursi rotan di bagian teras luar. Bahkan halaman depan Café dibiarkan polos dan tidak dipergunakan untuk menambah beberapa meja atau kursi seperti sederet gerai makanan lainnya. Sialnya kali ini Aster harus terjebak bersama Ruby dan Shopie dua orang yang sangat suka mengeluh. Salahnya sendiri untuk mengajak mereka, tapi Aster benar-benar membutuhkan bantuan dua orang ini untuk membujuk Felix. Aster berpikir Felix pasti akan mempertimbangkan kembali jika melihat dua temannya yang memiliki pengaruh besar untuk memajukan Café ini.
"Sebenarnya kapan jam kerja Café ini dibuka?" Ruby mengentakkan kakinya kesal.
Yah, sudah hampir dua jam mereka bertiga menunggu di depan Café , salah Aster kurang mencari tahu informasi. Namun, jika dilihat dari aplikasi maps jelas tertulis jam sembilan pagi. Namun ketika mereka menahan malu dan meminjam beberapa kursi dari gerai sebelah dan bertanya tentang jam buka Café , sungguh di luar prediksi ketika mereka mendapati jawaban bahwa tidak ada jam buka pasti dari Café ini.
Café di buka sesuai mood dari sang pemilik.
Sial, sekali lagi Aster hanya bisa memberikan serapah dalam hati.
"Apa mungkin hari ini dia tidak akan ke sini?" Celetuk Shopie sembari meminum smoothies buah yang di belinya dari toko sebelah.
"Ugh, demi Bintang laut yang tidak punya otak. Penantian selama dua jam ini akan sia-sia." Ruby berseru dramatis.
Aster memutar bola. "Bisakah kalian berdua diam, menunggu hanya akan terasa semakin lama jika kalian selalu mengeluh." Katanya kemudian.
Ruby melipat tangannya di bawah dada lalu memberikan lirikan kesal dengan bibir cemberut pada Aster. "Setelah ku pikirkan sekali lagi, bagaimana bisa kau mengenal seseorang dari kasta bawah seperti ini?" Helaan napas menjeda perkataannya. "Dia bahkan bukan orang penting, tapi berani-beraninya membuat Ruby menunggu tanpa kepastian."
"Minum, minum." Shopie memberikan smoothies miliknya pada Ruby. Di anatara mereka bertiga hanya Shopie yang berani memesan minuman dari salah satu toko yang berderet di gang ini. Selain karena gang ini kecil, juga sedikit menyeramkan karena terlampau sepi. Tidak ada yang menjamin keamanan makanan atau minuman yang dijual.
Ruby meraih smoothies itu dan langsung meminumnya, tidak ada pilihan lain karena dia juga sudah merasa sangat haus. "Masam sekali!" komentarnya dengan lidah yang terjulur keluar. Dengan kesal dia mengembalikan smoothies itu pada Shopie.
"Kurasa ini lumayan enak, masam dan segar." Kata Shopie.
"Daisy, bukankah lebih baik kau mencari orang lain saja yang lebih mudah diajak berjasama untuk membalas Alaric." Shopie memberikan saran, bagaimanapun lelaki pemilik Café ini sepertinya orang yang sulit dihadapi. Mungkin juga terlampau sombong dan sesukanya.
"Tidak bisa!"
"Aku setuju!"
Aster dan Ruby menjawab bersamaan, lalu mereka berdua saling pandang dan berahir membuang muka pada masing-masing.
"Daisy, open your eyes. Masih banyak lelaki dengan kualitas yang lebih baik untuk membalas Alaric. Bukannya seorang pemilik Café kecil ini."
"Aku tidak membutuhkan orang yang lebih baik dari Alaric, justru aku mencari orang yang kualitasnya jauh di bawah Alaric. Dan hanya Felix yang cocok berperan untuk itu."
"Dari mana kau dapatkan konsep seperti itu?" Shopie berseru kesal setelah mengetahui alasan Daisy memilih orang ini.
"Alaric sangat melukai egoku dengan berselingkuh dengan seorang pramuniaga, demi Tuhan gadis itu hanya seorang pramuniga mana bisa dibandingkan denganku???" Aster menggelengkan kepala tidak terima. "Jika dia berhasil melemparkan seluruh harga diri dan kehormatanku ke dasar jurang, maka akan ku tenggelamkan harga diri dan egonya ke dalam lautan dengan mengencani lelaki yang memiliki kualifikasi jauh di bawahnya."
KAMU SEDANG MEMBACA
Dear Daisy
RomanceHidup Aster itu sangat biasa, dia juga tidak berasal dari keluarga berada. Aster tidak punya banyak kelebihan tapi dia memiliki kegigihan. Tidak banyak hal yang dia inginkan namun dia selalu bahagia ketika terbang. Jadi ketika dia berhasil menggapai...