Aster terbangun dengan kepala terasa berat, seolah de javu langit-langit kamar yang tampak asing menyambutnya. Alih-alih rumah sakit, itu adalah sebuah atap dengan lampu kristal bening yang memancar redup berpadu dengan seberkas cahaya yang memaksa masuk dari tirai jendela.
Pandangan Aster menyapu seluruh ruangan, mengamati dengan ragu. Warna putih mendominasi namun di beberapa sudut ada dekorasi dengan aksen emas yang membuat ruangan itu tampak elegan dan begitu tenang. Selayaknya bunga Daisy.
Daisy... Itu terlintas begitu saja menarik seluruh atensinya.
Aster mengangkat tangan kanannya, mengenali bahwa itu bukan dirinya. Dengan ragu ia menggerakkan kakinya, tak ada rasa sakit yang beberapa waktu terakhir mendera tiap detiknya. Dengan cepat Aster membuka selimut, menemukan kakinya yang masih utuh.
Aster mencubit kecil lengannya "Aaa." Suara jerit kecil keluar dari bibirnya ketika ia merasakan ngilu. "Ini bukan mimpi." Gumamnya. Segera ia terbangun, menuju cermin yang cukup besar berdiri kokoh di pojok ruangan.
Bukan wajahnya yang ia lihat, melainkan wajah Daisy yang beberapa saat lalu membuat kesepakatan dengannya. "Apakah aku sudah menempati tubuh Daisy?" Monolog Aster pada dirinya sendiri. Aster menyentuhkan tangannya pada bayangan yang ada dalam cermin di depannya. "Daisy." Ulangnya sekali lagi.
Aster tak dapat menahan senyum yang tersungging dibibirnya,
Tok.. Tok..
Sebuah ketukan pintu mengalihkan perhatiannya. Namun, ia tetap terdiam di tempatnya.
Tok.. Tok..
"Nona Daisy, apa anda sudah bangun?"
"Ya..ya.." Aster menjawab dengan suara yang tergagap.
"Tuan menunggu di bawah."
"Aku akan segera menyusul."
"Baik Nona."
Aster kembali menatap cermin di hadapannya, semua tidak masuk akal namun benar-benar nyata. Menakjubkan, dia benar-benar menggantikan Daisy persis seperti yang wanita itu katakan. Menjadi dirinya.
"Aahh." Aster mengesah saat rasa sakit tiba-tiba mengahantam kepalanya, tak dapat ditahan kaki Aster tak kuat menopang tubuhnya. Ia merosot jatuh, disusul dengan kilas ingatan-ingatan Daisy yang berlomba merasuki kepalanya. Sakit yang teramat sangat hingga Aster merasa kepalanya hampir pecah.
"Arrghhhh..." Dari desah kecil yang sebelumnya, Aster menjerit saat dia tak dapat menahan rasa sakitnya. Jeritan itu terdengar begitu pilu. Bukan hanya kepalanya yang kesakitan namun hatinya jauh lebih menderita. Ingatan tentang kehidupan Daisy terlalu menyedihkan.
Tanpa diduga air mata mengalir membasahi wajahnya.
Hidup Daisy begitu sempurna. Dia mempunyai keluarga yang menyayanginya, teman yang selalu mendukungnya juga Daisy tak pernah kekurangan dalam hal apapun. Kehidupan yang selalu menjadi andai bagi orang-orang diluar sana. Tapi, Daisy terlalu tergila-gila pada Alaric, hingga dalam sudut pandang orang lain dia bagai antagonis yang melalukan apa saja untuk mendapatkan cinta.
Sungguh bukan salah Daisy, karena nyatanya dari awal Alaric adalah tunangannya. Daisy hanya ingin menjaga lelaki itu selalu disisinya. Terlalu banyak kesalahpahaman diantara mereka, hingga berakhir menyakiti satu sama lain.
Yang paling menyedihkan dari semua ingatan yang diterima oleh Aster adalah senyum Alaric terukir begitu puas ketika berhasil membunuh Daisy. Di depan Daisy yang kesakitan lelaki itu tertawa kesenangan.
"Sial, sial, sial.." Aster mengumpat penuh kemarahan.
Mengapa Daisy bisa setulus itu, dia ingin menyelamatkan Alaric dari jurang penyesalan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dear Daisy
RomansaHidup Aster itu sangat biasa, dia juga tidak berasal dari keluarga berada. Aster tidak punya banyak kelebihan tapi dia memiliki kegigihan. Tidak banyak hal yang dia inginkan namun dia selalu bahagia ketika terbang. Jadi ketika dia berhasil menggapai...