11: topi

25 18 31
                                    

Suasana pagi itu terasa berbeda di sekolah. Langit cerah, udara segar, dan matahari yang lembut membuat para siswa terlihat lebih bersemangat. Di barisan paling belakang, Salsa, Adel, Fajar, Rizal, dan Andre sedang berdiri sambil menunggu upacara bendera dimulai

Saat barisan mulai tersusun rapi, Salsa mendadak panik

“Eh, mampus! Topi gue ketinggalan!” bisiknya sambil mengusap rambutnya yang terkena angin. Ia tahu peraturan di sekolah sangat ketat soal seragam, terutama saat upacara, dan tanpa topi, dia pasti akan kena tegur

Rizal, yang berdiri tepat di sebelahnya, langsung menyadari kekhawatiran Salsa. Dengan ekspresi yang sedikit jahil namun peduli, dia langsung melepas topinya. Tanpa berkata apa apa, dia mendekat dan langsung menyematkan topi itu di kepala Salsa, sedikit memaksanya untuk menerima

Salsa kaget dan langsung mencoba menolak, meskipun senyum kecil sudah terbit di wajahnya

“Zal apasih, anjir! Jangan gitu dong!” ucapnya setengah tertawa, merasa risih tapi juga terharu dengan perhatian yang mendadak ini

Rizal hanya mengangkat alis, senyum lebar menghiasi wajahnya

“Ya udah, dipake aja. Biar lo nggak kena tegur,” jawabnya, suaranya santai tapi ada nada tegas di dalamnya. Dia memastikan topi itu terpasang dengan rapi di kepala Salsa, meski Salsa sudah mencoba sedikit mengelak

“Jangan ganggu deh, serius!” Salsa hampir tertawa, tapi dia mulai merasa tak bisa melawan kebijakan Rizal. Di saat yang sama, dia merasa berterima kasih meski tak tahu bagaimana harus mengungkapkannya

Sementara itu, Fajar yang berdiri sedikit lebih jauh hanya memandang mereka dengan ekspresi datar, tapi ada sedikit senyum yang tak terlihat di ujung bibirnya

“Kalo udah gitu, gue ikut deh,” katanya, melepaskan topinya tanpa bicara banyak

Andre yang di sampingnya langsung mengikuti, melepaskan topinya juga

“Biar adil, ya kan?” candanya sambil menyikut Fajar yang cuma mengangguk pelan

Adel yang berdiri agak terpisah juga tersenyum melihat kebersamaan mereka. Walau pendiam, dia tetap bisa merasakan kehangatan yang datang dari solidaritas teman temannya

"Kalian ini," katanya, melirik ke semua teman temannya yang kini tanpa topi

Mereka berlima, tanpa kata, saling bertukar pandang dan tertawa kecil, meskipun mereka tahu mungkin ada konsekuensinya nanti. Solidaritas itu lebih penting

Tak lama, Dion, ketua OSIS yang juga mengawasi upacara, berjalan mendekat. Wajahnya sempat terlihat bingung melihat barisan yang tanpa topi

“Eh, kalian kenapa pada nggak pake topi?” tanyanya, suaranya penuh tanya

Andre yang nggak pernah bisa diam langsung menjawab dengan gaya santainya. “Kita kan solid, bro! Masa Rizal doang yang ngorbanin diri buat Salsa?”

Dion menahan tawa, tapi jelas dia juga sedikit geli dengan sikap mereka. "Solidaritas sih bagus, tapi aturan tetep aturan. Kalian berlima ikut apel tambahan pas beres upacara, ya."

Salsa yang merasa agak bersalah langsung angkat bicara. “Maaf, Dion. Sebenernya ini tuh salah gue, sih. Topi gue ketinggalan, terus si Rizal malah maksa gue buat pake topinya.”

Dion melihat mereka dengan ekspresi campuran antara kagum dan sedikit melarang. “Solidaritas emang keren, tapi kita harus tetep disiplin, ya. Jangan sampe malah ngelanggar aturan.”

Rizal cuma nyengir lebar, lalu menatap Salsa dengan penuh pengertian. “Siap, Ketua. Demi Salsa, hukuman apapun gue siap terima.”

Upacara pun akhirnya berjalan dengan lancar, meskipun mereka tahu akan ada apel tambahan nanti. Namun, solidaritas yang mereka tunjukkan membuat suasana di hati mereka tetap hangat.

The Value of TrustTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang