23: sok akrab?

17 13 5
                                    

Setelah pulang sekolah, Adel yang biasanya dijemput oleh supir, merasa sedikit cemas karena sudah terlambat dijemput. Ia duduk di depan gerbang sekolah, menunggu dengan sabar. Namun, hampir semua orang sudah pulang, dan dia mulai merasa kesepian. Tiba tiba, suara deru mesin motor terdengar di kejauhan. Begitu motor itu mendekat, Adel menoleh dan melihat Ryan mengendarai motor sport hitam yang cukup mencolok

"Mau gue anterin, nggak, Del?" suara Ryan terdengar dari balik helm yang baru saja ia lepaskan

Adel terkejut melihatnya

"Eh, Ryan...!" jawabnya, sedikit bingung, karena dia tidak menyangka akan bertemu Ryan lagi

Ryan tersenyum lebar, menunjukkan giginya. "Gue liat lo di sini sendirian. Lo udah lama nunggu, kan? Gue bisa anterin, kalau lo mau."

Adel mengerutkan dahi, merasa ragu

"Makasih Ryan, tapi aku nungguin jemputan aja," jawabnya, berusaha menolak dengan sopan

"C'mon, Del, nggak ada salahnya kan? Gue cuma mau bantu, kok." kata Ryan sambil menatap Adel dengan serius

Adel menatap Ryan, merasa semakin cemas dengan sikapnya yang terus memaksa. Ia mencoba tersenyum kecil, berusaha menenangkan dirinya

"Aku udah sering dijemput kok, Ryan. Lagian kan nggak jauh juga rumahku," jawabnya, mencoba memberi alasan yang jelas, berharap Ryan bisa mengerti

Namun, Ryan tetap tidak mundur. Ia menatap Adel dengan tatapan yang sulit dibaca, tapi ada tekad yang jelas terlihat di matanya

"Lo nggak usah khawatir, Del. Gue cuma pengen bantu. Biar lo nggak usah lama lama nunggu, kan kasihan." Suaranya terdengar lembut, tapi ada nada yang memaksa

Adel merasa semakin terpojok. Ia nggak suka dengan perasaan seperti ini, tapi di sisi lain, ia nggak ingin membuat situasi jadi lebih canggung

"Ryan, makasih banget, tapi seriusan aku nggak butuh tebengan, kok. Aku biasa nunggu jemputan, pasti nggak bakal lama lagi dateng," jawab Adel lagi, kali ini suaranya terdengar lebih tegas

"Gue ngerti lo nggak pengen ngerepotin orang lain, Del. Tapi lo nggak usah khawatir. Gue cuma mau bantu lo, biar lo nggak usah lama nunggu. Nggak apa apa kok," kata Ryan dengan nada yang semakin mendesak, sambil sedikit melangkah maju

Adel mulai merasa benar benar terpojok. Ia menghela napas, berusaha menenangkan dirinya, tapi sikap Ryan yang terus menekan membuatnya merasa semakin cemas

"Ryan, serius deh. Aku nggak butuh tebengan," jawab Adel dengan suara lebih tegas, walaupun matanya terlihat sedikit ragu

Namun, Ryan tidak terlihat terpengaruh. Ia justru melangkah sedikit lebih dekat, seolah menambah tekanan pada situasi itu

"Gue cuma nggak pengen lo sendirian di sini, Del. Kasian lo harus nunggu lama lama. Lagian, siapa tau lo butuh bantuan, kan?" ujar Ryan sambil mencoba tersenyum

Adel mulai merasa tidak nyaman dengan keberadaan Ryan yang terlalu dekat. Ia memiringkan kepalanya, mencoba mencari cara untuk mengakhiri percakapan itu

Saat itulah, suara deru motor terdengar dari arah belakang. Salsa keluar dari gerbang sekolah dengan mengendarai motornya, melihat ke arah mereka berdua. Ia menurunkan helmnya dan menatap dengan curiga

"Ada apaan nih, Del?" tanya Salsa dengan nada yang penuh tanda tanya, matanya berpindah antara Ryan dan Adel

Ryan menoleh ke Salsa, tampak sedikit terkejut, tapi dengan cepat dia kembali menunjukkan senyumannya. "Oh, nggak ada apa apa, kok. Gue cuma lagi ngajakin Adel buat pulang bareng. Tapi dia malah milih buat nunggu jemputan."

"Gitu ya?" kata Salsa sambil menatap Ryan dengan ekspresi tajam, suaranya sedikit dingin

"Del, kayaknya lo nggak usah nungguin jemputan deh. Kan gue udah di sini, lo mau pulang sama gue, kan?"

Adel yang merasa canggung dan sedikit lega karena Salsa muncul, dengan cepat mengangguk. "Iya, Sal. Makasih, aku pulang sama kamu aja."

Ryan menatap keduanya sejenak, lalu mengangkat bahunya, "Oke deh, kalau lo udah ada temen. Gue nggak bakal maksa."

Adel dan Salsa hanya mengangguk, dan Salsa segera menyalakan motor, siap untuk pergi. Ryan berbalik dan menaiki motornya, lalu melaju pergi.

----

Saat dalam perjalanan pulang, Adel merasa sedikit lega, meskipun masih ada rasa canggung yang menggelayuti. Salsa mengendarai motornya dengan tenang, menyelipkan obrolan ringan di antara mereka berdua untuk menghilangkan ketegangan

"Sal, makasih banget ya," kata Adel, mencoba membuka percakapan sambil melirik temannya yang sedang fokus di jalan

Salsa tersenyum, matanya masih terlihat serius namun hangat. "Nggak usah makasih makasih deh, Del. Gue kan teman lo, wajar lah."

Dia melirik sebentar, melihat ekspresi Adel yang masih tampak sedikit terganggu, "Lo kenapa, sih? Tadi tuh keliatannya nggak nyaman banget."

Adel menggigit bibir bawahnya. "Iya... Ryan tuh... agak maksa gitu. Dia terus aja nawarin buat anterin aku pulang, padahal aku udah bilang nggak perlu."

Salsa mengangguk, tampaknya mengerti. "Ah, dia kan anak baru ya? Mungkin aja dia masih belajar buat bergaul sama orang lain deh. Tapi ya, kalau dia maksa kayak gitu juga emang salah sih."

Adel menghela napas, merasa lebih lega setelah mendengar pendapat Salsa. "Iya, aku cuma nggak suka kalau dipaksa gitu. Nggak tau deh, rasanya tuh malah jadi kayak terpojok."

Salsa mengangguk lagi, tampak menanggapi serius. "Bener, Del. Lo juga harus bisa bilang nggak kalau emang lo nggak nyaman."

Adel tersenyum tipis. "Iya, kamu bener. Makasih ya, Sal. Aku nggak tau deh kalau kamu nggak dateng."

Salsa tersenyum kembali, "My pleasure, Del. Gue kan temen lo. Kalau ada apa apa, pasti gue bantu."

Mereka melanjutkan perjalanan dengan suasana yang lebih santai, dan Adel mulai merasa lebih baik. Mungkin ada sedikit ketegangan dengan Ryan, tapi dia tahu kalau dia punya teman yang bisa selalu diandalkan.

TBC!!

The Value of TrustTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang