Sesampainya di ruang OSIS, suasana sudah agak ramai. Beberapa teman sekelas mereka tampak duduk di kursi, menunggu giliran untuk diberikan teguran. Ada yang berbicara pelan, ada yang tertawa, dan ada juga yang terlihat merenung, menunggu nasib mereka
Salsa dan yang lainnya duduk di bangku yang sudah disediakan. Meskipun suasana tampak santai, perasaan tegang tetap saja ada. Mereka tidak tahu seberapa berat hukuman yang akan diberikan, tetapi yang jelas, mereka tidak bisa lari dari kenyataan bahwa mereka sedang berhadapan dengan pelanggaran peraturan yang cukup serius
Dion, yang sudah berdiri di depan mereka dengan wajah serius, memulai pertemuan tersebut
“Jadi, temen temen,” katanya dengan suara tegas
“kita semua udah tau kan kenapa kita di sini? Ya, ada aturan yang kalian langgar, dan kita semua harus jadi sosok yang bertanggung jawab. Tapi, karena kalian semua bisa kerja sama terus juga nggak ada yang egois, hukuman yang gue kasih juga bakal adil.”
Rizal, yang biasanya santai dan tidak terlalu memikirkan akibat dari tindakannya, kini terlihat serius. Dia menyandarkan tubuhnya pada kursi, menatap Dion dengan perhatian penuh
“Apaan sih, Dion? Kita nggak bisa, kan, ngeles gitu aja?” Rizal sedikit bercanda, tetapi juga tampak waspada
Dion tersenyum tipis, meskipun ada sedikit kekhawatiran di matanya. “Kalem aja, Zal. Ini tuh bukan soal ngeles atau cari alasan. Kita di sini buat ngedewasain kalian, nggak sekedar cuma buat minta maaf. Jadi, peraturan harus dihargai.”
Meskipun kalimat Dion terasa agak berat, semua orang merasa lega karena ia tidak langsung memberi hukuman yang terlalu berat. Salsa merasa sedikit lebih tenang, meski tetap khawatir. Ia melihat ke teman temannya, ada rasa kebersamaan yang erat di antara mereka
“Jadi, kita harus ngapain?” tanya Fajar dengan suara datar, seperti biasa
Dion menatap Fajar dengan serius. “Gue bakal ngasih kalian semua tugas buat bersihin seluruh area sekolah selama dua jam. Habis itu, kita bakal ngelakuin sesi refleksi soal kenapa aturan itu penting dan apa yang bisa kita pelajari dari kejadian ini.”
Mendengar tugas yang cukup berat itu, Andre langsung mengeluh
“Aduh, gue kira kita bakal disuruh nyanyi atau apalah yang lebih seru gitu. Jangan jangan habis ini kita malah disuruh push up atau lari keliling lapangan.” Dia menertawakan dirinya sendiri, berusaha mencairkan suasana
“Udah, Dre, nggak usah dibahas lagi,” Salsa menegur sambil terkikik
“Nanti gue malah jadi ikut ngebayangin lari lari keliling sekolah beneran.”
Rizal ikut menimpali dengan candaannya, "Ah, kalau lari lari sih gue udah siap, yang penting jangan nyapu selokan atau ngelap jendela kelas yang kotor aja."
Kehangatan mulai tercipta lagi di tengah tengah ketegangan. Tidak peduli seberapa berat hukuman itu, mereka tahu bahwa apapun yang terjadi, mereka akan melaluinya bersama sama. Setelah itu, Dion mengakhiri pertemuan dengan tegas
“Sekarang, kalian semua bisa langsung pergi ke area yang udah ditentuin. Jangan ada yang bolos, ya. Tanggung jawab, guys.”
Mereka semua berdiri dari kursi dan keluar dari ruang OSIS, siap menjalani tugas yang diberikan. Meskipun tidak ada yang benar benar ingin melakukan pekerjaan tersebut, ada rasa persatuan yang menguatkan mereka untuk melakukannya dengan penuh semangat. Mereka pun mulai berjalan menuju area yang harus mereka bersihkan, mengikuti instruksi dari Dion
Saat mereka tiba di area taman sekolah yang akan mereka bersihkan, Salsa tersenyum tipis. Meskipun pekerjaan ini terlihat sepele, dia tahu bahwa ada lebih banyak hal yang bisa dipelajari dari pengalaman ini. Kedisiplinan, tanggung jawab, dan, yang lebih penting lagi, kebersamaan
“Jadi, kita mulai dari mana, nih?” tanya Fajar, berusaha membuka pembicaraan
Rizal langsung melangkah lebih dulu, menyandang tas punggungnya dan menyerahkan tugas pertama kepada Salsa. “Lo aja deh yang ngambil sapu, Sa. Gue yang bakal ngejar lo kalau lo ngelakuinnya lelet.”
Salsa menatap Rizal dengan tatapan terkekeh. “Gue tuh bukan tipe orang yang lelet, Zal. Lo noh yang lelet!”
Andre ikut serta dengan mengangkat kantong plastik besar, siap untuk memungut sampah yang ada
“Gue ambil bagian ini deh. Nanti kalau ada sampah yang gede, gue yang ambil,” katanya, berusaha menambah semangat
Mereka pun mulai bekerja bersama, membersihkan taman sekolah yang sebenarnya tidak terlalu kotor, tetapi cukup banyak daun daun yang bertebaran. Meskipun bekerja dalam diam, ada perasaan nyaman di antara mereka
Beberapa kali, mereka saling melemparkan candaan, membuat pekerjaan yang seharusnya membosankan menjadi lebih ringan. Andre bahkan sempat mengumpulkan beberapa daun daun kering untuk dibuat menjadi “hiasan” di sudut taman, sementara Rizal sibuk menertawakan hasil karyanya itu
"Eh Del, tumben lo diem aja," kata Andre, melirik ke arah Adel yang tampak lebih pendiam dari biasanya
Adel hanya tersenyum tipis tanpa mengatakan apa apa, melanjutkan pekerjaannya dengan hati hati, seolah sedang memikirkan sesuatu. Salsa yang melihat itu, dengan cepat menebak apa yang sedang terjadi
"Lo lagi mikir apa, Del?" tanya Salsa, sambil menatapnya dengan penuh perhatian
Adel mengangguk pelan, masih dengan senyum lembutnya. "Nggak, cuma.... ternyata, hal hal kecil kayak gini tuh bisa ngasih pelajaran juga, ya."
Fajar, yang sedang berdiri agak jauh dari mereka, menatap Adel sejenak sebelum akhirnya berkomentar
"Tugas ini tuh emang kelihatannya sepele, tapi kadang, justru dari hal hal kayak gini kita bisa ngerti banyak hal," katanya dengan suara datar, meskipun ada ketulusan di balik kata katanya
Rizal yang mendengar itu tersenyum lebar, menyela
"Wah, Fajar ngomongnya udah mulai bijak nih. Pasti gara gara lo udah mulai kena pengaruh 'kebaikan' dari si Adel." Rizal menatap Adel dengan tatapan genit, membuat suasana lebih ringan
Adel hanya tersenyum malu, tapi tidak membalas sindiran itu. Dia memang lebih suka diam dan meresapi situasi, daripada melibatkan dirinya dalam banyak percakapan
Salsa, yang selalu cepat memahami suasana, memutuskan untuk mengalihkan pembicaraan
"Gue setuju sih sama Fajar. Kadang kadang, kita tuh cuma butuh waktu buat lebih peduli sama hal kecil yang nggak kita perhatiin sebelumnya."
Rizal, yang selalu penuh energi, menambahkan dengan semangat, "Ya, kan! Semua jadi seru kalau kita bareng bareng gini. Tapi, gue nggak bisa kelamaan di sini, bisa bisa gue kecapean nanti!"
Andre tertawa kecil mendengar Rizal yang selalu penuh dengan semangat, "Lo tuh emang selalu ada aja energinya, Zal. Tapi, kalau ngomongin cape, kita semua juga pasti ngerasain kok."
Fajar yang dari tadi hanya diam, akhirnya ikut menanggapi dengan suara pelan. "Ya meskipun capek, ini bakal jadi kesempatan buat kita belajar jadi lebih tanggung jawab, kan?"
"Betul banget, Jar," kata Salsa dengan penuh semangat, sambil menyapu daun yang berserakan
"Tanggung jawab nggak cuma soal aturan, tapi juga soal gimana kita saling bantu di antara satu sama lain."
"Setuju, Sa," kata Rizal, mengangkat tas sampah penuh dan menyandarkannya di pohon dekat mereka
"Kita bisa jadi lebih solid kayak gini. Nggak kerasa ya, hampir beres!"
Meskipun mereka semua masih sibuk dengan tugasnya masing masing, suasana yang tadinya tegang karena hukuman kini berubah menjadi lebih hangat. Mereka tidak hanya membersihkan taman, tapi juga saling berbagi pemikiran dan perasaan tanpa sadar. Tanggung jawab menjadi lebih ringan, berkat kebersamaan yang mereka miliki.
TBC!!
KAMU SEDANG MEMBACA
The Value of Trust
Mystery / ThrillerLima sahabat yang sedang bersekolah di daerah Bandung terjebak dalam misteri kematian yang mengguncang sekolah mereka. Saat berusaha mengungkap kebenaran, persahabatan mereka diuji oleh rahasia rahasia yang perlahan terungkap. Di antara ketegangan d...