Prolog: Jejak Waktu Yang Hilang

7 0 0
                                    



*Jakarta, 2024*

Alexander "Xander" Wicaksono termenung menatap layar laptop-nya di sebuah kedai kopi pinggir jalan Menteng. Secangkir kopi dingin terabaikan di sampingnya. Usianya baru 25 tahun, tapi lingkaran hitam di bawah matanya menunjukkan beban hidup yang tak sesuai umurnya.

"Mas, udah mau tutup nih," ujar pelayan kedai dengan nada bersahabat.

Xander tersenyum tipis. "Iya Mbak, bentar lagi." Dia melirik jam - 23:45.

Freelance writer. Itulah profesinya sekarang. Bukan pilihan, tapi keterpaksaan. Setelah kedua orangtuanya meninggal dalam kecelakaan dua tahun lalu, hidupnya berubah total. Warisan? Nggak ada. Bokap-nya udah bangkrut duluan gara-gara investasi bodong. Gelar S1 Sejarah dari universitas ternama pun nggak banyak membantu. Yang tersisa cuma apartemen studio kecil di pinggiran Jakarta dan utang kartu kredit yang membengkak.

"Lo tuh punya potensi, Xan. Ngapain buang-buang waktu nulis artikel random buat konten website?" Kata-kata Regina, sahabatnya sejak SMA, terngiang di kepalanya. Regina Maharani, putri tunggal keluarga Maharani yang terkenal sebagai kolektor benda-benda bersejarah.

Xander menghela napas panjang. Matanya tertuju pada artikel yang sedang dia tulis: "10 Fakta Menarik Tentang Keris Nusantara". Risetnya membawanya ke berbagai forum online tentang sejarah dan senjata tradisional. Tapi ada satu thread yang membuatnya penasaran - tentang sebuah pedang kuno yang konon memiliki keterkaitan dengan berbagai peristiwa penting dalam sejarah Nusantara.

"Diberitahukan kepada pengunjung, kedai akan tutup dalam 5 menit," suara speaker kedai membuyarkan lamunannya.

Saat membereskan barang-barangnya, handphone-nya bergetar. Pesan dari nomor tidak dikenal:

"Κάποια μυστικά πρέπει να μείνουν θαμμένα. Κάποια πρέπει να αποκαλυφθούν."

"Apaan nih? Bahasa Yunani?" gumamnya. Xander men-screenshot pesan itu, berniat mencari tahu artinya besok.

Di perjalanan pulang, hujan rintik-rintik membasahi jalanan Jakarta. Motor bebek tuanya melaju pelan melewati gedung-gedung pencakar langit yang berkilauan. Pikirannya melayang ke masa kecil, saat dia sering mendengar cerita dari kakeknya - seorang profesor sejarah - tentang rahasia-rahasia tersembunyi di balik artefak kuno Nusantara.

"Sejarah itu seperti puzzle, Alex," kata kakeknya dulu. "Kita cuma lihat potongan-potongannya. Tapi kalau kamu jeli, kamu akan temukan bahwa semua kejadian di dunia ini saling terhubung."

Sesampainya di apartemen, Xander langsung rebahan di kasur tipisnya. Matanya tertuju pada sebuah kotak kayu tua di sudut ruangan - peninggalan terakhir kakeknya. Kotak yang selama ini tak pernah berani dia buka.

Malam itu, entah karena lelah atau penasaran, Xander memutuskan untuk membuka kotak tersebut. Di dalamnya, dia menemukan sebuah jurnal usang, beberapa foto hitam putih, dan... secarik perkamen dengan tulisan dalam berbagai bahasa kuno.

Yang membuatnya terkejut, di bagian bawah perkamen itu ada tulisan dalam bahasa Yunani - persis seperti pesan misterius yang baru saja dia terima.

"Some secrets must remain buried. Some must be revealed."

Tangannya gemetar membuka halaman pertama jurnal kakeknya. Di sana tertulis:

"Untuk Alexander, cucuku tersayang. Kalau kamu membaca ini, berarti sudah waktunya kamu tahu kebenaran tentang darah yang mengalir di nadimu. Tentang takdir yang telah menunggu selama berabad-abad. Tentang pedang yang telah mengubah sejarah, dan akan mengubahnya lagi..."

---

*Thessaloniki, Yunani - 1821*

Alexandros Stavros menghunus pedangnya dalam kegelapan malam. Suara derap kuda pasukan Ottoman terdengar semakin dekat. Dia tahu, malam ini akan menjadi pertarungan terakhirnya - atau awal dari sebuah legenda.

Yang dia tidak tahu, keputusannya malam itu akan menciptakan riak dalam aliran waktu, yang dampaknya akan terasa hingga dua abad kemudian, di tanah yang bahkan belum pernah dia dengar namanya - Nusantara.

Pedang Nusantara: Takdir Yang TerlupakanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang