*Stasiun MRT Bundaran HI, Jakarta - 03:45 AM*"Seriously?" Regina menatap sepeda motor butut yang terparkir di pojokan basement stasiun MRT. "This is your backup plan?"
Xander nyengir sambil ngeluarin kunci motor dari saku. "Hey, lo yang bilang mereka pasti masang tracker di Mercy lo."
"Yeah but..." Regina ngelirik Yamaha RX-King yang udah karatan. "This thing is ancient!"
"Trust me. Di Jakarta macet, RX-King is king." Xander naik ke motor. "Besides, this was Kakek's bike."
Regina melotot. "Seriously? Professor Wicaksono rode this?"
"Where do you think I got my bad boy genes from?" Xander mengedipkan mata. "Now get on, Princess. Dan pegang itu pedang yang bener."
Regina naik dengan anggun - somehow masih keliatan classy meski dress mahalnya udah kotor kena debu terowongan. Tas golf berisi pedang kuno dipegang erat di punggungnya.
"Jadi," Regina meluk pinggang Xander erat saat motor mulai melaju. "What's the plan?"
"First, kita butuh proper backup." Xander menyalip di antara mobil-mobil yang mulai memadati jalanan subuh Jakarta. "Gue kenal seseorang yang bisa bantu kita reach Kutai safely."
"Siapa?"
"Lo inget Bayu? Temen kampus gue yang dropout terus gabung TNI?"
"The crazy one who went to Afghanistan?"
"Yup. He's Kopassus now. Dan dia hutang budi sama gue."
Regina mengangkat alis. "How come?"
"Let's just say... I helped him pass history class back then." Xander berbelok tajam ke jalan tikus. "He owns me big time."
Di belakang mereka, dua mobil hitam muncul dari tikungan.
"Uh, Xan?" Regina mengeratkan pelukannya. "We got company."
"I know." Xander menggeber RX-King-nya. "That's why we're taking the scenic route."
Motor butut itu melesat masuk ke gang-gang sempit, membelah pemukiman padat Jakarta yang mulai bangun. Tukang sayur yang lagi nata dagangan, ibu-ibu yang mau ke pasar, semua melompat minggir saat Xander nurunin motor ke tangga-tangga sempit.
"This is insane!" Regina teriak di tengah deru mesin.
"No, this is Jakarta!" Xander ketawa. Motor mereka melompat dari undakan terakhir, mendarat mulus di jalan yang lebih lebar. "See? Nothing to—"
DORDORDOR!
Peluru menyasar aspal di sekitar mereka. Xander mengumpat, menukik tajam ke kiri.
"They're shooting at us!" Regina memekik. "In the middle of the city!"
"Which means they're desperate!" Xander menarik gas dalam-dalam. "Hold tight!"
RX-King meraung, melesat di antara mobil-mobil yang mulai padat. Xander melirik spion - dua Fortuner hitam masih membuntuti, tapi tertahan macet.
"Ha! Good luck following us in this traffic!" Xander bersorak. Tepat saat itu, smartphone-nya bergetar. Pesan baru:
"The sword belongs to all of us. Meet me at Monas. 1 hour. Come alone. - MS"
"Marcus Stavros?" Regina mengintip dari balik bahu Xander.
"Yeah. Pertanyaannya: should we trust him?"
"Do we have a choice?" Regina menunjuk ke langit. Helikopter hitam muncul dari balik gedung pencakar langit.
"Damn, these guys are loaded." Xander menggigit bibir. "Okay, new plan. Kita ke Monas. Tapi sebelumnya, kita drop pedangnya di tempat aman."
"Where?"
"Regina," Xander tersenyum misterius. "How do you feel about visiting your ex?"
"My what? Wait... Oh no. Not him!"
"Oh yes. He's the only one with a secure enough place. Plus, he's an archaeologist. He can help us decode the symbols."
"Fine!" Regina mendengus. "But if he starts talking about 'getting back together' again, I'm gonna stab him with his own ancient artifacts."
Xander tertawa. Motor mereka melaju ke arah matahari terbit, meninggalkan dua mobil hitam yang terjebak macet dan helikopter yang masih membuntuti dari kejauhan.
---
*Thessaloniki, Yunani - 21:45 PM (Waktu Setempat)*
Dr. Marcus Stavros menutup laptop-nya. Video feed dari helikopter di Jakarta menunjukkan target bergerak ke arah yang dia prediksi.
"Anak pintar," dia tersenyum. "Just like your grandfather."
Ruang kerjanya di Thessaloniki University dipenuhi foto-foto dan artefak kuno. Tapi satu display case khusus menarik perhatian: sebuah pedang kuno dengan ukiran yang identik dengan pedang di Jakarta.
"Sir," seorang agen masuk ke ruangan. "The team in Jakarta lost them in traffic. Should we intercept at Monas?"
"No," Marcus berdiri, menatap pedang dalam display case. "Let them come to us. After all..." dia tersenyum. "Family reunion should be... intimate."
Di mejanya, sebuah foto lama menguning terpajang - seorang profesor tua berdiri di depan Candi Panataran, dengan bocah kecil di sampingnya.
"Oh, Alex," Marcus mengusap foto itu. "If only your grandfather had told you the whole truth..."
---
*Markas Besar TNI, Jakarta*
Letnan Bayu Wicaksana terbangun oleh dering telepon.
"Pak," suara operator panik. "Ada situasi. CCTV di sekitar Bundaran HI menangkap baku tembak. Dan... Anda harus lihat siapa yang terlibat."
Bayu membuka laptop, memutar rekaman CCTV. Matanya melebar melihat sosok familiar di atas RX-King.
"Well, well," dia tersenyum. "Look who's finally joining the game."
Di loker pribadinya, tersimpan sebuah jurnal tua - identik dengan jurnal milik Xander.
"Time to repay my debt, old friend."
*Bersambung...*
KAMU SEDANG MEMBACA
Pedang Nusantara: Takdir Yang Terlupakan
Historical FictionDi tengah gemerlap Jakarta modern, Alexander "Xander" Wicaksono hanyalah seorang freelance writer biasa yang berjuang mencari nafkah. Namun takdir berkata lain ketika sebuah pesan misterius dalam bahasa Yunani membawanya membuka kotak warisan terakh...