*Jalanan Jakarta - 06:15 AM*Udara dingin pagi bercampur dengan asap dari ledakan kecil yang baru saja terjadi. Suara sirine polisi mulai terdengar dari kejauhan, tapi di jantung kekacauan ini, hanya ada Xander, Regina, dan Letnan Bayu yang berjuang untuk tetap hidup. Di belakang mereka, anak buah Marcus yang tersisa mengejar tanpa ampun, wajah mereka tak menunjukkan belas kasihan.
"We're not gonna make it if we stay here," Bayu berkata, menyalakan mesin jip tentara yang terparkir di dekat mereka. "Get in, NOW!"
Regina melompat masuk terlebih dahulu, darah di lengannya mengalir setelah terkena serpihan batu. Xander menyusul, matanya tak lepas dari bayangan hitam yang terus mendekat. Sebuah ledakan terdengar di ujung jalan, membuat jip itu berguncang keras.
"Hold on!" Bayu menginjak gas, jip itu melesat menembus jalanan sempit, membelah barikade mobil dan toko yang mulai dibuka oleh pemiliknya. Peluru berdesing, menghantam badan jip, menimbulkan percikan api kecil.
"Reg, you okay?" Xander menoleh cepat.
"Yeah," dia mendesah, matanya penuh amarah. "But if we make it out of this alive, remind me to shoot you for dragging me into this."
Xander tertawa pendek. "I'll make sure of it."
Tiba-tiba, salah satu anak buah Marcus melompat ke belakang jip. Dengan pisau besar di tangan, dia mengayunkan senjatanya ke arah Regina.
"NOT TODAY," Xander berteriak, menarik pistol dari pinggangnya dan menembakkan peluru ke dada pria itu. Darah muncrat, tubuhnya jatuh terhempas ke aspal.
"One down," Bayu berkata tanpa menoleh. "But we're not done yet."
Dua motor besar muncul dari belakang, mengejar dengan kecepatan tinggi. Pengendaranya mengenakan helm hitam dan jaket kulit tebal, senjata otomatis terarah ke jip.
"Duck!" Bayu berteriak.
Regina dan Xander serentak merunduk saat rentetan peluru menghujani kaca belakang. Pecahan kaca melayang, menghantam wajah Xander yang kini berdarah.
"You gotta be kidding me," Regina menggerutu. "Do they ever run out of bullets?"
"Apparently not," Xander menjawab sinis. Dia mengarahkan pistolnya keluar jendela, menembak salah satu pengendara motor. Pelurunya tepat sasaran; motor itu oleng dan menabrak trotoar, meledak dalam api.
"One more," Bayu menggeram, mata fokus ke jalan.
Pengendara terakhir melompat dari motornya, menempel ke sisi jip, dan mengayunkan belati ke arah Regina.
"Not today, asshole!" Regina mengangkat pedang dari tas di sampingnya dan menebas pria itu tepat di lengan. Jeritan kesakitan terdengar saat tubuhnya terhempas ke belakang.
Jip itu berbelok tajam, nyaris menabrak tiang lampu. "We need to lose them," Bayu berseru. "Kita harus ke gedung tua di Tanah Abang. Ada teman di sana yang bisa bantu."
Xander menarik napas panjang, darah di wajahnya mengering. "Itu rencana terbaik kita."
---
*Gedung Tua di Tanah Abang - 07:00 AM*
Mereka tiba di gedung tua yang hampir runtuh. Dinding-dindingnya dipenuhi lumut dan retakan. Seorang pria tua dengan kumis tebal berdiri di pintu, matanya penuh pengalaman.
"Bayu," pria itu mengangguk. "You brought friends."
"Pak Surya," Bayu memperkenalkan. "This is Xander and Regina. Mereka butuh bantuan."
Pak Surya mengamati Xander dengan tajam. "You look like a man who's been through hell."
Xander tersenyum lelah. "You have no idea."
Suara derap langkah mendekat. Pak Surya mengangguk singkat. "Masuk. Mereka sudah di sini."
---
**Flashback: Thessaloniki, Yunani - 1971**
Di ruangan penuh buku dan peta kuno, Marcus Stavros muda berdiri di hadapan seorang pria tua dengan rambut putih.
"You must understand, Marcus. The secrets of the sword are not just about power. They're about balance."
Marcus mengepalkan tangan. "I don't care. The world needs order. And I will bring it."
Pria tua itu menghela napas. "Then you're not my grandson. You're just another pawn."
Marcus berbalik, mata penuh kemarahan. "Then so be it."
---
*Gedung Tua, Tanah Abang - Kembali ke Saat Ini*
Xander menatap Regina, lalu ke Bayu. "Ini belum selesai. Marcus mungkin mati, tapi rahasia ini masih hidup."
Regina mengangguk. "Then let's end this."
*Bersambung...*
KAMU SEDANG MEMBACA
Pedang Nusantara: Takdir Yang Terlupakan
Ficción históricaDi tengah gemerlap Jakarta modern, Alexander "Xander" Wicaksono hanyalah seorang freelance writer biasa yang berjuang mencari nafkah. Namun takdir berkata lain ketika sebuah pesan misterius dalam bahasa Yunani membawanya membuka kotak warisan terakh...