Sebuah Prolog....
Keuangan keluarga Abdul semakin hari semakin terasa mencekat manakala saat ini ia harus rela diputus kerja secara sepihak oleh pihak pabrik tempat dia mengabdikan diri selama ini. PHK memang sudah menjadi momok tersendiri bagi semua buruh diluar sana. Ketetapan kerja yang abu-abu serta manajemen yang buruk seringkali ditemui di pabrik-pabrik saat ini.
Tapi semua hal tersebut tertutupi dengan tunjangan dan gaji yang memang menggiurkan banyak mata, apalagi ketika adanya sistem lemburan yang bisa dimanfaatkan para buruh untuk mendulang lebih banyak penghasilan, tentu saja pabrik tidak akan pernah kehabisan orang yang berminat untuk bekerja disana. Termasuk untuk Abdul sendiri. 10 tahun sudah dia memberikan jiwa dan tenaganya untuk jadi buruh di pabrik yang beroperasi sebagai pembuat biskuit. Hanya untuk mendapati kalau beberapa hari yang lalu dia harus rela di PHK.
"Mungkin sudah bukan rezeki untuk kita lagi Abi" Ucap Istri Abdul dengan suara yang lembut. Istrinya Nisa paham betul kalau suaminya tersebut begitu terpukul dengan pemecatan yang diterimanya.
Saat ini, Abdul memberitahukan kepada istrinya tersebut tentang pemutusan kontrak kerjanya di pabrik. Awalnya dia berniat untuk tidak memberitahu Nisa karena malu dan juga bingung. Tapi setelah melewati berbagai pertimbangan Abdul berpikir lebih baik dibicarakan saja. Abdul yakin istrinya pasti mengerti, dan hal itu ternyata benar.
Nisa memang terlihat ikut sedih mendengar kabar ini, namun dia terlihat lebih support kepada suaminya tersebut dengan tidak menunjukkan wajah kekecewaannya. Nisa yakin suaminya pasti lebih terpukul darinya saat ini.
"Maafkan Abi, Mi! Abi janji bakal cari kerja lagi secepatnya" ucap Abdul memegang tangan istrinya.
Nisa pun tersenyum "Iya Abi, Umi akan bantu doa buat kelancaran seluruh urusan Abi kedepannya. Semoga Allah memberikan kita jalan rezeki yang lebih baik" Ucap Nisa menenangkan segala gundah gulana di hati suaminya.
"Ammiinnn. Makasih sayangkuu" balas Abdul sambil mengecup kening sang istri. Nisa bahkan sampai bersemu merah karena perlakuan suaminya tersebut.
"Yuk kita tidur!" Ajak Abdul kemudian.
Namun bukannya mengikuti suaminya yang berselimut, Nisa justru terlihat tersenyum manja seperti meminta sesuatu.
"Umi lagi pengen nih Bi!" Ucapnya secara tiba-tiba menggoyang badan Abdul.
Abdul yang tadinya sudah nyaman dalam selimut pun terlihat kaget dengan permintaan dari istrinya tersebut. Karena ini adalah pertama kalinya Nisa meminta nafkah batin kepada Abdul secara gamblang seperti itu.
"Umi kesambet setan dimana?" Tanya Abdul bercanda berusaha mencairkan suasana hatinya yang serasa mau melompat dari tubuhnya.
Bukan apa-apa, tapi selama ini Abdul mengenal istrinya Nisa sebagai pribadi yang pemalu dan alim. Meski mereka sudah berumah tangga selama 6 tahun. Tapi Nisa kadang bersikap seperti ABG yang baru jatuh cinta karena sifat pemalunya tersebut.
Lantas ucapannya yang barusan pastilah sangat mengagetkan Abdul.
Nisa lalu memasang wajah cemberut "Gak jadi deh kalau gitu" jawabnya menyesal mencoba jujur kepada suaminya tersebut.
Bukan tanpa alasan, Nisa mengatakan hal tersebut karena selama ini dia merasa intensitas hubungan ranjang dirinya dengan Abdul sangatlah berkurang. Apalagi semenjak Abdul memutuskan untuk bekerja lembur terus-terusan karena ingin menabung untuk membeli rumah. Aktivitas yang seharusnya jadi ibadah tambahan untuk pasangan suami istri tersebut, akhirnya harus ikut dikorbankan juga.
Dalam hati Nisa bahkan mengharapkan kalau suaminya tersebut mau melakukan hubungan ranjang dengannya setiap hari, karena sudah bertahun-tahun mereka menikah, kehadiran malaikat kecil diantara mereka belum kunjung datang juga. Dan Nisa seperti terpukul oleh hal tersebut.
Tapi selama ini dia mencoba mengerti saja karena mungkin memang mereka belum diberi rezeki oleh tuhan yang maha kuasa. Tapi kalau mencoba saja kurang, bagaimana mau mengharapkan hasil yang maksimal?
Itulah yang jadi pemikiran Nisa selama ini hingga akhirnya dia memutuskan untuk berbicara dan meminta lebih dulu kepada Abdul suaminya. Tapi bukan direspon positif, Abdul malah menganggap perbuatannya tersebut sebagai lelucon semata saja. Padahal butuh keberanian besar dalam diri Nisa untuk bisa berbicara seperti itu.
Kecewa mungkin adalah hal yang dirasakan Nisa saat ini, tapi mau bagaimana lagi? Tidak mungkin dia merengek kepada suaminya untuk diajak berhubungan ranjang. Rasanya tidak pantas seorang istri yang meminta duluan kepada suami.
Abdul tiba-tiba bersuara. "Ini pasti gara-gara omongan ibu-ibu komplek, iya kan?" Tanyanya.
Nisa tercekat, terasa bahwa perkataan suaminya tersebut seperti tepat mengenai sasaran. Tapi Nisa berupaya menyembunyikan kegugupannya agar tidak ketahuan.
"Enggak" jawabnya singkat.
Abdul menghela nafas "Umi gak perlu berbohong, Abi juga sudah dengar kabarnya"
"Tapi kenapa Abi diam saja?" Nada bicara Nisa pun naik seketika
"Karena semua itu tidak benar Umi" jawab Abdul tenang.
Nisa membalik badan menatap suaminya "Abi tau darimana kalau Umi ini gak mandul? Enam tahun kita menikah tapi Umi tidak pernah hamil. Itu namanya apa kalau tidak mandul?" Kata Nisa dengan nada yang semakin tinggi.
Habis sudah rasa sabar yang dimilikinya selama ini melihat sikap Abdul yang terlihat begitu tenang-tenang saja, padahal dia tau tentang rumor yang tengah beredar di kampung sekitar. Rumor bahwa Nisa mandul dan tidak bisa memberikan keturunan.
Memang ini bukan pertama kalinya pasangan Abdul dan Nisa jadi topik pembicaraan di sekitar. Tepat tiga tahun yang lalu, rumor yang sama juga menghantam keluarga kecil tersebut. Tapi pada saat itu, baik Abdul maupun Nisa dengan cepat membantah kabar tersebut dengan memberitahu kalau mereka sama-sama berkomitmen belum ingin mempunyai anak.
Namun setelah tiga tahun kemudian mereka justru belum punya anak juga, rumor tersebut kembali datang menerpa mereka. Entah siapa yang memulai, dan apa tujuannya. Tapi rumor tersebut cukup berpengaruh pada kondisi psikis Nisa.
"Kita sudah pernah ke dokter dan dokter bilang Umi baik-baik saja" balas Abdul berusaha menenangkan emosi istrinya.
"Bisa saja dokter nya salah" balas Nisa cetus.
"Kalau begitu ayo kita buktikan saja" ajak Abdul yang kemudian melingkarkan tangannya di pinggang Nisa.
"Dah males. Mending tidur aja" jawab Nisa masih ketus.
Abdul tersenyum gemas, salah satu sifat istrinya yang begitu dia sukai adalah sifat marahnya. Entah kenapa dia merasa istrinya tersebut jadi seperti anak ABG putus cinta kalau sedang marah.
"Yakin nih? Padahal tadi Umi yang ngajakin loh" ucap Abdul menggoda.
Nisa pun jadi mengutuk dirinya sendiri ketika dia diingatkan akan permintaannya tadi. Mukanya merah padam saat adegan tersebut kembali terputar di kepalanya. Dia tidak habis pikir kalau dia punya keberanian seperti itu juga.
"Yakin 100 persen" jawab Nisa yang kemudian masuk ke dalam selimut.
Abdul tersenyum kecut melihat istrinya.
"Maafin Abi, Mi! Ini semua bukan salah Umi tapi salah Abi. Bukan Umi yang mandul tapi Abi" ucap Abdul di dalam hatinya.
Andai saja Abdul punya keberanian seperti itu untuk mengungkapkan yang sebenarnya. Mungkin istrinya tidak perlu merasa terbani oleh rumor-rumor tersebut. Tapi semuanya ditahan oleh Abdul karena dia takut akan konsekuensinya di kemudian hari yang berpotensi dirinya akan kehilangan Nisa seutuhnya.
Abdul takut kalau sampai istrinya tau, Nisa akan menceraikan dan meninggalkannya seorang diri dan Abdul merasa tidak siap untuk hidup tanpa Nisa.
Untuk itu, dia harus menyimpan rapat-rapat rahasia ini meski harus hidup dalam rasa bersalah yang begitu mendalam kepada Nisa di hatinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hijab Yang Terkoyak
RomanceJantung Nisa berdegup sangat kencang ketika dia semakin mendekat, adegan yang sangatlah vulgar dan porno tersebut semakin jelas terpampang di hadapannya, apalagi fakta bahwa saat ini ternyata orang yang melakukan adegan tersebut adalah majikan barun...