Head 2

377 56 19
                                    

Setelah sekolah selesai, rutinitas Dirga cukup monoton. Jovan hanya akan mengantarnya ke apartemen, memastikan semua kebutuhan adiknya tersedia, lalu kembali ke kantor untuk menyelesaikan pekerjaannya. Tidak banyak yang bisa dilakukan Dirga seorang diri.

Tidak sepenuhnya seorang diri sebenarnya. Ada "Garam" dan "Gula" yang setia menemaninya. Dua ekor ikan peliharaannya.

Terkadang Dirga akan mengajak Yudha ke kamarnya atau bermain dengan adik Sekar. Tapi kedua sahabatnya itu sedang ada jadwal ekskul hari ini. Tidak mungkin juga ia berkunjung ke kamar Sekar jika pemiliknya tidak ada. Meski sebenarnya juga sering ia lakukan, tapi ia sedang malas saat ini.

Sekarang ia sedang memandangi langit biru di luar jendela. Seketika rasanya ia ingin berjalan-jalan keluar apartemen dengan cuaca seperti ini. Tapi ia tahu itu tidak mungkin. Jovan tidak pernah mengizinkannya pergi sendirian, bahkan untuk sekadar berjalan di sekitar taman apartemen. Dirga juga tidak ingin membuat masalah dengan pergi tanpa pamit.

Rasa lapar akhirnya memaksa Dirga untuk bangkit. Dengan susah payah ia berjalan dengan walker menuju meja makan dan membuka tudung saji. Terlihat seporsi ayam suwir, sayur bayam, dan juga nasi lembek. Semua menu ini memang disiapkan secara khusus oleh kakaknya agar mudah ditelan. Tangannya gemetar saat mencoba menuangkan nasi dan lauk tersebut ke piringnya. Ketika akhirnya makanannya sudah terhidang, ia duduk di meja makan dan memandangi piringnya tanpa selera.

Dirga makan dengan kepala menunduk karena tangannya yang sudah tidak dapat diangkat terlalu tinggi. Melelahkan memang kalau tidak disuapi, sudahla sakit leher, lelah, belum lagi kalau tersedak. Itu sebabnya makan adalah salah satu aktivitas yang malas ia lakukan dan membuat berat badannya terus menurun.

Setelah beberapa suap, selera makannya menghilang. Ia kembali teringat dengan rencana pernikahan abangnya, ntah kenapa rasanya masih sulit diterima. Mau mencurahkan isi hati dan meminta saran pun ia juga bingung dengan siapa. Kedua sahabatnya sepertinya memihak pada abangnya.

"Harus ada yang diganti," gumamnya seorang diri. "Banyak malah,"

Dirga mengekuarkan ponselnya dan mmembuka satu folder catatan khusus. Catatan itu berisi hal hal yang ingin ia lakukan. Beberapa kotak sudah tercentang, menandakan bahwa daftar itu sudah dilakuan. Tapi sebagian besar kotak kotak itu masih kosong.

Beberapa lama ia tergetun memandangi satu baris kalimat, "tinggal dengan Bang Jovan di rumah yang ada halamannya kalau udah gak bisa ngapa ngapain." Ia bingung harus menghapus wishlistnya yang satu ini atau tidak. Tapi rasanya tidak mungkin terwujud jika abangnya sudah berkeluarga.

Akhirnya ia memutuskan untuk membiarkan tulisan itu tetap berada di catatanya. Berharap mungkin masih ada kesempat. Dirga beralih ke file yang lain dengan judul "To Do List", ia menambahkan hal yang harus dilakukannya, "Mencari nursing home."

Dirga sudah berada ditahap menerima penyakitnya seutuhnya. Sudah lima tahun lebih ia bergelut dengan penyakit ini. Jadi ia sudah menyusun rencana kedepan untuk menikmati hidupnya sebaik mungkin dan menikmati masa kini. Aalah satunya adalah merencanakan dimana ia akan tinggal.

Tapi rasanya tidak mungkin ia tinggal dengan abangnya jika abangnya itu sudah berkeluarga nanti. Meski abangnya mengatakan tidak apa, tetap saja tidak enak hati. Lebih baik ia mencari tempat tinggal untuk hari nanti mulai sekarang.

"Abang bakal tinggal di mana ya nanti? Gak mau jauh dari abang biar sering dijenguk," tangannya terus bergulir dilayar ponsel, makanan di hadapannya sudah terlupakan. Ia mencari tempat yang tampak nyaman dan tidak terlalu mahal tentunya. Kondisi ekonomi keluarganya juga tidak sebaik itu.

Ayahnya memiliki dua putri dari pernikahan barunya dan juga satu anak laki laki dari istri barunya. Jelas cukup banyak yang dibiayai. Sedangkan Bundanya menikah dengan seorang laki laki yang cukup mapan dan belum pernah bekeluarga, mereka juga memiliki seorang putra yang sangat menggemaskan. Tapi karena suami barunya adalah orang yang cukup ternama, sepertinya Bundanya berusaha menutupi dari publik bahwa ia memiliki anak penyakit dan lumpuh seperti dirinya.

Two Sides of CoinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang