[Name] Michaelis sudah beberapa hari tinggal di rumah kecil Charlie Swan, dan bagi Charlie, kehadiran sosok asing itu masih menimbulkan tanda tanya besar. Namun, karena [Name] tidak melakukan hal yang mencurigakan dan malah sering membantu pekerjaan rumah, ia mulai merasa nyaman dengan kehadirannya. Meski begitu, Charlie tidak terlalu tahu apa yang dilakukan [Name] sepanjang malam; ia hanya tahu saat pagi tiba, [Name] selalu terlihat siap dan segar tanpa tanda-tanda kurang tidur.
Pagi itu, Charlie bersiap-siap untuk menjemput putrinya, Bella, yang akhirnya memutuskan pindah ke Forks setelah lama tinggal bersama ibunya. Charlie sangat bersemangat, dan untuk pertama kalinya dalam beberapa tahun, ia benar-benar membersihkan mobilnya.
Sementara Charlie sibuk, [Name] tetap berada di rumah. Tanpa tujuan khusus, ia berjalan-jalan di sekitar rumah, mencoba mencari cara untuk menghabiskan waktu. Ketika matanya tertuju pada dapur yang, menurut standarnya, kurang teratur, ia merasa dorongan untuk membereskannya.
"Kalau tidak ada yang bisa kulakukan, setidaknya aku bisa merapikan dapur ini," gumamnya, mengingat kebiasaannya saat membantu Sebastian.
Tanpa berpikir panjang, [Name] mulai merapikan rak piring, membersihkan meja, dan mengelap peralatan dapur yang berdebu. Awalnya, ia hanya ingin membersihkan dapur, tapi ketika melihat bahan makanan di lemari, sebuah ide muncul di benaknya.
"Hmm, kurasa tak ada salahnya memasak sedikit."
Dia menggulung lengan bajunya, mengambil bahan-bahan yang tersedia, dan mulai bekerja. Suara-suara memasak memenuhi dapur yang sebelumnya sunyi, aroma masakan mulai menguar, membuat rumah kecil Charlie perlahan-lahan dipenuhi dengan kehangatan yang berbeda. Meski Forks terkesan membosankan, [Name] menikmati momen ini. Memasak dan membersihkan seperti ini membuatnya merasa seperti kembali ke masa-masa ia membantu Sebastian dalam pekerjaan rumah.
Satu per satu, piring-piring berisi makanan lezat mulai tertata di meja makan. Dari omelet yang sempurna hingga kentang panggang yang renyah, [Name] menciptakan berbagai macam hidangan dengan penuh ketelitian dan kesempurnaan yang hanya dimiliki oleh seorang demon. Dan seperti kebiasaan, dia juga memastikan tidak ada setetes pun yang berantakan. Meja makan Charlie yang biasanya kosong kini dipenuhi makanan lezat yang menggugah selera, membuat rumah kecil itu tampak lebih hidup.
Setelah selesai memasak, [Name] melirik sekeliling ruang tamu yang terlihat berantakan, dengan majalah dan koran berserakan di meja. Sekali lagi, kebiasaannya sebagai adik Sebastian muncul, dan tanpa berpikir panjang, dia mulai membersihkan ruang tamu, menyusun majalah, menyapu, dan bahkan mengelap jendela. Dalam waktu singkat, seluruh rumah sudah rapi dan bersih berkilau.
Ketika dia selesai, rumah itu sudah tampak seperti baru saja mendapat renovasi kecil-kecilan. Bahkan udara di dalamnya terasa lebih segar. [Name] mengangguk puas pada hasil kerjanya, sambil melirik jam dinding.
"Kurasa mereka akan segera tiba," katanya pada dirinya sendiri, sambil tersenyum tipis.
---
Di saat yang sama, Charlie dan Bella sudah dalam perjalanan pulang. Bella tampak canggung di kursi penumpang, sesekali melirik ke arah ayahnya yang tidak banyak bicara, seperti biasanya. Meski begitu, Bella senang bisa menghabiskan waktu bersama ayahnya setelah sekian lama.
"Aku harap kau betah di sini, Bella," kata Charlie dengan nada berharap.
Bella tersenyum kecil. "Aku akan mencoba, Dad."
Ketika mobil mereka akhirnya berhenti di depan rumah, Bella mengamati rumah kecil itu. Ia tidak terlalu berharap banyak, namun saat melangkah masuk, ia mendapati sesuatu yang sangat berbeda dari apa yang ia bayangkan. Begitu pintu terbuka, aroma makanan lezat langsung menyambutnya.
Bella berdiri terdiam di ambang pintu, menatap meja makan yang dipenuhi makanan dengan mulut ternganga. Charlie yang awalnya berjalan di belakang Bella, menghentikan langkahnya, dan ia pun terdiam, menatap meja penuh makanan itu dengan mata terbuka lebar. "Aku tidak ingat pernah memasak sebanyak ini," gumam Charlie bingung.
Bella menatap ayahnya. "Dad, tadi kau bilang tinggal sendiri."
Charlie menggeleng sambil menggaruk kepala. "Tidak, ini pasti [Name]."
Seketika itu juga, [Name] muncul dari dapur, dengan senyuman tipis yang hampir tampak menakutkan bagi Bella yang baru pertama kali bertemu dengannya.
"Kalian datang tepat waktu. Makanan sudah siap," kata [Name] sambil memberi isyarat pada meja makan yang penuh dengan hidangan.
Charlie tertawa kecil, masih terkejut. "Oh wow, ini luar biasa, [Name]. Kau benar-benar tidak harus melakukan ini."
[Name] hanya mengangkat bahu. "Kebiasaan lama, mungkin. Lagipula, aku merasa bosan hanya duduk-duduk di sini."
Bella menatap [Name] dengan ekspresi bingung dan takjub, sambil melihat satu per satu hidangan yang tertata rapi di meja makan. Dalam hati, dia bertanya-tanya, siapa sebenarnya orang ini? Charlie tidak pernah bercerita tentang siapa-siapa selain dirinya sendiri, namun sekarang tiba-tiba ada seseorang dengan wajah yang.. anehnya tampak sempurna dan aura yang misterius.
Setelah duduk di meja makan, Charlie dan Bella mencicipi masakan [Name]. Charlie terlihat sangat menikmati makanannya, bahkan sampai ia berkomentar, "Ini bahkan lebih enak daripada makan di restoran. Kau tahu, mungkin kau bisa membuka restoran di kota ini."
[Name] tertawa kecil, mengibaskan tangan seolah tidak tertarik. "Tidak, terima kasih. Aku lebih suka menjadi tamu di sini saja."
Bella mencuri pandang ke arah [Name], mencoba menilai kepribadian sosok misterius ini. Namun, setiap kali dia berpikir bisa membaca ekspresi [Name], sosok itu selalu berhasil menunjukkan senyum yang sulit ditebak.
Mereka makan dengan tenang, namun Bella tak bisa menahan diri untuk tidak bertanya. "Jadi, kau tinggal di sini.. karena apa?"
[Name] memandangnya sejenak, lalu tersenyum misterius. "Hanya karena sebuah kebetulan. Aku suka tempat yang tenang seperti ini."
Charlie, yang terlihat terlalu asyik dengan makanannya, hanya menatap keduanya bergantian, tidak terlalu mempermasalahkan alasan [Name] berada di rumahnya. Baginya, bantuan [Name] dalam membersihkan dan mengurus rumah adalah sesuatu yang sangat menguntungkan, dan ia tidak ingin membuat orang itu merasa tidak nyaman dengan terlalu banyak pertanyaan.
Setelah selesai makan, [Name] membantu membereskan meja, tanpa diminta. Bella hanya bisa memperhatikan, terkejut sekaligus terkesan. Ketika rumah sudah rapi kembali, [Name] mengucapkan selamat malam dan kembali ke kamarnya, meninggalkan Charlie dan Bella dalam suasana yang masih penuh tanda tanya.
Begitu [Name] menghilang dari pandangan, Bella berbisik pada Charlie, "Dad, kau yakin dia.. bukan sesuatu yang lain?"
Charlie mengerutkan dahi. "Apa maksudmu?"
"Entahlah, dia tampak misterius. Dan masakannya terlalu enak untuk orang yang katanya 'cuma tamu'," Bella berbisik sambil melirik ke arah pintu kamar [Name].
Charlie hanya mengangkat bahu. "Kurasa dia hanya punya bakat yang luar biasa. Dan kalau dia bisa membantu membereskan rumah, ya, aku tidak akan protes."
Bella hanya bisa menggeleng, sambil tersenyum kecil. Mungkin hidup di Forks tidak akan seburuk yang ia bayangkan, terutama dengan kehadiran orang-orang seperti [Name] yang penuh kejutan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Deal With the Devil [Twilight Saga x Reader]
FanfictionKetika [Name] Michaelis membuka mata, ia mendapati dirinya jauh dari istana kelam yang biasa ia sebut rumah-terlempar ke dunia aneh penuh manusia fana. Tak ada tanda-tanda kakaknya, Sebastian, atau pun kehidupan iblis yang penuh intrik. Sebaliknya...